°•21

439 24 17
                                    

"Maaf saya baru datang. Saya baru selesai dari membereskan diri." Amerio, Piko dan Ecrin menghentikan aktivitas mereka lalu menoleh ke arah sumber suara. Itu adalah Bo, Pria itu tersenyum lalu hendak duduk di meja lain.

"Eh, mau ke mana lo?" Tanya Ecrin ketika ia baru saja melangkah. Jemari gadis itu kini melingkar di pergelangan tangan Bo.

"Sa-"

"Gue! Bukan saya! Lo bego ya? Gue gak pernah punya asisten yang gak ngikutin apa kemauan gue!" Ecrin membanting punggungnya ke kursi dengan tangan bersidekap.

Bo menggaruk belakang kepalanya, "A-ada apa? Kenapa gu-gue ditahan?" Tanya Bo tersendat-sendat.

"Yang lancar. Lo itu bukan asisten, tapi sahabat gue. Ya, walau dulu lo itu selalu kerja di belakang meja dan jarang banget lihat gue. Lo harus membiasakan mulai sekarang bahwa gue gak suka formalitas. So, gue-lo lebih baik!" Cetus Ecrin membuat Bo semakin tidak nyaman dengan kedua cowok di dekatnya juga walau sebenarnya Amerio dan Piko sama sekali tidak peduli.

"Oke, lo harus duduk di sini terus pesen minuman atau makanan yang lo mau. Gue mau bicara juga sama lo sekalian." Ecrin mendorong Piko yang kelewat fokus dengan game di ponselnya hingga jatuh. Ajaib, cowok itu tidak marah sama sekali melainkan bangun begitu saja dan mencari tempat duduk yang lain.

"Kenapa? Ke mana Rita, mas Farel—" ucapan Bo terpotong kala Ecrin tiba-tiba memukul pundaknya dan tertawa cukup nyaring.

"Lo panggil Farel dengan sebutan mas?" Ucapnya tidak percaya. Sedangkan Bo salah tingkah karena salah bicara atau .... karena Ecrin terlihat sangat cantik waktu tertawa seperti itu. Eh?

"Dia akan anak Bos Melvin. Gue gak enak aja kayak gitu," jawab Bo semakin tidak enak ditambah beberapa orang yang menoleh ke arah mereka berdua—lagi-lagi senyam-senyum tidak jelas.

"Udah, udah. Mending kalau di depan gue lo sebut dia langsung pake nama aja. Jangan buat gue gak bisa jaim lagi di depan banyak orang kayak tadi." Ecrin masih dengan senyum lebarnya.

"Oke, mereka bertiga temen-temen lo pada ke mana?"

Ajaib bin magis ekspres Ecrin seketika menjadi cemas sekaligus seperti orang yang ingin menangis, "Farel dalam bahaya, Bo. Gue gak tahu harus bilang apa sama tuan Melvin sekarang. Gue gak bisa tanggung jawab sama anaknya dan malah buat dia hilang. Sekarang engga tahu dia di mana, Rita sama Jihan lagi nyari sama dua saudaranya. Gue panik, bener, gue panik." Keluh Ecrin lalu memeluk Bo dan menumpahkan tangisnya di pundak cowok itu. Tanpa ragu ia mengelus rambut Ecrin bermaksud menenangkan gadis itu.

"Jangan nangis, kita cari solusinya sama-sama." Jawaban asisten pribadinya membuat sudut bibir Ecrin tertarik walau tidak selebar biasanya.

Tiba-tiba siluet laki-laki menutupi cahaya swastamita yang menarik perhatian Ecrin dan Bo yang sedang berpelukan. Orang itu tersenyum ramah kemudian mengulurkan tangan begitu saja. Rambutnya berwarna cokelat dan irisnya berwarna hijau lumut sempat menghipnotis Ecrin sekian detik.

Bo membalas jabatan tangan orang itu, "Hallo, Ada kepentingan apa bertemu dengan kami?" Bo sangat jarang bersikap ramah terkecuali pada orang-orang yang memang sudah dikenal olehnya. Kenapa bukan Ecrin yang menerimanya? Itu sebagai antipati terhadap bahaya yang akan timbul karena menerima jabatan orang secara sembarangan. Bu menggunakan sarung tangan yang senada dengan warna kulitnya dan memang dirancang setipis mungkin agar orang-orang tidak mencurigai keberadaan sarung tangan khusus itu.

"Saya Markson dan saya bisa bantu kalian mencari salah satu teman kalian yang hilang. Dia perempuan bukan? Dia dalam bahaya di hutan para serigala. Saya yakin sekarang dia berada di bawah kekuasaan ratu."

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now