°•48

274 14 1
                                    

Pertama-tama Rita memutuskan untuk berpencar dengan Jihan, di mana ia harus membawa Farel ke rumah sakit, sedangkan adiknya akan mencari keberadaan teman-temannya di sekitaran hutan. Di tengah-tengah kejadian waktu itu, mereka berempat pasti ketakutan untuk tidak mencari tempat teduh sebagai persembunyian sementara. Pasti-tidak pasti, Jihan memutuskan untuk menuju wilayah barat tempat yang paling redup oleh matahari alias lembap. Selain agar kulitnya tidak terbakar, Jihan juga ingin berkelana ke tempat-tempat baru.

Tak lama setelah mengitari hutan, Jihan menemukan pondok kecil, kumuh yang di sekitarannya seperti rawa lumut nan berair. Ia mencurigai tempat itu dan... Benar saja. Jihan memegangi dadanya karena lega karena dapat menemukan teman-temannya secepat ini. Ia mengetuk pintu kayu berlumut itu hingga Piko membukakan pintu—memeluk Jihan begitu saja seolah ia tidak pernah bertemu Jihan selama bertahun-tahun—tidak peduli dengan bau badan Jihan yang terbilang tidak sedap.

Puas memeluk pacar tercintanya, ia membalik badannya berniat membangunkan dua orang yang masih bercumbu bersama bunga tidur. Bahkan Jihan tidak percaya jika itu Amerio dan Ecrin. Mereka sedang berpelukan mesra. Sebelum Piko berteriak, Jihan buru-buru menepuk pundak pacarnya. Ia menggelengkan kepalanya dua kali sembari tersenyum geli.

"Jangan, mereka pasti capek banget tuh gelut sama dunia mimpi yang ngusir dari kediamannya sepanjang malam. Mending kita keluar aja. Bau di sini apek!" Jihan mengeluh sembari keluar dari pintu berengsel reyot itu bersama Piko, diikuti Bo yang sudah bangun pula.

"Gimana Farel? Udah ketemu? Maaf gue gak bisa bantu kalian." Bo merasa bersalah terlihat dari sorot matanya yang berubah sayu.

"Udah, sekarang Farel lagi di rumah sakit." Jihan mendorong pelan tangan Piko yang hendak merangkul tubuhnya.

"Kenapa?" Tanyanya heran.

"Gue bau ketek dan tubuh gue kedinginan, jangan pegang-pegang dulu. Badan meriang-badan meriang..." Jihan mengakhiri dengan bernyanyi mengikuti salah satu iklan jamu di siaran televisi kesayangannya.

"Apa? Farel udah ketemu?"

"Wutt! Nyai Blorong kalau mau dateng say hello dulu kek? Buat kaget aja." Ketus Piko terlihat sebal membuat Jihan tertawa receh.

"Udah puas lo peluk-pelukan sama ayang ebeb?" Jihan menggoda membuat wajah Ecrin seketika berubah seperti barusan saja direbus dalam kuali mendidih.

"Tuh rahang kalau ngomong enteng banget ya!" Ecrin menyangkal diikuti kedatangan Amerio dari belakang yang masih menguap lebar.

"Tidur gue nyenyak bang-" mata Amerio terbuka lebar ketika melihat senyuman Jihan yang khas sekali. Khas dengan sesuatu yang berbau godaan.

"Jelas nyenyak, kan anu lo nempel sama pantat Ecrin yang kempesnya ngalah-ngalahin balon air." Air muka Amerio mengering berubah menjadi semburat merah.

"Anu apa? Gue madep pinggir kok tidurnya!" Amerio ngotot sebagai pihak yang merasa terpojokkan. Sedangkan Ecrin diam saja karena semalaman juga ia bisa tertidur semenjak posisi Amerio yang memeluk dirinya seolah ia guling.

Tetapi Jihan tahu itu dusta dari raut wajah Ecrin yang menjawab segalanya, "Udahlah... Gak usah ngeyel. Gue ada sesuatu deh buat kalian berdua,"

Entah kenapa, firasat Amerio memburuk hingga Jihan menampilkan sesuatu yang membuat Amerio sampai terjungkal karena tersandung batu di belakangnya-saking gugupnya. Ia menatap tidak percaya pada tiap inci dari foto itu. Begitupula Ecrin yang semakin menunduk. Di sana tertera jelas bagaimana posisi mereka yang begitu romantis bak sepasang suami-istri.

"Bangsat! Hapus gak tuh?!"

"Woi! Sama wanita tu harus lembut kalau mau didengerin." Jihan menampilkan senyum centilnya dan bodo amat dengan Bo dan Piko yang hanya menjadi penonton. Gadis itu tertawa jahat meratapi wajah Amerio yang bete setengah mati.

The Most Wanted Vampire In HighschoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang