°•26

383 21 8
                                    

"Gue ... Di mana?" Ecrin mengusap keningnya yang dipenuhi oleh peluh—sampai-sampai kasur yang ia tiduri mencetak jelas bentuk badannya yang tak lain merupakan dari cairan asin itu.

Diam-diam Ascher lega karena tiga hal, yang pertama luka di tangan Ecrin kini hanya bersisa bentolan seperti gigitan nyamuk, kedua gadis itu berkeringat-pertanda bahwa darahnya bekerja untuk proses regenerasi, ketiga ia masih sempat membuat Ecrin melupakan segalanya ketika hybrid itu menyerang secara tiba-tiba.

Ascher menyibak anak rambut Ecrin yang menutupi pipi kanan dara itu lantas mematri senyum tampannya-membuat Ecrin terdiam sesaat sebelum akhirnya berusaha untuk bangkit dari tidurnya. Cepat-cepat Ascher menyodori segelas air yang sudah ia siapkan sedari tadi-sembari menunggu Ecrin bangun. Dengan senang hati Ecrin menerima suguhan itu dan meminumnya seperti orang rakus.

"Ke mana yang lain? Apa udah dateng? Terus kenapa tempatnya gelap banget? Lo ... Gak eksperimen kan sama tubuh gue?" Ecrin malah mencurigai seseorang yang telah menolongnya. Ascher memutar bola matanya lalu menarik gadis itu menuju bathtub, kemudian tanpa banyak omong langsung menceburkannya ke dalam air yang mengandung aroma tujuh kembang.

"Mending lo mandi daripada gue harus mandiin lo kalau lo dalam dua det-"

Brak!!

"Mandi yang bersih! Bau badan lo buat gue mau muntah!"

"Bacottt lo!"

°•°•°•°•°

"Tolong ... Kali ini gue harus memohon sama lo supaya engga nyakitin temen-temen gue. Lawan lo sama gue, bukan sama mereka!"

"Tujuan gue memang bukan mereka, tetapi bukan tipe gue kalau buat masalah sampai mikirin rekan musuh. Benar kan?"

Duarr!!

Tak!

Amerio dan Piko melotot seketika kala sosok itu mampu menangkap peluru tanpa meleset sedikitpun. Bo tidak ikut terkejut sebab itu hanya sekadar uji coba. Memang ada beberapa orang yang terlatih untuk mampu menangkap peluru bahkan untuk kecepatan tinggi sekalipun. Pria berusia duapuluh tiga tahun itu lalu berjalan dengan santai menuju ke dekat makhluk itu sambil membawa tatapannya yang tak lepas pada punggung cowok itu. Bo memberi isyarat pada Amerio dan Piko untuk segera masuk ke kamar mencari sesuatu, sementara ia sendiri akan melakukan eksperimen terhadap tubuh musuhnya.

"Gue bukan orang yang suka take care sama stranger." Bo berkata dalam jaraknya yang semakin lama semakin dekat-menantang musuh di hadapannya yang hampir saja ingin menyelakai Ecrin waktu itu.

"Dan gue bukan sosok yang suka basa-basi sama pemburu vampir!" Balasnya. Tiba-tiba saja Bo tiba-tiba mengerang kesakitan sewaktu hybrid itu mengerahkan keistimewannya.

Bugh!

Mendapat kesempatan, Jihan langsung menendang sosok itu hingga mundur beberapa meter. Memang tidak akan melukai apapun-sebab tentu ia tidak berani mengerahkan kekuatan besarnya demi menjaga jati diri. Jihan tahu betul siapa yang ada di hadapannya, dan ia tidak ingin bermain-main dengan segala kecanggihan benda yang dimiliki Bo. Termasuk sebuah botol kecil berisi berbagai macam bakteri yang sedang digenggamnya-khusus untuk hybrid itu. Rita pernah bilang bahwa cairan itu akan menggerogoti daging korban dalam kisaran waktu tercepatnya yaitu 2 detik. Panjang gigitan satu bakteri bisa mencapai 2 milimeter. Sedangkan dalam satu silinder mini, terdapat hampir 2 juta bakteri yang siap menghabisi daging korbannya.

"Beberapa vampir punya keistimewaan yang bahkan lo gak pernah pikirin! Semuanya, hindari sorot matanya!" Jihan setengah berteriak guna memberi peringatan pada teman-temannya.

"Oke!" Amerio mengedipkan sebelah matanya dan mencoba menembakkan peluru dengan snipper-satu-satunya benda yang ia lihat di dekat tas Bo.

Duar! Duar! Duar!

Sayang, semuanya meleset berkat kemampuan salto makhluk itu dan malah menembus tembok. Bo berusaha memukul bagian wajah dibantu oleh Jihan yang tak segan-segan ingin menggeprek sosok itu pula. Amerio dan Piko kini juga telah berhasil mengepung pria itu dengan Farel di tengah-tengah sedang menyodorkan pistol yang cukup besar.

Menyadari sedang terkepung, pria bernama Markson itu buru-buru panik dan kala Bo hendak membuka botol cairan itu, Jihan sengaja mendorongnya membuat benda itu hampir saja terlempar ke kolam renang. Jihan menggeleng kemudian segera menekan pistol dan mengarahkannya pada kaki Markson.

"Arghhhh!"

"Tahan dia sementara!" Yang dibalas anggukan serentak dari Amerio dan Piko.

"Kenapa lo ngelarang gue?" Bo menatap Jihan tajam dan yang diterima olehnya malah tepukan di bahu.

"Sosok itu gue pernah ketemu sebelumnya. Dia waktu itu juga hampir bunuh gue, tapi engga jadi untungnya. Karena dia nyari kalian, dia pasti punya tujuan. Lo sempat nerima kan kemarin sampel darah berwarna cokelat dari nyokap gue? Warna darahnya gue yakin cokelat sebab dia-"

"Hybrid?" Tebak Bo di mana Jihan mengangguk sebagi jawabannya.

"Ayo kita interogasi dia."

°•°•°•°•°

"Apa kabar, dik?" Tanya Christopher dengan raut santainya seperti biasa yang berbeda 180 derajat dengan Carolina yang panik seperti melihat sertifikat rumah yang terbakar.

"Yus, kamu dapat ketemu anakku kan?" Setelah menanyakan hal itu, Carolina malah mondar-mandir membuat Christopher kini harus tertawa melihat tingkah istrinya.

"Aku cuma sempat melihat Rita saja waktu itu. Dia bilang butuh bantuan anak-anakku untuk membantu Jihan yang lagi dalam masalah. Aku tahu mereka sedang menghadapi apa, tetapi aku memilih membiarkan saja dulu supaya tidak memperbesar masalah yang ada."

"Kau bilang biarkan?" Carolina menatap Cornelius dengan pendar mata tidak percaya.

"Tenang, Lina. Ada kalanya kita memang tidak perlu ikut campur. Mereka sudah besar dan mereka harus belajar berpikir kritis. Anggap saja kali ini ujian keberanian." Christopher menarik istrinya ke dalam pelukan kemudian beralih menatap adik kandungnya, "Aku memang setuju untuk tidak menganggu mereka, tetapi karena mereka pertama kali memberi tahu dirimu, kau pasti punya jaminan atas keselamatan mereka semua,"

Yang diajak bicara malah menebar senyum, senyuman yang akan membuat siapapun merinding dibuatnya, "Tentu saja aku tidak akan membiarkan satupun dari mereka mati.."

°•°•°•°•°•°

Di bawah terangnya rembulan yang menampilkan bentuknya yang sempurna, seorang laki-laki berdiri-menikmati dua tiang barunya yang didapat lewat bantuan paus biru emerald bernama Aleena. Kostumnya lengkap bak panglima yang siap bertempur-sempurna dengan gaya klasik yang menegaskan ia pantas mendapat tempat di atas takhta kerajaan.

"Namaku bukan Anemone, namaku Elias." Ucapnya sendiri lalu menyisir rambut legamnya dengan jarinya yang lentik. Ia meratapi wilayah sekitarnya dengan senyum meremehkan.

"Alexandra Riska Roust, gadis cantik yang akan menjadi calon istriku."

°•°•°•°•°

Tut... Tut... Tut..

Melvin mencoba menghubungi Ecrin. Ponselnya aktif, namun tidak pernah diangkat. Sudah ada lebih dari 10 kali pria itu menelepon calon menantunya. Iapun beralih ke ponsel Rita dan hasilnyapun sama.

"Mungkin dia sedang sibuk..."

°•°•°•°•°

TBC!

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now