°•44

257 14 0
                                    

Lelah melakukan perjalanan panjang, mereka akhirnya menemukan tempat yang pas untuk berteduh sebelum memutuskan untuk kembali ke hotel-memulihkan energi yang terkuras cukup banyak. Tempat yang dipilih Bo cukup terpencil meskipun keadaan gubuk cukup lembap. Bo dan Piko sudah tidur nyenyak sedari tadi terkecuali Amerio yang sibuk menjaga Ecrin di sampingnya. Sebenarnya jika Bo atau Piko yang di sebelahnya, ia mungkin sudah bersemayam dengan bunga tidur. Masalahnya ia tidur bersama cewek, dan itu terasa aneh sekaligus canggung. Jadilah sampai pukul dua dini hari ia masih melek.

"Eh?" Amerio tersentak dari tidur sekilasnya ketika merasakan pergerakan kecil yang berasal dari sebelah tubuhnya. Ya, itu Ecrin. Karena Piko sudah punya pacar, ia tidak mungkin harus menemani Ecrin. Bo juga tampaknya menghindar untuk beberapa alasan yang sangat terlihat dibuat-buat. Amerio tidak yakin jika cowok itu menggunakan alasan bahwa ia tidak merasa aman tidur di samping perempuan, padahal Ecrin ini asistennya.

"Lo jauhin kak Amerio, ish! Susah banget sih!" ternyata gadis itu mengigau. Mungkin mimpinya sedikit kurang mengesankan, sebab alisnya sempat menyatu seperti orang yang sedang kesal, namun beberapa detik kemudian gadis itu kembali melanjutkan prosesi ngoroknya. Amerio menahan tawa, ia baru tahu sisi lucu dari sosok cantik seantero sekolahan yang biasa mengorok selagi berpacaran dengan mimpi. Yaya, mustahil terdapat makhluk hidup yang lahir sempurna. Baiklah, tak ada yang perlu dipikirkan. Setidaknya ia hanya perlu memastikan Ecrin baik-baik saja.

Bukannya kembali mencoba tertidur, cowok itu justru tertarik untuk melakukan sesuatu pada Ecrin. Atas himbauan dari malaikat baik, Amerio mencoba mengelus-elus puncak kepala Ecrin beberapa kali. Diperhatikan dari dekat seperti sekarang, Ecrin terlihat benar-benar natural. Ia juga tahu bahwa gadis tomboi ini tidak suka menggunakan make up. Alisnya sudah tebal alami, tak perlu membeli pensil alis. Bibirnya merah ranum, tak butuh pewarna bibir. Rambutnya terlihat hitam, tetapi begitu terkena matahari maka terlihatlah ciri khas warna keemasan surainya. Pipinya seolah memakai perona pipi, padahal warna pink itu memang apa adanya.

Kali ini Ecrin beralih memeluk tubuh Amerio sangat erat, kakinya ditumpuk pada pinggangnya seolah itu adalah guling kesayangannya. Amerio sedikit gugup, pasalnya Ecrin benar-benar menempelkan seluruh tubuhnya pada Amerio, gadis itu tanpa sadar membuat pikirannya sedikit kacau.

Mampus dah.

Ketika hendak merapikan posisi Ecrin, Amerio sedikit tergelak ketika dara itu mencium leher belakangnya juga tangannya yang menelusup ke baju Amerio-mengelus perut cowok itu beberapa kali. Gadis itu bernapas teratur memicu debaran aneh pada dada Amerio.

"Rita... Kak Amerio, aku suka baunya. Aku kangen..." Setelah mengatakan hal itu, gadis itu melepaskan pelukannya dan malah beralih memeluk lengan Amerio. Ya, sangat jelas jika cowok itu menghela napas lega.

Suka? Kangen?

Bangunin ga, ya? Tapi kasihan sih... ~Amerio malah mengusap pipi bulat itu. Tangannya tiba-tiba terasa hangat.

"Eh? Kak, kalau ke mimpiku bilang-bilang dong. Ga enak tahu, pengennya lang...," cewek itu tertidur lagi.

Mimpi? Apa dia sering mimpiin gue?~ Amerio lagi-lagi berbicara dengan hatinya.

Amerio mendengus terheran-heran. Ia merogoh sebotol air mineral yang sempat diambil dari mobil trek entah sejak kapan ada. Ia menuangkan sedikit di telapak tangan lalu menyipratkan air itu sedikit ke wajah Ecrin.

Belum bangun.

"Sstt, bangun Ec. Ini minum dulu..." Amerio menepuk pipi itu dan tetap tidak bangun.

"Squishy," gemas, Amerio menarik pipi Ecrin membuat mata Ecrin membulat sempurna. Amerio tersenyum sengaja menatap gadis dengan tatapan menggoda. Entah nyali dari mana cowok itu melakukannya.

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now