°•58

94 11 0
                                    

"A-aku sudah lebih sehat." Ucapnya ketika seorang perawat hendak memegangi lengannya. "Terima kasih." Kemudian perawat itupun tersenyum dan pergi.

"Farel?" Ucapnya ketika berhasil berdiri tegak menuju pintu keluar.

Kritt!

"Iya, ada apa?" Farel yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung menghampiri Ecrin.

"Di mana yang lain? Kok cuma lo yang jengukin gue?" Tanyanya dengan suara serak. Wajahnya sudah tidak sepucat kemarin. Ecrin mengerutkan dahinya dan memandang tidak suka.

"Di mana Amerio? Cowok bangsat itu harus dikasi pelajaran, gue hampir mati gara-gara dia." Ecrin mengepalkan tangannya.

"Tenang, Lo udah pasti sehat banget ntar malem ini dan diperkenankan keluar rumah sakit. Tapi Lo tetep harus istirahat. Papa gue bakal kasih lo apartmen Sampe Lo bisa beli tempat tinggal sendiri."

"Gak perlu, gue udah biasa sama kos gue." Ucapnya kemudian berjalan memeluk Farel. "Hangat banget, gua cinta Lo, Farel." Ecrin tersenyum cantik ketika melakukannya. Ia mengunci leher Farel dengan memeluk kemudian hendak mencium lelaki itu, namun Farel menutup mulut Ecrin. Gadis itu kemudian membuka matanya dan menjadi sangat sedih.

"Kenapa? Bukannya Lo dulu selalu maksa gue buat cinta sama Lo? Sekarang gue cinta sama Lo, kenapa ditolak?" Ucapnya begitu kecewa. Farel tersenyum sedikit pilu.

"Lo harus istirahat." Farel memegang pinggang Ecrin kemudian membaringkan gadis itu di kasur. Ecrin dengan kekecewaannya tetap memaksa untuk mencium Farel. Bahkan gadis itu mengelus pipi cowok itu. Farel terkejut, namun ia tetap membiarkan cewek yang pernah ia cintai ini melumat bibirnya walau tidak ingin membalasnya. Ia pastikan ini adalah terakhir kali gadis itu menyentuhnya. Ya, hanya hari ini. Farel membalas lumatan gadis itu. Mereka berciuman hingga napas mereka habis.

"Lo cinta kan sama gue?" Tanya Ecrin kemudian tangisnya pecah ketika Farel tak menatapnya sama sekali. Ecrin terus mengguncangkan bahu Farel berharap dan memaksa jawaban yang ia inginkan.
Farel memejamkan mata sebentar kemudian menangkap kedua tangan Ecrin untuk ia letakkan di pangkuan gadis itu sendiri.

"Udah telat Ecrin, gue ga bisa sama Lo." Farel menunduk tak berani menatap bola mata gadis itu. Telinganya sangat sensitif mendengar suara tangis Ecrin walaupun tak bersuara. Kilas balik perbuatannya yang selalu memaksa Ecrin untuk bersamanya kini malah menikamnya, malah menyakiti hatinya. Ia menyesal pernah melakukan hal itu pada gadis di hadapannya. Ia pun ikut menitikkan air mata, rasa sayang memang tak dapat dihilangkan, namun cintalah yang merubah pemikirannya kali ini, kenyataan bahwa ia lebih memilih Rita daripada Ecrin.

"Kok Lo nangis? Berarti Lo masih cinta ya sama gue? Jawab iya Farel, gue tahu Lo cinta cuma sama gue. Maaf dulu gue nolak, tapi gue sayang banget. Jangan tolak gue." Ecrin menangis sesendunya kemudian memeluk Farel seeratnya.

"Peluk gue semau Lo, sepuas Lo hari ini, karena mau gimanapun, cinta gue sama Rita adalah mutlak. Lo ga bisa paksa gue buat cinta lagi sama Lo, Ecrin." Farel membalas dengan erat pula pelukan Ecrin. Gadis itu nangis menjadi-jadi.

"Lo punya gue." Ecrin masih bersikeras.

"Bo mencintai Lo."

"Gue gak suka dia!"

"Gue gak suka Lo!"

°•°•°•°•°

"Klori, tolong beritahu kepada semua kru pesawat, siapkan senjata panah yang kita punya, dan panggil anak-anakku untuk membantuku!" Cornelius terus fokus pada pertempuran yang baru saja terjadi. Ia sedikit kewalahan dengan pesawat tempurnya, karena manusia tentu saja memiliki segala-galanya yang lebih bagus dan canggih di era modern.

