°•22

410 27 6
                                    

"Rita! Lo nekat banget sih! Ayo pergi, Rit!" Riska terus meneriaki pikiran sepupunya. Tetapi Rita tetaplah Rita, seperti yang Riska kenal sejak dulu, tipe gadis yang keras kepala.

Bukannya lari atau mencoba menghindar, gadis itu malah Mannequin Challenge di depan pintu kamar tanpa peduli dengan teriakan sepupunya—malah membiarkan dirinya ditangkap oleh dua serigala bertubuh besar. Riska dengan tubuhnya yang terluka parah sampai menitikkan air matanya—memohon pada Rita agar gadis itu mengikuti langkahnya.

Gue engga boleh ketangkap atau gue gak akan bisa bantu nyelamatin yang lain. ~ batin Riska yang tentu saja dibaca oleh Rita.

Orang yang dipikirkan malah tersenyum manis hingga Adele menendang perutnya lalu menampar muka Rita tanpa peduli dengan tatapan mengerikan Riska. Tiba-tiba Adele menyuruh lima serigala untuk mendekati Riska yang berada di sudut ruangan dekat ventilasi udara. Sebelum tertangkap dan sebelum mereka mengikutinya, dara bertubuh tiang itu segera melesat hingga seperti mengalahkan cepatnya angin. Keistimewaan asli Riska yang bukan turunan, dia bisa menyamarkan tubuh hingga berlari hampir tak kelihatan dan hampir tak bersuara.

"Tidak usah dikejar! Anak ini akan menjadi ancaman hingga mereka semua mengembalikan suamiku!" Adele berucap demikian yang lantas diikuti sepuluh serigala yang tersisa—termasuk yang luka-luka. Ia sama sekali tidak peduli pada pengikutnya yang sempat ambil andil untuk menolongnya, padahal mereka ada yang hampir mati karena terluka parah.

"Pengawal bego!"

Blam!

°•°•°•°•°

"Jihannn!!" Teriak Ecrin disusul oleh kecepatan lari Piko yang terbilang mengalahkan cetah kalau adu lari. Saking rindunya, saking nestapa batinnya tanpa kehadiran tambatan hati di sisinya.

Tanpa perlu aba-aba, Jihan sudah melebarkan tangannya dan Piko langsung meraih kehangatan itu seolah-olah pernah diambil orang saja. Saking kangennya, Jihan sampai menegakkan tubuhnya dan berusaha tidak berubah ganas karena ingin mencekik pacarnya sendiri yang sudah membuat ruang bergeraknya habis.

Merasa Jihan diam saja dan tidak membalas pelukannya, cowok itu lantas melepaskan gadis kesayangannya lalu menepuk pipi Jihan dan menelusuri tubuh Jihan dengan netra besarnya—bermaksud memeriksa keadaan apa ada yang terluka. Jihan tahu hal itu tetapi dia tidak suka ketika Piko tidak sengaja menatap belahan dadanya terlalu dalam.

Plak!

"Duh! Sakit, yang!" Piko mengumpat ketika Jihan memukul pundaknya pelan tetapi tentu terasa pukulan sedang terhadap pacarnya.

Jihan tertawa renyah melihat Piko yang ngambek. Tiba-tiba cowok itu menghadap ke belakang, "Salah sendiri punya tete kebesaran!" Gumamnya sekecil mungkin tetapi terdengar menggema sangat besar di kuping kecil Jihan.

Gadis itu melotot lalu membalik badan Piko di mana cowok itu memejamkan netranya sembari memanyunkan bibir seperti mau dicium. Jihan menaikkan manik matanya dan memicing jahil. Perlahan-lahan ia mendekati mulutnya dan benar instingnya, Piko pasti mengintip. Dekat.... Semakin dekat.. dekat.. semakin dekat.

Plup!

"Emmmm!!" Piko mengelus-elus rambut Jihan dengan sangat hati-hati berupaya membuat gadis itu nyaman—berupaya membuat gadis itu melepaskan tangannya yang menjepit bibir lebarnya. Kan kasihan kalau engga seksi lagi dan malah berubah jadi mulut kunyuk. Kaga lucu!

"Tadi elo bilang apa?" Jihan berujar tanpa memberi ampun, dia berjalan ke depan diikuti Piko dengan posisi bibirnya yang masih sama. Semakin ke belakang, ke bekalang, Srot! GEDEBUK! Engga jatuh, cuma kesandung kerikil segede buah mangga. Dan ..., Mentok di pohon Pinus yang kokoh.

"Tete gue besar? Eh, gue suka makan pisang lho dan selalu minum susu. Makanya selalu bawa susu ke mana-mana supaya engga perlu beli di minimarket. Gimana menirutmu?" Jihan berujar dengan santai.

Di belakangnya ada Amerio yang menutup mulutnya dengan alis bertautan, "Ih, cowok gue direbut!" Ucapnya dengan lebay dan langsung mendapat jotos dari Farel.

"Huwih, tetenya dibawa ke mana-mana. Gue juga punyah! Tapi teposh! Gimana atuh?" Farel malah ikut menambahkan yang lalu disudet keteknya oleh Ecrin.

"Yoyola! Kalian macam gorila kasmaran!" Ecrin memutar balik badannya dan memutuskan untuk mendekati Ascher yang berdiam diri di atas pohon. Caranya? Tentu saja memanjat. Butuh waktu satu abad? Engga, cuma 30 detik.

"Lo ... Bisa manjat?" Ascher menaikkan satu alisnya dan menatap Ecrin tanpa ekspresi. Gadis itu terkekeh. Tidak bisa? Wah, lucu. Asosiasi penyelidikan tidak mampu? Iya, iya. Cowok ganteng ini kan belom tahu.

"Gue asosiasi pemburu vampir dengan kemampuan mata-mata gue." Ecrin berbicara dengan lancar tak menyadari bahwa Ascher sempat melebarkan matanya kurang dari tiga detik. Ia menjadi tertarik tetapi mesti menjaga mulutnya juga supaya tidak terjadi kesalahan.

Rita ... Bunuh diri? Tiba-tiba ide buruk yang menurutnya baik terlintas di pikirannya. Habis kasus ini selesai, ia akan mengerjai Rita dan Jihan. Membalaskan beberapa dendamnya dengan cara yang sungguh praktis. Kepo ya? Kepo dong!

"Jadi ... Udah berapa lama?" Ascher kali ini menatap Ecrin kalem dengan mata biru khasnya yang cantik.

"Baru satu tahun sejak gue duduk di kelas sepuluh. Kalau lo? Lo kerja apa?" Tanya Ecrin balik. Di saat gadis itu berpikir bahwa Ascher dengan otot mekar di mana-mana bekerja sebagai Petinju atau apapun, cowok di sampingnya malah menyunggingkan bibir sekilas. Hanya butuh waktu lima detik untuk mengada-ngada omongan.

Kerja? Sekolah aja gak niat.~batin Ascher yang ternyata terbaca oleh Jihan.

"Emang lo gak pernah niat sekolah dan lo gak pantes ngomong sama orang hebat kayak Ecrin!" Jihan spontan berkata yang langsung dibalas gertakan gigi oleh Ascher, namun langsung calm down mengingat ada pemburu vampir tepat di sebelahnya. Ia tidak mau mati muda. Umurnya masih 200 tahun pas, belum waktunya untuk mati.

"Jihan! Lo ngomong apa sih?" Ecrin malah membela cowok yang menurut Jihan rese itu. Separah-parahnya Farel, cewek itu akan tetap memihak pada lelaki itu daripada harus merestui kakak kesayangannya dengan Ascher. Bisa-bisa dia bakal emosian setiap hari demi melindungi hak Ecrin dari pelakat 'Babu' yang dicetuskan oleh Ascher.

Riska tiba-tiba datang. Farel seketika mendelik ketika melihat luka cewek itu yang robek hingga mengikis kulitnya dan terlihat sekali putih-putih yang merupakan tulang. Segera semua mengerubungi Riska dan cewek itu sudah tidak bisa menahannya lagi. Ia langsung jatuh tersungkur.

Yang pertama-tama Jihan lakukan adalah menajamkan pendengaran bermaksud mengecek kakaknya. Tetapi berapa kalipun ia memusatkan pendengaran, tak ada langkah kaki yang terdengar sedikitpun. Ke mana kakaknya? Apa yang harus ia jawab jika Christopher bertanya? Jujur dengan mengatakan kakak—anak sulungnya hilang dikikis serigala? Bisa perang tujuh abad nanti. Aduh!

Kak, Lo ke mana? ~ Jihan membatin lalu mendekati kerumunan dan menunduk melihat keadaan Riska.

Jihan bisa melihat pergerakan pigmen Riska yang berusaha menghasilkan daging dan mempersatukan menjadi bagian yang utuh seperti asalnya. Hanya butuh satu hari, jika Riska mendapat asupan darah yang kompleks dan cukup, dia bisa pulih dengan cepat.

Farel menyolek lengannya lalu membisiki sesuatu di telinga Jihan. "Gue bisa kasih darah gue!"

Dan ..., Tepat di belakangnya, Piko menatap keduanya dengan perasaan yang amburadul. Entah kenapa ia merasa ada yang ganjil dari Farel karena cowok itu tumben sekali tidak menghiraukan tatapannya. Biasanya Farel sudah disebut kembarannya karena somplaknya sama dengan dirinya.

Ada apa ini? 

°•°•°•°•°

The Most Wanted Vampire In HighschoolΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα