°•30

324 17 0
                                    

"Tapi tunggu ... Pamanku bilang aku tidak bisa melihat mamalia itu. Kamu yakin mau ajak aku?" Tanya Rita yang kini tampak kecewa merasa tidak mampu membantu apapun.

"Makanya aku ada di sini, baru di omongin beberapa menit yang lalu udah lupa aja. Gimana sih?" Meri berenang ke daratan kemudian mencabut salah satu siripnya dan memberikannya pada Rita. Tampak pada bagian yang dicabut mengeluarkan darah.

Rita memang sedang haus dan bau darah Meri sangat-sangat menyengat—bisa dibilang jika dalam artian manusia baunya seperti panggangan kepiting asam manis berlapis mozarella kemudian dalam situasi kelaparan berat. Spontan Rita menutup hidungnya dan berlari menjauh. Di sana Meri sedang menampung darahnya pada kerang besar yang ia dapatkan di sekitar pantai.

"Ritaaa! Aku tahu kamu haus kan? Sini deh, aku memang keturunan hybrid tapi darahku benar-benar oranye seperti tidak ada campuran darah ayah. Sini!" Meri berbicara seperti biasa karena ia yakin sahabat barunya pasti bisa mendengar. Ia juga melambai-lambaikan tangannya.

"Aku tidak mau menyakitimu!" Rita masih berdiam diri—nengendalikan hawa nafsunya yang kelewatan. Vampir berkasta sepertinya memang seharusnya mampu menahan nafsu untuk tidak meminum darah hingga dua minggu, tetapi tetap saja jika disuguhi ia tidak akan tahan.

"Ini, ada di kerang. Wujudku udah jadi manusia kok!" Meri berusaha meyakinkan. Rita akhirnya menoleh dan berusaha jalan biasa saja walau kakinya tampak menapak pasir begitu kuat demi melampiaskan kekesalan diri sendiri karena gagal menahan nafsu.

Meri tersenyum kemudian menyodorkan kerang yang berisikan cairan oranye miliknya. Rita menerima dengan hati-hati dan meminumnya dengan rakus. Rupanya, hatinya memang kuat tetapi tubuhnya tidak bisa menahan. 

Hanya butuh lima kali teguk dan kerang itu kembali kosong, "Aku minta tolong isi kerang itu dengan pasir kemudian celupkan ke air laut hingga bersih tak bersisa. Jika ada yang tahu aku duyung, itu bisa berbahaya,"

"Kenapa? Kamu memberi tahu aku tanpa ada halangan,"

"Sebab aku punya takdir!" Meri lagi-lagi berkata itu seolah ia tidak bosan.

"Lakukan saja dan jangan banyak tanya supaya semuanya terungkap perlahan-lahan ...," Meri tersenyum diikuti Rita yang mulai menumpuk pasir di dalam kerang itu dan ketika hendak ke membasuhnya dengan air laut, gadis itu menahan bajunya, "dahagamu akan bertahan sekitar dua hari tanpa kamu akan merasakan nafsu walau disodori darah apapun."

"Terima kasih, Meri." Setelah nya Rita berjalan menuju mulut pantai dengan langkah ringan. Kelopak matanya yang semula seperti panda kini kian memudar berkat darah duyung itu.

"Udah, Meri! Ayo kita berangkat!"

....

"Aku punya kenalan, namanya Oceana. Dia ikan pari raksasa, umurnya sekitar sepuluh abad dan sekarang kita harus ketemu dia dulu supaya bisa menemukan Aleena," ucap Meri tanpa menoleh—terus melihat ke depan ketika warna air yang mereka arungi perlahan berubah menjadi hijau lumut yang semakin ke bawah, cahaya semakin memudar.

"Sepuluh abad?" Nada Rita seolah tidak percaya. Dia juga sepertinya tidak asing dengan nama itu, hanya saja lupa siapa yang pernah mengatakannya.

"Kamu kenal sama Crystal?"

"Oh, Crystal. Pantesan kayak pernah denger aja. Aku tahu anaknya tapi gatau kalau dia punya teman di laut gini."

"Dia bukan teman, Oceana itu leluhurnya Crystal," Jawab Meri kemudian menggenggam tangan Rita ketika melewati hamparan laut yang benar-benar gelap sampai mata seorang vampirpun tidak bisa menyerap cahaya sedikitpun.

"Ini ke mana?" Pertanyaan itu akhirnya terlontar setelah sekian lama tertahan.

"Sebentar lagi akan tampak cahaya yang sangat menyilaukan dan kamu akan terkejut melihat apa yang disebut keindahan bawah laut yang sebenarnya..."

Jawaban Meri menjadi percakapan terakhir mereka sebelum duyung itu menangkap salah satu Anglerfish kemudian mengarahkannya pada area sekitar yang keadaannya benar-benar gelap. Mereka terus menyelami dasar laut tanpa berhenti. Tiba-tiba seekor ikan besar menabrak mereka dan mendorong jauh sekali ke dasar laut.

