1 + 7 - (14 : 2)

506K 46.7K 8.1K
                                    

.

"Oalah, Re! Dadi bocah kok kebangetan!"

Tidak perlu jadi murid 12 IPA 2 untuk tahu kalau Bu Susi marah-marah lagi hari ini. Suara keras beliau terdengar menggema di koridor-koridor SMA Bina Indonesia. Logat bahasa Jawanya yang khas menjadi pembeda dari omelan guru-guru lain.

"Sudah tahu sebentar lagi ujian! Kamu ini nanti lulus mau jadi apa?" gertak Bu Susi lagi, kali ini berusaha menggunakan bahasa Indonesia. "Mbok ya istigfar, Le, tobat!"

Tiga puluh dua murid lain otomatis ikut menundukkan kepala karena serasa dimarahi pula. Diam-diam mereka melirik sosok laki-laki yang berdiri di depan pintu kelas, terlambat masuk setengah jam setelah istirahat berakhir.

Seragam putih tanpa atribut dikeluarkan dari celana abu-abu yang tanpa sabuk. Dasi sekolah entah lenyap ke mana. Potongan rambut terlalu panjang, nyaris menutupi mata. Penampilan Re memang tidak pernah membuatnya lolos dari cengkeraman guru BP.

"Astaghfirullahaladzim." ucap laki-laki itu cuek. "Sudah, Bu."

Satu kelas tertawa takut-takut. Bu Susi jadi semakin geram. "Nama Gusti Allah jangan dibuat main-main, Re! Kalau nanti sudah kena azab, baru tahu rasa kamu."

"Diazab atau tidak, memangnya Ibu yang menentukan?" Re menjawab sekenanya.

"Jangan kurang ajar kamu!" bentak Bu Susi lagi. "Jangan mentang-mentang nilai kamu bagus, lantas kamu bisa bersikap seenaknya seperti ini!"

Re memutar matanya dengan sangat tidak sopan.

"Dengar kamu, Re?!"

"Dengar, Bu."

"Sudah, duduk sana!"

Re mengedikkan bahu malas dan mulai melangkah menuju kursinya di pojok. Belum sampai tiga langkah, anak-anak sudah mengernyitkan hidung. Ada yang berbisik keras di bangku paling depan, sementara seisi kelas saling berpandangan cemas.

Bau benda itu tercium sangat tajam saat Re berjalan melewati deretan meja dan kursi.

Wajah Bu Susi memerah. Kali ini guru agama itu sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dipukulnya papan tulis dengan tangan kosong keras-keras.

"RE DIRGANTARA! MEROKOK DI MANA KAMU?"

Re seketika menghentikan langkahnya. Jemarinya merogoh saku untuk mengeluarkan satu pak rokok yang kelihatan mahal. Tersenyum sekilas, laki-laki itu berbalik dengan santai.

"Kenapa, Bu? Mau ikut?"

.

Namanya Re. Re Dirgantara. Tokoh yang paling sering dijumpai dalam sebuah cerita, laki-laki berandalan yang selalu ada di setiap sekolah. Hanya satu yang membuatnya berbeda. Siapa sangka bahwa pelanggar tata tertib ini juga merupakan peringkat paralel pertama di sekolahnya?

Just like the most famous English idiom, "never judge a book by its cover".

.

bab satu

minimarket

.

Cerita-cerita tentang Re dengan cepat sampai ke telinga Kai walaupun gadis itu baru masuk SMA Bina Indonesia sejak kemarin lusa.

Yang paling terkenal, selain cerita Re mengajak Bu Susi merokok, adalah cerita Re menyulut tawuran antarsekolah terbesar se-provinsi, sampai masuk koran dan diberitakan di televisi. Tapi katanya, nama baik SMA mereka berhasil diselamatkan karena orang tua Re membayar cukup ke pihak media. Kai jadi bertanya-tanya sebenarnya anak sultan dari mana Re ini.

A+Where stories live. Discover now