"Baik." Jawabnya dan sebelum pergi, Cornelius memberikan perintah sekali lagi.

"Kita tidak mungkin untuk melawan mereka semua dalam satu kali pertempuran. Di tengah-tengah mereka melakukan penyerangan, kirim beberapa anak buah terbaikku untuk datang ke setiap pesawat manusia itu dan bunuh pilotnya. Bunuh semua yang ada di dalam pesawat gila itu!"

"Baik. Laksanakan!" Klori langsung melesat keluar dari pesawat. Kini ia berada di atas pesawat tempur Cornelius. Keistimewaan miliknya adalah dapat melompat sangat-sangat tinggi lalu dapat berjalan di udara. Kemampuan miliknya yang sangat istimewa membuat Cornelius tertarik untuk mengasahnya. Ia yakin membutuhkan Klori, dan inilah saatnya.

Klori terdiam sejenak untuk menelepati semua pasukan kerajaan untuk beberapa keluar sesuai dengan kemauan Cornelius. Tak semua vampir memiliki kemampuan yang sama seperti Klori, maka mereka butuh pesawat untuk backup menembus pesawat manusia secara diam-diam dan ia sendiri pun harus membantu untuk memberi jalan pada para vampir legendaris yang rata-rata berpengalaman dalam bertempur. Tepat 0,1 detik setelah telepati diucapkan, kira-kira 5 ribu vampir keluar dari persembunyian mereka. Pesawat tempur milik IOVD langsung menembak brutal ke segala arah di manapun vampir itu bertengger. Namun, tidak ada yang kena.

...

"Hei, Patricia. Sepertinya semua bawahanmu sangat terlihat tidak terdidik. Kau yakin mengerahkan mereka untuk melawan makhluk menjijikan, terlicik dan tersadis di muka bumi ini?" Ellios yang menyertai pertempuran pihak manusia sedang tertawa sangat receh. Ia mendekati telinga Patricia, "Bisakah aku memercayaimu?"

"Diamlah!" Patricia geram sendiri dan ia menarik tuas pesawatnya untuk berpindah posisi pertempuran menjadi baris pesawat yang pertama. Ia memegang mic-nya untuk menyampaikan sesuatu.

"KALIAN SUNGGUH TIDAK BERGUNA. VAMPIR ITU ADA SANGAT JELAS, KENAPA TIDAK KENA SEDIKIT PUN? SEKARANG, AKU INGIN PERTEMPURAN INI LANGSUNG SELESAI DENGAN MENEMBAKKAN PANAH BERSAMAAN RACUN BUATAN KITA!" Patricia berteriak sangat keras terbakar emosi karena ucapan Ellios barusan. Sedangkan cowok itu hanya tertawa renyah.

Manusia, hanya memikirkan tiga hal; HARTA, KEKUASAAN, DAN KEHEBATAN. Tiga hal yang tidak seharusnya mereka tekankan pada zaman seperti ini. Sebab, tiga hal itu akan membawa mereka semua dalam kematian. Bahkan mereka cepat sekali tersulut api hanya dengan diiming-imingi. Parah sekali, manusia seperti ini dalam wujud perempuan bagaimana bisa menjadi pemimpin. Bodoh. Ellios berucap dalam hati.

BRAK!!!

"Apa itu?" Penjaga awasi ada apa itu!" Patricia bersama para dokter ternama andalannya berusaha memasangkan serum mematikan bersama peluru. Jika berhasil kena, vampir itu akan langsung mati.

Beberapa menit kemudian, kira-kira 25 peluru sudah siap dengan racun, yang di pesawat lainnya juga sudah dilakukan hal yang sama. Patricia tersenyum puas. Ia memerintahkan agar semuanya terfokus pada peluru dan menembak semua vampir itu. Ketika hendak menembakkan peluru racun itu, kabin di hadapan Patricia sudah penyok tidak karuan. Ia menoleh ke arah tersebut. Seorang vampir berhasil menembus ke dalam pesawat dan menghalau penjagaan dengan sangat mudah.

"Manusia, kalian tidak akan pernah menang melawan vampir secara fisik. Aku mau lihat seberapa kuat kau melawan kami, Patricia." Ucap bawahan Cornelius.

"Hallo makhluk Najis, aku sudah mempersiapkan cairan kematian untukmu juga. Kita akan melihat kecanggihan melawan kekuatan supermu!"

"Aku menantangmu."

°•°•°•°•°•°

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now