"Huwaaaaa!!!" Meri berteriak sedangkan Rita menahan suaranya yang sungguh memekakkan jika harus keluar.

"Kau gila Meri! Kita akan ke mana? Kenapa keadaan laut setengah bergoncang?" Rita akhirnya berteriak histeris.

"Sebentar lagi sampai di dekat tempat tinggal Oceana!"

°•°•°•°•°

Jihan sedikit kesal ketika Riska malah bertindak mencurigakan dan bodohnya ia baru tersadar gadis itu melarikan diri ketika selesai memeluk Crystal. Sekarang malah dirinya yang harus menghadapi pertanyaan Cornelius seorang diri. Ini benar-benar membingungkan. Haruskah dijawab jujur? Atau sebaliknya raja vampir ini hanya berpura-pura tidak tahu namun sebenarnya sudah mengetahui semuanya.

"Lengan Riska—"

"Tangan aku hanya tergores dahan saja sedikit dan Rita—"

"Dia sedang ditahan oleh Ratu itu berkat menyelamatkan anak manusia yang katanya sahabat," Ascher mengucapkan semuanya seakan itu bukan rahasia lagi. Riska melotot sedangkan Jihan menunduk takut-takut.

"Anak ... Manusia?" Nada Cornelius terlihat tidak percaya. Ia menarik dagu Jihan—mengunci pandangan gadis itu hanya untuk dirinya. Beberapa detik kemudian ia beralih merangkul Riska.

"Bisakah kalian tidak menutupi segala sesuatu? Kita akan bekerja sama dan aku tidak akan mengganggu, kalian tenang saja ...,"

Riska, Jihan dan Crystal saling tatap kecuali Ascher yang tampak biasa-biasa saja. Mereka jadi bertanya-tanya apa benar yang dikatakan Raja Rezz itu sebuah kejujuran? Atau dia memang memiliki rencana tidak terduga yang tak pernah terpikirkan.

Tiba-tiba dari arah belakang muncul sejoli yang sangat Jihan kenali. Carolina beserta wajah murungnya dan Christopher dengan wajah santainya. Jihan dan Riska mendekati keduanya lantas saling berpelukan satu sama lain. Ya, keluarga Roust memiliki tradisi khusus, yaitu berpelukan, cium dan saling menebar kasih sayang.

"Apa kabar, sayang?" Christopher mengelus kepala Riska yang tingginya kini beda tipis sebab keponakannya menggunakan high heels yang sejenis dengan sepatu koboi.

"Aku baik saja, paman. Lalu bagaimana kerjaan kalian, karir juga kehidupan selama ini?"

"Baik-baik semuanya." Riska melepas pelukan dan beralih pada Carolina. Ia melakukan dan mengatakan hal yang serupa.

Carolina masih merasa tegang kemudian menyadari bahwa Rita sedang tidak bersama-sama. "Ke mana kakakmu, Jih?"

"Rita ditahan sama Ratu, mah!" Ascher berucap membuat Carolina seketika menoleh. Ditahan? Apa maksudnya?

"Kamu bilang apa, nak?" Carolina memastikan.

"Sudah, sudah. Jangan berkelahi dan jangan panik. Yang pertama, kita harus cari yang namanya Anemone. Dia ikan kecil sahabat dari Aleena, paus biru emerald itu. Kedua, jika misi pertama tidak berhasil kita harus menemui Oceana, leluhurku. Oceana bakal bantuin kasih beberapa informasi yang terkait. Bisa nunjukin tempatnya ataupun dia kasih petunjuk. Yang ketiga, kita harus ketemu sama duyung supaya bisa lihat pausnya!"

"Duyung? Keturunan Neptunus maksudnya? Kamu yakin masih ada?" Christopher yang terbiasa mengintrogasi kini meminta penjelasan secara detail.

Crystal mengangguk pasti, "Ada kok... Dia kenalan Oceana! Jadi, sekarang ayo kita ke laut lewat jalan rahasiaku. Tidak usah bawa apapun, bawa diri saja dan pastikan tidak ada yang berpisah!" Berikutnya, gadis itu menatap Riska membuat yang ditatap merasa bingung.

"Kakak engga boleh ikut karena sesuatu yang sangat penting. Aku bukan melarang tetapi ini menyangkut hidup dan mati kakak untuk sementara," ia menatap Cornelius," paman masih simpan kan batu berlian itu? Kalau enggak salah kemarin aku baca di kitab The Power Of Sea, batu asli bakal bersinar kalau disentuh sama Pausnya."

"Masih ada, nak. Jadi, apa yang mesti kita lakukan? Sebab kami memang tidak terlalu tahu banyak hal!" Jawab Cornelius kemudian mengedipkan sebelah matanya. Lelaki itu tersenyum jahil, "Mohon bantuannya yang Mulia," ia menunduk dan seisi ruangan mengikuti membuat Crystal salah tingkah.

"Jangan gitu jugaa... Aku gak enak!"

°•°•°•°•°

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now