BAB 5 - Petunjuk Pertama

Start from the beginning
                                    

Waktu terus berlalu. Kini kamar mandi sudah bersih dan mengkilap. Mereka bertiga bekerja dengan sangat cepat. Ah, bukan, Eliza lah yang bekerja dengan cepat. Dia tidak ingin terus-terusan berada di kamar mandi cowok. Rasanya tidak nyaman.

"Sudah bersih, kita istirahat di kantin dulu yuk? Kakak belum ke kantin kan?" tanya Andri.

"Gue udah ke kantin tadi, tapi gue belum jajan," jawab Eliza.

"Ayo ke kantin aja." Andre meletakkan lap yang dipegangnya di salah satu rak kecil di kamar mandi.

Mereka bertiga-pun pergi ke kantin. Andri dan Andre mengajak Eliza ke kantin yang paling ujung. Kantin itu sedikit kurang bersih dibandingkan kantin-kantin lainnya namun, para anak laki-laki suka makan di sana karena makanannya lebih murah dibandingkan kantin yang lainnya.

Dinding-dinding kantin itu di cat dengan warna putih, namun warna itu kini sudah luntur. Tembok-temboknya juga sudah retak. Kursi-kursi di sana juga tampak terlihat tua. Namun itu malah menambah kesan kantin tersebut di hati para murid cowok. Kantin itu cukup besar, bahkan lebih besar dibanding kantin-kantin lainnya. Tentu saja, langganan hampir seluruh anak laki-laki di SMA State Lighting. Ada dua perempuan yang kelihatannya berusia tiga puluh lima tahunan, mungkin mereka adalah karyawan kantin. Di sana juga ada wanita paruh baya yang sepertinya pemilik kantin.

"Katanya, kantin ini adalah kantin yang sudah ada cukup lama di sekolah. Boleh dong, kita tanya-tanya," kata Andri. Dia duduk di salah satu kursi yang disediakan di kantin. Eliza menyusul duduk di sampingnya sedangkan Andre masih berdiri.

"Kakak mau beli apa?"

"Es teh aja," kata Eliza. Dia masih memperhatikan kantin itu. Dia tidak pernah makan di sana sebelumnya.

"Aku juga mau es teh, Ndre." Andri memerintahkan Andre untuk membeli es teh.

Andre mengisyaratkan iya dengan mengangguk. Kemudian dia mulai memesan es teh sedangkan Andri dan Eliza sudah duduk duluan bangku depan. Rencananya, Andri ingin bertanya-tanya soal pembunuhan sepuluh tahun lalu, boleh jadi ibu pemilik kantin ini tahu sedikit.

"Selamat siang Ibu Chan!" sapa Andri kepada wanita paruh baya yang sedang duduk di pojokan kantin sambil mengotak-atik ponselnya itu.

Wanita paruh baya itu sudah memiliki rambut putih. Beberapa keriput mulai tergores di wajahnya. Dia memakai baju tradisional, sama seperti yang dipakai oleh kebanyakan nenek-nenek yang sudah bercucu. Wanita itu cukup akrab dengan Andri dan Andre. Bahkan wanita itu sangat menyukai kedua anak kembar itu.

Wanita itu beranjak dari duduknya. Dia mendekati Andri dan duduk di hadapan Andri.

"Eh, nak Andri. Inikan jam pelajaran, kok kamu malah main kesini?" tanya Ibu kantin itu. Dia duduk di kursi depan Andri. Wanita itu melirik Eliza. "Eh ini Mi-Mirai?" gumam wanita itu dengan pelan. Tapi Eliza masih dapat mendengarnya.

"Apa? Mirai?" Eliza bingung dan mencoba memastikan apa yang Ibu kantin itu katakan.

"Ah bukan. Lupakan saja."

Mirai artinya masa depan dalam Bahasa Jepang. Eliza sedikit bingung pada ibu kantin ini. Apa dia tahu jika Eliza adalah manusia setengah Jepang? Lupakan saja. Eliza tidak terlalu memperhatikannya.

"Oh ya nak Andri, ada apa?" tanya ibu kantin itu.

"Ehmmm... Nggak apa-apa kok, Ibu Chan."

Kemudian Andre datang dengan membawa tiga es teh dalam nampan dengan kesusahan. Andri mentertawakan hal itu. Ekspresi Andre berubah menjadi kesal, kakaknya tidak mau membantunya. Ah, memang anak kembar selalu seperti itu. Eliza hanya tertawa kecil di dalam hati melihat tingkah Andri dan Andre.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now