"Ayah tidak perlu khawatir! Aku sudah punya takdirku, ayah!" Balas Meri berhasil membuat Markson kebingungan. Ya, kelalaian Markson itu membuat para serigala hendak menyerang, namun sebelum hal itu terjadi, Meri lebih dulu membuat tornado yang sangat besar mengakibatkan seluruh serigala-serigala itu membuat hampir setengahnya terpelanting jauh.

"Yasmin, Motty tolong bantu Crystal. Dia sudah bertemu dengan ikan kecil pembawa masalah itu. Pastikan supaya kalian juga tidak menyerang gadis bernama Riska yang menjadi tameng ikan itu supaya kita tidak menyerang dia!" Gadis itu sengaja menegaskan nama Riska. Ascher dan Jihan mendelik sempurna lalu menatap Meri seolah meminta penjelasan. Namun tak ada waktu, mereka harus kembali ke realita—mengalahkan serigala-serigala itu demi melindungi jantung Aleena. Ya, kita yang mengatur waktu, bukan waktu yang menguasai kita.

°•°•°•°

Setelah berasil bersusah payah mencabut peluru, Rita langsung menghisap racun tepat di lubang luka Carolina tanpa peduli bagaimana hidungnya harus tersiksa aroma busuk yang sangat mengganggu keinginannya untuk menyelamatkan ibunya.

"Pelan-pelan, nak!" Carolina berjengit kesakitan ketika Rita menusukkan taringnya sedikit lebih dalam. Rita terdiam sejenak mengumpulkan tenaganya lalu menghisap punggung Carolina hingga wanita itu harus mengeluarkan air mata akibat menahan sakit.

Cuih!

Rita meludahkan cukup banyak cairan berwarna biru yang menjadi penyebab busuknya kulit Carolina dan membuangnya di atas pasir laut. Seketika pasir itu terlihat seolah-olah menguap. Penguapan tadi membuktikan bahwa racun IOVD telah mengalami perkembangan teknologi begitu pesat. Pembusukan pada luka Carolina pun tampaknya mulai berhenti menyebar luas. Rita merobek pakaiannya sedikit guna menambal luka ibunya.

"Apa lukamu sudah sedikit reda?" Tanya Carolina menatap putrinya khawatir sembari mengelus kepala gadisnya pula.

"Mama gak usah pikirin aku." Balas Rita dingin. Tiba-tiba saja terselip rasa benci pada manusia. Entah kenapa ia kesal pada Ecrin yang telah membuat mamanya terluka, ya walau secara logika saat itu sahabatnya memang tidak tahu jika ia ternyata menembak mamanya.

"Aku masih bisa jalan. Saat ini Adikmu, paman dan yang lainnya sedang dalam masalah di bawah laut sana. Bantu mereka dan tinggalkan aku. Aku bisa mengurus diriku sendiri," Carolina bangkit dari duduknya lalu membantu Rita untuk berdiri pula.

"Yakin, ma? Tapi aku ga bisa—" Carolina menutup mulut Rita, memeluknya lalu mencium pipi anak gadisnya.

"Pertama, kau pasti berhasil. Kedua, kau tidak bisa menyalahkan Ecrin. Ketiga, tetap murah hati dan selalu tersenyum walau kita ini monster keji yang mengenaskan hidup manusia. Kau menyanyangiku, bukan?"

Tatapan Rita perlahan sayu dan ia balas memeluk ibu tercintanya, "Ya, ma. Aku... Akan berusaha." Ucapan itu menciptakan senyuman tulus di bibir Carolina.

"Aku akan meminta papamu kemari, tidak ada yang perlu di pikirkan. Pergilah! Selesaikan masalah termudah ini! Anggap ujian fisika, kimia dan bahasa Inggris yang kau benci. Setidaknya kau harus mengalahkan mereka dengan segenap hati. Follow your heart!" Tuturnya sebelum anaknya benar-benar pergi ke dasar laut.

...

Rita memang tidak mendapat petunjuk ke mana ia harus menemukan seluruh orang, tetapi ia yakin mereka berada di sekitar tempat yang pernah Meri tunjukkan waktu itu. Pikirannya tiba-tiba terasa plong seolah tidak bisa berpikir dengan cara apalagi harus menyelamatkan teman-temannya. Kepalanya menjadi cepat pening gara-gara tingkah Adele menyetrum telapak kakinya yang merupakan sumber saraf.

Rita terus mempercepat lajunya menukik ke bawah hingga sayup-sayup ia mendengar kehebohan. Ia tersenyum dan merasa bahwa teman-temannya memang sudah dekat. Tetapi tunggu, semakin dekat suara yang dihasilkan makin jelas. Rita cepat-cepat bersembunyi di belakang batu karang terdekatnya.

"Lalu kita ngapain di sini? Aku bosan!" Gerutu salah satu dari mereka. Rita mengernyit kebingungan.

"Daripada kita balik ke darat? Di sekitar sana ada Rego yang galak itu. Bisa-bisa kita dipukul olehnya!"

"Ya sudah, kalau kau tidak mau, aku pergi sendiri!"

Rita sedikit bergeser ke pinggir untuk berjaga-jaga jika saja sosok tadi melewatinya. Ia terus berjaga-jaga sembari berusaha keras membayangkan wajah Jihan di tengah kepalanya yang pening seperti hendak pecah. Ia ingin bertanya di mana posisi mereka saat ini. Ya, selalu gagal bahkan ketika ia berusaha membayangkan wajah tengil adik tersayangnya yang biasanya berhasil tergambar.

Ayolah! ~batinnya.

"Kau siapa?" Rita mendegar suara dari belakang. Seketika ia gugup. Pasti ketahuan. Perlahan tapi pasti, gadis itu menoleh ke belakang dan benar, ia mendapati sosok kekar tanpa atasan.

"Ha-hallo?" Rita menyapa dengan kikuk. Dia pikir cowok itu akan mencurigainya atau menyerangnya. Ternyata ia tersenyum manis.

"Ka-kamu Janelle Risterita yang nyanyi When Your Gone itu kan? Yang seminggu yang lalu konser. Bo-boleh minta tanda tangan lalu selfie?" Jawabannya membuat Rita benar-benar shock abis.

"Iya, itu aku..." Berusaha tersenyum manis, hanya itu yang bisa ia tampilkan.

"Hei! Siapa dia?!" Bentak seseorang dari belakang dan ia menatap Rita sangar.

"Habisi dia, Momo! Dia penyusup!" Tuding sosok itu pada temannya yang bernama Momo ternyata. Nama yang cukup imut, batin Rita.

"Apa-apaan?" Momo maju menghalangi temannya seolah melindungi Rita. Hampir, hampir saja humor Rita yang rendah lepas begitu saja.

"Ada apa, Cimor?" Empat lainnya mulai mengerubungi Rita.

Oh, namanya Cimor.

"Bukankah kau anak raja Cornelius?" Tanya yang lain. Ketika Cimor hendak menggapai lengan Rita, lagi-lagi Momo menahan.

"Setidaknya, sebelum kita ganggu dia, biarkan aku bersenang-senang bersamanya. Setelah itu terserah mau kalian apakan!"

Pengkhianat.

°•°•°•°•°

The Most Wanted Vampire In HighschoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang