°•5

1.2K 51 8
                                    

Rita bersama Amerio juga Jihan bersama Piko. Mereka menyusuri luasnya taman untuk menuju ke kamar dipandu oleh petugas hotel. Benar-benar menakjubkan sekaligus sangat menawan ketika disekitaran ada banyak sekali taman dengan tema yang berbeda-beda.
Contohnya saja jika kita memiliki pasangan, bisa menuju ke taman yang berisi rumput berwarna merah. Di sana sudah disediakan tempat sekaligus tombol merah besar guna memanggil pelayan.

Sangat unik hingga tak terasa petugas hotel itu mengarahkan mereka pada sebuah pintu besar. Begitu pintu terbuka, segera mereka masuk dan petugas hotel itu pamit setelah memberikan kunci untuk beberapa ruangan. Semuanya masih menutup mulut hingga Rita membuka kamarnya dan Jihan menyerobot masuk begitu saja. Tujuannya adalah kasur. Ia langsung melompat di sana seakan itu adalah tempat tidur miliknya. Rita memberengut kesal.

"Huah! Akhirnya sampai! Kasur hotel, mengapa engkau memiliki sensasi yang berbeda?" Jihan bergumam dan terlihat sangat asyik memeluk bantal beludru tanpa peduli tatapan pemiliknya seperti apa.

"Eet! Kamar lo ga di sini ya!" Usir Rita terang-terangan meraih kerah baju Jihan berupaya membuat adiknya itu menyingkir dari kasurnya. Namun, Jihan tidak peduli.

"Kak, Lo sejak kapan jadi orang kaya ga ngajak-ngajak gue?" Cetus Jihan yang masih memeluk bantal itu tanpa ingin melepaskannya. Ia sedang berada di surga di mana empuknya bantal menyatu dengan tubuhnya yang sedikit kelelahan. Sebenarnya bukan lelah tetapi malas gerak.

"Amerio, barang-barang gue mana?" Tanya Rita tepat ketika Amerio memasuki ruangan. Ia hanya melihat lelaki itu membawa satu koper besar yang tak lain miliknya sendiri.

"Lha, ngapain tanya ke gue? Ambil gih di bawah. Tanya sama resepsionisnya!" Jawab Amerio sewot. Ritapun tak mau kalah. Ia masih kesal kala Amerio lancang tanpa izin mendaftarkannya. Agar setimpal ia ingin kakelnya itu menuruti permintaannya. Sementara keduanya perang mata, tanpa Amerio sadari Jihan merangkak ke dekat koper miliknya dan perlahan membuka ritselting. Entah apalah eksperimen yang ia lakukan terhadap tas itu. Letak tas yang berhimpitan dengan ujung kasur membuatnya mudah tanpa harus ketahuan karena sang pemilik membelakangi kopernya sendiri.

"Oke, Lo ga mau bantuin gue, jangan harap gue mau gladi bentar lagi!" Ketus Rita sebal. Jadilah kedua insan itu saling lempar tatapan tajam. Perang itu terjadi beberapa detik hingga akhirnya Amerio yang memutuskan kontak matanya. Ia berjalan menuju telepon lalu menelepon resepsionis agar membawakan barang-barang Rita.

"Barang-barang lo yang mana aja?" Tanya Amerio begitu telepon tersambung oleh sang resepsionis.

"Koper warna hijau dan tas besar warna hitam. Pastiin barangnya utuh karena gue naruh speaker di sana!" Tutur Rita lalu turut dibeokan oleh Amerio.

"Baik, terima kasih mbak cantik, have a nice day!" Seketika Rita tersenyum kecut saat melihat Amerio mengucapkan sebuah kata yang baginya sedikit menggelikan.

"Apa Lo? Jaga tuh lirikan mata. Baru bilang cantik, belum aja seksi-"

"Aaaa!"

Amerio, Rita begitupun dengan Piko yang boro-boro masuk ke kamar karena terkejut akan lengkingan Jihan langsung melihat apa yang terjadi. Enam mata itu sukses membulat penuh tak terkecuali Jihan. Sebuah bungkus kecil namun memiliki konotasi yang sedikit mengesankan.

"L-lo ngapain bawa kondom anying? Gue juga tahu kalau lo berdua bakal sekamar tapi ga perlu mendahului gue gini juga kali!" Jihan berkata dengan nada mengeluh yang sungguh dibuat-buat. Gadis itu juga mengangkat bungkus kondom utuh itu hanya dengan dua jari.

"Gu-gue ga pernah beli ataupun pegang benda itu sebelumnya! Lo juga ngapain sih lancang bener bongkar-bongkar tas gue?!" Amerio panik sendiri sekaligus marah besar. Hal yang paling dibencinya selain laba-laba adalah bagaimana seseorang membuka-buka barangnya tanpa izin.

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now