°•15

532 38 16
                                    

"Riska, Ascher!!" Rita berteriak hingga membuat seluruh penghuni istana Rezz heboh. Beberapa dari mereka mencoba menghampiri gadis itu untuk bertanya apa yang terjadi, tetapi Rita tak mengindahkannya.

Ia lalu menelusuri seisi istana mulai dari perpustakaan, hall untuk latihan bertarung dan sebagainya, kemudian taman belakang yang berisi mawar putih, hitam dan merah, ruangan pengorbanan juga penyimpanan stok darah. Nihil. Ia tidak menemukan satupun keluarganya yang berada di luar ruangan. Rita tidak enak jika harus mengetuk pintu ruangan pamannya, karena ia yakin Cornelius sedang sibuk. Akhirnya ia melangkah menuju tempat semula, yakni depan pintu besar dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ketika hendak melangkah, suara berat menyapanya dari belakang. Rita tersenyum lega membalik badannya.

Cornelius berjalan dengan langkah gagahnya. Walau sudah berumur lebih dari satu abad, tampaknya lelaki itu sama sekali tidak memiliki keriput. Ia masih segarnya seperti pria berumur tiga puluh tahun. Pemimpin kerajaan itu langsung memeluk dan tersenyum hangat menyambut kehadiran keponakannya.

"Sudah ada duapuluh tahun kau tidak berkunjung. Kami sangat merindukanmu ...," Cornelius berkata demikian membuat Rita mengecup pipinya sekilas.

"Aku di sini... Dua puluh tahun yang berasa dua hari." Jawab Rita sekenanya. Umur 17 tahun hanya samaran saja, aslinya ia sudah berusia dua ratus tahun dengan tubuh seorang remaja cantik.

Walau Rita tersenyum Cornelius masih dapat melihat raut khawatir gadis kesayangannya itu. Lantas ia bertanya, "Ada apa denganmu? Kenapa kau seperti khawatir sekali?" Jika Cornelius mau, ia bisa saja membaca pikiran Rita. Tetapi sepertinya itu tidak perlu jika gadis itu masih bisa menceritakannya.

"Riska, Force ke mana? Rita butuh mereka. Jihan dalam bahaya." Rita berkata jujur dibalas picingan mata oleh pemimpin kerajaan tertua vampir itu.

"Ada apa? Setahuku dua anak itu sedang pergi ke dunia manusia. Riska berburu dan Force bersamanya. Perlu kupanggilkan?"

"Kurasa iya, paman."

Fuittt!!

Seketika datang dua orang dengan setelan baju manusia beserta sarung tangan dan masker. Mereka menunduk memberi hormat pada Cornelius.

"Panggil kedua anakku dan cepatlah kembali!"

"Baik!"

Dan, keduanya menghilang seperti diterpa angin yang sangat kencang.

°•°•°•°•°

"Bangsat! Gue gak suka ditangkap sama orang jelek macam biawak Amazon kayak kalian! Tampangnya aja punya taring tapi aslinya kayak ongol-ongol rebus!" Jihan terus mengoceh segala hal yang sama sekali tidak berguna. Mulai dari mengumpat hingga merancau yang aneh-aneh tanpa lelah. Ia memang tidak memberontak karena pikirnya itu tidak berguna selama jelmaan binatang yang menangkapnya sekarang jauh lebih kuat kekuatannya.

Beberapa serigala itu membawa Ecrin menuju sel penjara yang ternyata jauh lebih menyeramkan serta gelap. Tentu berbeda dari penjara Farel yang terlihat seperti kamar VVIP. Jihan geram lalu perlahan memanjangkan cakarnya hingga matanya memerah darah tanda marah. Ia vampir, tapi sangat benci gelap.

Entah kekuatan dari mana tubuhnya pulih, dalam sekali hentakan tangan, dua serigala itu terjerungkup ke belakang. Namun, tidak semudah itu ketika sebuah aliran listrik bertegangan cukup besar menyentuh kulitnya secara tiba-tiba. Jelas Jihan pingsan.

"Kau sempat membawanya?" Tanya salah satu kawanan yang terjatuh.

"Iya. Karena aku tahu bahwa makhluk menjijikan ini pasti cepat pulih."

"Jadi, kita letakkan di mana dia?"

Bugh!

"Ya di sinilah! Emang mau di mana lagi? Di kamar ratu? Sono, biar di makan bulat-bulat macam tahu bulat kau!"

The Most Wanted Vampire In HighschoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang