°•17

528 33 2
                                    

♨️16++♨️

"Kenalin, ini sepupu gue. Namanya Riska dan Ascher." Rita memperkenalkan keduanya dan disambut baik-baik oleh Ecrin, Amerio dan Piko.

"Gue Ecrin, lo umur berapa?" Gadis itu mengulurkan tangannya pertama kali pada Ascher. Tampaknya ia berusaha memberikan senyum manis terbaiknya. Mungkin, jika Farel yang melihatnya, tanpa pikir dua kali bibirnya sudah pasti habis di sosor cowok itu. Sayangnya, ini adalah Ascher Frederick Roust. Anak kedua dari raja Cornelius yang berkarisma tinggi namun tingkat songongnya berada di level 100.

Asoy banget ya ampun! ~ batinnya sembari menatap Ascher diam-diam dari atas sampai bawah.

"Oh, Ascher." Jawab laki-laki itu seadanya, tanpa memandang Ecrin namun tetap menjaga etikat dengan membalas uluran tangan Ecrin. Anak itu malah sibuk melihat-lihat lukisan berbau fantasi yang menurutnya jauh lebih menarik dibanding wajah Ecrin saat ini.

Riska menepuk pundak Ecrin hingga gadis itu tersadar dari lamunannya. Riska tersenyum ramah walau ia sebenarnya tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Ecrin tanpa sengaja, karena gadis itu benar-benar mengatakan dalam hatinya dengan sangat nyaring bahwa Ascher sangat tampan melebihi Farel saat ini. Tentu saja Riska belum tahu siapa Farel itu.

Ecrin merasa terciduk lalu menatap Riska dan lagi-lagi harus terpana sesaat. Gadis di hadapannya. Ia serasa sedang memandang Dewi yang sangat cantik. "Ha-hai. Maaf gue ngabaiin lo. Nama gue Ecrin, senang bisa ketemu sama lo." Seperti yang tadi, ia mengulurkan tangannya dan langsung dibalas oleh Riska dengan semangat.

"Gue Riska. Hmm, lo coba senyum lebih lebar dikit. Gue suka sama lesung pipi khas lo. Lo manis banget!" Pujinya terang-terangan hingga Ecrin kini merasakan tubuhnya tidak di Pertiwi lagi melainkan di Surga. Ia pikir Riska sombong. Jujur, tanpa riasan sedikitpun gadis itu sangat menawan.
Ecrin benar-benar beruntung memiliki teman seperti Rita karena ia bisa melihat cogan dan cecan sekaligus.

"Elo pintar main pedang kan?" Ecrin bertanya beserta matanya yang menatap pedang di saku Riska. Yang ditanya mengangguk mantap.

"Iya. Ini pedang edisi limited yang dibuat nenek moyang gue ribuan tahun yang terus diperbaiki dan jadilah bagus seperti ini!" Riska menarik pedangnya hingga Ecrin seketika merinding hanya dengan melihat bagian pinggir yang sangat tajam serta bergerigi halus.

Ecrin bergeser lalu mendekati telinga Riska dan membisik sesuatu, "Itu adik lo atau kakak lo? Sekolah di mana? Umur lo sama adik lo juga berapa?"

Riska terkekeh. Ia sempat berpikir Ecrin memiliki selera cowok yang buruk dengan memilih adiknya. "Itu adik gue. Maklum gue kurang kalsium waktu emak ngandung makanya pendek banget. Gue umur delapan belas tahun dan adik gue baru tujuh belas tahun. Kenapa? Kepo ya?" Pertanyaan Riska yang langsung menembak sasaran membuat Ecrin salah tingkah. Pipinya sedikit merona lalu mengangguk.

Lagi-lagi ia membisik, "Itu keturunan Meksiko atau Amerika sih? Kayak campuran gitu deh. Kalian emang keluarga goals ya. Gak cewek gak cowok sama-sama maskot orang-orang bermuka bagus." Ucapan Ecrin menyambut selera humor Riska yang terbilang cukup rendah untuk kali ini. Gadis itu terkekeh untuk kedua kalinya.

Tanpa sadar mereka berbicara, ada dua orang di belakang Riska yang menatap mereka penasaran. Ecrin menaikkan salah satu alisnya ketika Amerio diam-diam memuji kecantikan dan pesona Riska dalam hati. Piko? Bagaimana bisa ia tidak membandingkan dengan Jihan? Bahkan ia ingin menarik kata-katanya dengan mengatakan bahwa Jihanlah cewek tercantik yang pernah ia temui. Yang nyatanya ternyata ada yang lebih bening.

Riska berbalik badan ketika menyadari perubahan pada ekspresi Ecrin secara tiba-tiba. Di sana ada dua cowok belang yang bermimik seperti kucing kurang perhatian dan minta dibelai. Riska tersenyum kemudian mengulurkan tangannya lagi pada keduanya yang langsung disambut dengan rabutan—dimenangkan oleh Amerio.

"Nama gue Amerio," giliran Piko, "Gue Piko, pacarnya Jihan penggemarnya Lo!" Seketika kepalanya diembat oleh Amerio. Cowok itu meringis ketika lehernya sakit.

"Gue Alexandra Riska, umur gue delapan belas tahun. Salam kenal teman-teman. Kalian cukup tampan, melebihi Taehyung di BTS dan Jungkook di BTS." Jawaban Riska mengundang perhatian Rita dan Ecrin.

"Kapan lo tahu nama kedua suami gue?" Tanya Rita lewat telepati.

"Tahulah! Jihan yang ngasih tahu! Dia kasih gue ponsel lalu kasih lihat gue tujuh cowok raja langit ketujuh yang langsung buat gue pingsan. Eh ya, Taehyung itu Suami sah aku, kok kamu rebut sih?" Tanya Riska balik.

"Anjir—"

"Ta, lo kesurupan ya lihatin Riska segitunya kayak dia mangsa yang mau dilahap aja?" Ecrin melambaikan tangannya tepat di muka sahabatnya agar gadis itu memperhatikan dirinya.

"Enggak! Cuma lagi adu kedip aja. Kali aja gue bisa lihat kutang dia!"

"Apa sih Lo!" Ecrin menepuk pundak Rita.

°•°•°•°•°

"Gue gak pernah tahu lo itu vampir. Gue pernah denger juga kalau jati diri vampir engga boleh sampai diketahui oleh manusia? Bener kan?—mhh!" Farel berusaha mencari celah untuk berbicara walau ia sedang sibuk mengulum bibir Jihan. Rasanya tidak bisa berhenti dan tidak bisa melewatkan setiap inci dari gadis itu.

"Iya. Dan Lo sekarang udah tahu gue. Ketika lo nyebar, terpaksa banget gue mesti bunuh Lo!" Ungkap Jihan masih mengalungkan tangannya dan terkadang meremas rambut Farel karena geregetan. Sebentar lagi, sebentar lagi hausnya akan sirna sebentar saja.

"Gue boleh?" Tanyanya dengan tangan yang mulai ingin memasuki baju Jihan. Kini kedua tangannya berada di ambang baju gadis itu.

"Ya! Nikmati aja dulu! Cuma satu kali, cuma satu kali lo bisa nikmati badan gue!" Jawaban Jihan memancing satu pertanyaan di benak Farel.

"Lo ... Belum pernah bersentuhan sama Piko?" Tanyanya langsung karena benar-benar penasaran. Jihan melepaskan tangannya dan beralih meraba leher Farel. Cowok itu memejamkan mata. Jihan tersenyum jail lalu menelusuri leher Farel perlahan.

"Piko engga pernah berani nyentuh gue. Padahal gue pengen! Ahaha!" Jihan menjawab memberi tahu hal itu tanpa rasa takut sedikitpun. Kini tubuhnya sedikit relaks. Satu hal yang perlu kalian tahu bahwa vampir memiliki birahi yang tinggi.

Farel terkekeh, "Lo manis. Gue suka." Farel meraba punggung Jihan lalu pindah ke perut Jihan yang lurus tanpa lemak. Kulitnya yang halus membuat Farel benar-benar tergoda. Lelaki itu terus meraba pahatan tubuh sempurna Jihan, hingga gadis itu sedikit berjingkat sembari memejamkan mata. Farel semakin menarik ke dalam pelukannya. Sangat menenangkan, itu yang Jihan rasakan. Ia malah jadi berpikir jika Ecrin, gadis bodoh yang menyia-nyiakan cowok sebagus ini.

"Lo, bener-bener iblis tukang godain gue!" Jihan berujar lalu kembali berpangutan dengan Farel tanpa mau melepaskannya. Kini, posisi Farel berada di atasnya dengan tubuhnya yang tertidur.

"Lo masih pacar sahabat gue. Gue gak mau ambil sesuatunya tanpa setahu dia. Silahkan lo bisa dorong gue waktu Lo mau berhenti. Kalau lo mau minum darah gue juga boleh asal jangan bunuh gue." Farel berucap ditengah-tengah adengan panasnya.

"Tenang, gue bakal kasih kode biar berhenti!" Kali ini Jihan mengangkat pakaian Farel kemudian membuat cowok itu telanjang dada. Farel tercekat ketika tangan Jihan mulai menelusuri tubuh bagian atasnya. Sementara seperti itu, ia mencium bibir Jihan lalu berpindah ke Pipi dan berakhir di leher Jihan.

"O-oke. Cukup!" Jihan segera bangkit dari pangkuan Farel lalu memojokkan diri.

"L-lo gak apa-apa?" Tanya Farel sembari duduk di tengah ruangan. Berusaha melilit lukanya dengan baju miliknya.

"Gue butuh darah lo sedikit aja." Jihan mendekat dan meraih tangan Farel lalu meremasnya pelan hingga darah itu mengalir lumayan deras. Farel berusaha menahan rasa sakit luar biasa dari lukanya.

Brak!

"Wow!"

°•°•°•°•°

TBC!

Sorry late. Habis keluar kota. Ikuti terus ya. Emang lagi adengan panas. Jangan berpikiran negatif apalagi mau meninggalkan cerita ini! Ada saatnya kalian nangis dan baper nantinya.

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now