√49 × π + 81 ÷ 3

179K 28.6K 26.6K
                                    

"Ada masalah."

Aurora menutup panggilan teleponnya dengan cemas. Kai dan Re yang duduk di bangku panjang mengangkat wajah bersamaan. Ekor kuda si perempuan sudah buyar. Ikat rambutnya melingkar di pergelangan tangan kanan.

Yang laki-laki segera bertanya. "Masalah apa?"

"Bokap gue ada business trip ke New York— dia berangkat kemarin. Waktu nyokap gue bajak komputernya, dia masih di pesawat jadi semua aman." Aurora mengatur napas. "Penjaga bilang ada dua orang yang berusaha nerobos gerbang darurat, dan nyokap gue baru aja mau nyuruh mereka ngelepasin dua orang itu, tapi masalahnya—"

"Bokap lo udah keburu landing?"

Tebakan Re diafirmasi oleh satu anggukan.

Kai membekap wajahnya dengan kedua tangan, menahan keinginan berteriak frustasi. "Trus gimana?"

Aurora kelihatan sama stresnya. "Dia nyuruh penjaga bawa mereka masuk."

"Masuk?" ulang Re, alisnya terangkat sebelah. "Lo yakin?"

"Itu yang barusan nyokap gue bilang."

Laki-laki itu berdiri. Kai dan Aurora menoleh ke arahnya dengan khawatir. Re berjalan mondar-mandir. Otaknya berputar. Dua gadis di sana bertukar pandang.

"Re? Kenapa?"

"Area itu. Mereka milih area spesifik yang bebas dari patroli polisi dan kasih penjagaan ketat— karena apa pun yang ada di dalem sana pasti rahasia tingkat tinggi, kan? Jadi kenapa mereka biarin orang asing masuk?"

Kai menyandarkan punggung ke sandaran kursi, menggigit bibir. "Mungkin karena kalo mereka lepasin Ale sama Kenan, mereka takut lokasi area itu bocor?"

"Tapi kalo mereka bawa masuk Ale sama Kenan, bukannya informasi yang mereka berdua punya jadi lebih banyak?"

"Dan setelah Ale-Kenan keluar dari sana, mereka bukan cuma bisa bocorin soal lokasi, tapi juga soal apa yang ada di dalem area itu."

"Kecuali," Aurora menelan ludah dengan pahit, "kecuali mereka emang nggak berniat ngeluarin Ale-Kenan dari sana?"

"Nggak, nggak." Kai buru-buru menggeleng. "Cepat atau lambat, bokap lo pasti bakal nyuruh mereka ngeluarin Ale-Kenan dari sana." Gadis itu mendongak pada Re, meminta persetujuannya. "Ya kan, Re?"

Re mengusap tengkuk.

"Mereka pasti keluar, gue setuju. Dalam keadaan hidup-hidup... itu yang gue nggak yakin."

.

bab 49

querencia

.

"Kenapa tadi lo nggak ambil pistolnya?"

"Kenapa nggak lo aja?"

"Karena jelas-jelas lo yang liat duluan!"

"Pertama, gue nggak dalam kondisi fisik dan mental yang siap buat ngambil pistol itu. Kedua, kalo pun gue ambil, gue nggak tau cara makenya. Ketiga, ada enam orang penjaga di belakang lo yang semuanya nodongin pistol juga jadi gue rasa percuma."

"Ya tapi kan at least—"

"At least dengan disekap, kita bisa dapet informasi soal area ini."

"Informasi yang nggak akan ada gunanya kalo bentar lagi kita mati."

Kenan sudah membuka mulut untuk membalas, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengalah dan menghela napas.

A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang