°•37 Special Part (Story Of Character)

402 16 0
                                    

Aku bukan sosok cantik yang sempurna, aku bukan gadis yang terlahir dari orang kaya raya, aku bukan keluarga yang lengkap sebab papa dan mamaku sudah cerai sejak aku lahir—pergi meninggalkan aku bersama kakakku. Aku besar di panti asuhan swasta terkenal di kota Cline.

Aku ... Bukan manusia kece yang seperti kamu pikirin, aku bukan preman ataupun pembunuh seperti yang kamu sangka. Tetapi benar, aku punya seorang kakak laki-laki dan dia sungguh kakak kandungku. Kami berdua kembar dengan perbedaan kepribadian dan gender. Kami besar bersama-sama hingga ketika menginjak usia 12 tahun, kami mulai asyik bersama dunia gender masing-masing. Tepat di usia kami yang ke 15 tahun, kakak tiba-tiba datang  menggaet seorang gadis dan mengenalkannya padaku. Ia begitu rupawan, begitu elok lekuk tubuhnya, begitu geulis surai panjangnya. Kurasa, kakakku adalah pria paling beruntung bisa mendapatkan gadis secantik itu dalam hidupnya.

Aku tak tahu apapun. Semenjak Illa memiliki hubungan dengan Ellios, kakakku, entah apa yang terjadi, Ellios seolah-olah melupakanku sekaligus mengabaikan dan lebih memilih pacarnya. Aku memang sedih, bahkan gundah. Ya, ada beberapa orang mengatakan bahwa kembaran membagi jiwanya sewaktu di kandungan. Mereka bisa merasakan satu sama lain ketika salah satunya sedang terluka ataupun bahagia, dan itu memang nyata. 

Berbulan-bulan aku sering merasa tak nyaman. Tidurku kurang nyenyak, tiba-tiba aku ingin menangis serta mual dan muntah beberapa kali dalam seminggu walau tidak parah. Aku menaruh curiga pada Illa yang memiliki hubungan dengan  Ellios selama ini sehingga kami bersaudara jarang berkomunikasi bersama lagi. Aku mencari Ellios ke mana-mana selama beberapa minggu. Aku juga bertanya pada suster Maria, penjaga panti yang mengatakan Ellios ternyata sering berada di sekitaran taman mawar hitam dan merah.

Singkat cerita, suatu waktu aku akhirnya melihat sosok kesayanganku. Ya, kakakku saat itu sedang memakai baju biru muda polos kesayangannya. Namun, ada yang janggal. Posisi tubuhnya seperti tengah diangkat oleh seseorang. Aku mendekat dan ... SYOK! Kuku terang berwarna merah dan dengan mata telanjang aku melihat Illa tampak mencium bagian leher. Aku semakin mendekat hingga tak sengaja menginjak ranting dan menimbulkan suara amat berisik. Aku menoleh ke bawah sebentar saat itu, namun, hanya beberapa detik, gadis itu sudah tidak ada. Firasatku benar-benar buruk.

Gemetaran, aku berusaha mendekati tempat tadi. Terakhir, hingga aku tak mampu membuka mulut. Kulit dingin, kaku dan benar-benar kering juga pucat. Aku ... Aku tak mampu berkata-kata lagi. Ada pula bekas gigitan seperti yang aku lihat.

Satu hal yang pernah kudengar, bahwa Ellios sungguh-sungguh terobsesi pada makhluk penghisap darah yang bahkan aku tidak percaya hingga  umurku yang menginjak lima belas tahun. Aku ini penakut, pendiam karena tidak percaya diri dan saking penurutnya aku ini benar-benar tolol.

Sekarang, aku harus kehilangan belahan jiwa yang menemani hidupku lebih dari puluhan tahun. Air mataku mulai membuat bendungan hingga akhirnya membasahi jiwa kecilku. Aku ... merasa hidupku hampa. Aku telah dibodohi atau lebih tepatnya aku begitu bego.

Tidak! Ini bukan saatnya untuk menangis, inilah saatnya untuk melakukan hal setimpal pada makhluk keji itu. Penghisap darah, aku bersumpah akan menghabisi kalian atas apa yang teman kalian lakukan pada keluarga terakhirku.

Aku ...

Akan,

Balas,

DENDAM!

°°°°°

Ecrin segera berlari untuk bersembunyi di belakang pohon besar yang ada di dekatnya. Ia pikir tadi itu Farel, ternyata salah orang. Kali ini, mata cantiknya sedang menonton aksi penghisap darah yang kelewat santai menyedot tiap tetes darah mangsanya.

Lesung pipinya terbentuk kurang dari sedetik lalu meraih pistol di kantung celananya yang selalu dibawa ke manapun jika berpergian. Tanpa berpikir lebih dari seribu kali, spontan gadis tomboy itu langsung menekan benda tersebut hingga membuat sang vampir terkejut lalu berbalik badan.

"Hallo, pemanasannya seru gak?" Ecrin memasang seringai devil.

"Jadi manusia aja belagu!" Ia menarik peluru yang menancap di punggungnya dengan mudah. Ecrin memang sengaja memakai peluru ukuran normal hanya untuk membuat kejutan. Ia masih ingin bersenang-senang.

"Maaf, aku tidak mood hari ini. Jika kau menghancurkannya lebih-lebih, aku pastikan kepalamu putus dari tempatnya." Tuturnya tenang namun tajam.

Syut!

Ecrin hanya menautkan alisnya ketika vampir itu tiba-tiba menghampiri lehernya dan beberapa detik setelahnya ia menyingkir ke kanan. Tak ada angin, tak ada hujan, tak ada yang jatuh, lalu terdengar teriakan mengaduh. Ya, kedua taring vampir tadi menjadi tumpul karena patah.

"Niatmu sangat bagus ketika langsung menyerang leherku. Kau tahu?" Ecrin menggantung ucapannya dengan pertanyaan lalu menendang perut vampir itu menggunakan sepatu harga 100 jutanya. Spontan penghisap darah itu ambruk sembari memejamkan mata.

"Caramu itu kurang kuno. Oke, aku akan beri tips menghadapi beberapa pemburu vampir sebelum malaikat maut mencabut nyawamu yang terlalu lama nganggur di dalam tubuh lintah ini," Ecrin meraih leher pria itu lalu dengan mudah mengangkat tubuhnya.

"Satu, jangan mencoba hal yang terlalu biasa dengan menyerang leher, dua jangan sampai lemah karena aku bisa saja membunuhmu lebih dulu seperti saat ini. Terakhir, larilah atau senjata serba canggihku akan menyiksa tubuhmu perlahan tapi pasti!"

Krekkk!

Argghhh!

"Lalu? Selamat tinggal!" Setelah puas berbicara, gadis itu menekan bagian kerongkongan musuhnya kemudian mengambil salah satu pemantik mungil kesanyangannya.

Hanya perlu satu kali memantik, tubuh mayat itu segera terbakar. Ecrin melemparnya ke arah pohon besar dan menungguinya hingga benar-benar hangus menjadi abu. Berjaga-jaga agar tidak terjadi kesalahan. Masalahnya, gadis itu pernah menemukan vampir yang tubuhnya tahan dengan api. Akibatnya, ia harus bertarung sekali lagi.

Wuuusss!

°°°°°

"Hah! Hah! Hah!" Napasnya tersengal-sengal ketika sampai di ambang gerbang besar kerajaan Griquett.

Dengan senjata ala kadarnya, Ecrin mencoba untuk mengendap-endap mengelabuhi pengawal yang sedari tadi berhasil dialihkan perhatiannya walau memerlukan sedikit usaha. Ecrin mendorong pintu baja itu perlahan hingga menghasilkan celah yang cukup untuk ukuran badannya. Tanpa melihat ke belakang, gadis itu segera memasuki halaman istana.

Pemandangan di balik tembok kuno ternyata tidaklah seburuk yang dipikirkan Ecrin. Apapun yang ada di sekitarnya sungguh memanjakan mata, membuat siapapun tak ingin memalingkan netra. Berbagai seni unik di tiap-tiap ornamen tembok istana membuat gadis itu mengeluarkan ponselnya untuk mengambil beberapa gambar cantik tersebut.

"Ini lebih luas daripada sekedar kata cantik, indah dan berbagai pujian lainnya!" Ecrin berbicara sendiri dengan suara rendahnya.

Setelah puas melihat-lihat, ia menjadi teringat dengan tujuannya kemari dan berakhir garuk-garuk kepala—bingung ke mana harus masuk karena yang terlihat seluruhnya hanyalah tembok. Iapun memutuskan untuk mengitari istana dengan segala persiapan termasuk dua buah pistol di tangannya.

"Itu apa ya?" Ia melihat sebuah cekungan berbentuk pintu. Ecrin memperhatikan lebih lekat bentuk itu kemudian mendapati tiga serigala putih sedang berjaga. Gadis itu memegang dagunya tanda berpikir, ia sedang memperkirakan apa yang akan terjadi jika menjalankan plan A, dan apa yang terjadi ketika menjalankan plan B.

"Gue gak bisa mengalihkan perhatian mereka dengan membuat kebisingan. Serigala itu bisa-bisa dengan mudah mendapati gue karena pendengarannya yang tajam. Gue juga ga bisa tembak mereka sembarangan, gue matiin tiga nanti muncul seribu!" Ia masih merenung dan kali ini memilih duduk di bawah pohon Pinus.

"Untuk ide pertama, gue bisa ketangkep bisa engga karena tipe mengalihkan, kalau yang kedua jelas-jelas sedikit lebih susah karena pasti menimbulkan bau anyir darah,"

"Oke, langkah pertama dulu!"

°°°°°

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now