°•39

275 16 0
                                    

"Nah, tuh bisa lo bawa?" Piko menaikkan dagunya sambil menatap Amerio yang masih merengut tidak terima setelah sebelumnya dipaksa oleh adik kelasnya itu untuk mengemudikan mobil perang.

"Ya, dan setelah ini kalo ada serigala, lo yang bakal hadepin, gue ada di belakang lo!"

"Ck, serius banget sih! Lo PMS ya?" Piko menebar seringai terbaiknya tak lupa membubuhi kekesalan Amerio dengan alis yang dinaik-turunkan.

"Itu, kayaknya Bo gak jauh dari kita! Dan ...," Amerio memutar kemudi ke kanan—mendapati sebuah rumah megah lantai tiga bernuansa hitam putih dan di gerbang besarnya tertulis Griquett. Piko sampai menelan air liur ketika melihat sepuluh serigala bolak-balik jalan di sekitaran pintu besar tersebut.

Tanpa membuka sepatah kata lagi, keduanya bergegas untuk turun dari mobil kemudian menghampiri belakang pohon Ara besar terdekat untuk sembunyi. Piko juga ikut turun lalu membuka mulutnya lebar-lebar hanya untuk menguap. Maklum, sudah pukul 1 malam. Tiba-tiba ponsel Amerio bergetar menampilkan foto wanita dengan kerutan di mana-mana, namun tetap cantik di layarnya. Bukannya langsung diangkat, ia malah tampak berpikir untuk tidak menyambut telepon itu untuk sementara. Keadaannya genting dan ketika Yaya menelponnya adalah suatu hal wajar, sudah hampir seminggu anaknya tidak pulang-pulang. Orang tua mana yang tidak khawatir?

"Durhaka, jahanam, somplak, anjing, durjana lo ga angkat telepon Mak lo! Dia khawatir tingkat dewa eh dikacangin,"

Oke, Amerio ingin sekali melempar adik kelasnya ini menuju ke Bimasakti untuk bertemu Black hole saja sekalian. Supaya ditelan, ga balik-balik lagi dan berhenti merusuhinya.

"Bacot Lo ditahan dikit sebelum gue sumpel sama bogem gue!" Balasnya tanpa menatap Piko, ia sibuk

"Kita ke kanan aja, serem istananya. Feeling gue bilang jangan masuk!" Piko terus merengek untuk menghentikan niat temannya yang terbilang gila untuk memasuki gerbang besar bertulisan Griquett. Yang bisa menghentikan rengekan Piko saat ini hanya Jihan atau permintaannya dituruti.

"Bego! Kita kan tujuannya nyari Ecrin, Lo gimana sih?" Tanya Amerio yang sebal dengan tingkah sahabatnya sendiri. Ia bahkan tak segan-segan memukul kepala cowok itu.

"Ga percaya banget sih Lo, ah!" Piko malah merajuk dan pergi begitu saja membuat Amerio kini bingung. Sudah satu jam mereka seperti orang labil yang kebingungan harus masuk istana atau tidak.

"Gue masuk sendiri aja," ucapnya ketika melihat pintu yang lain—tanpa seekor serigala satupun. Seketika lengannya ditahan diikuti tatapan memelas cowok di belakangnya seakan berkata 'jangan tinggalin aku di tengah hutan.'

"Gue tetep masuk, Lo ga ikut gue ga masalah!" Amerio menepis tangan Piko lalu mendorong pintu belakang istana pelan-pelan.

"Ya udah terserah, aku ikut kamu aja!" Ia berlari lebay sembari menaikkan tangannya meminta ditunggui.

°°°°

"Hei, ke sini aja Chris!"

"Kamu yakin? Perasaanku bilang pintunya di kanan!"

"Tapi logikaku bilang pintunya di tengah!"

"Ya udah mencar aja—"

Christopher mendelik.

"Gak ada, nanti kalau kamu ilang aku berabe!"

"Lo kira gue anak kecil?" Carolina nyolot.

"Cewek nakal, pasti mau cari suami baru ya?"

"Kamu ngomong apa sih?"

"Kan banyak serigala jantan di sini? Kali aja mau adopsi salah satu—"

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now