Bugh! Bugh! Bugh! Kretek! Kretek!

"Semakin cepat, Mer! Bantu aku dengan kekuatanmu!" Teriak Rita ketika sebuah batu karang tiba-tiba pecah menjadi beberapa bagian—yang akan jatuh tepat ke arah mereka jika tidak segera lari.

"Haaaaa!!! Puuuuussshhh!" Meri menghirup air laut bermaksud mencari pasokan oksigen kemudian menyemburnya—memciptakan tornado cukup besar.

Di saat situasi memungkinkan, Rita dan Meri segera berenang dengan cukup cepat. Rita melepas tali yang mengikat batu pada punggungnya dan tak lupa mengeratkan pegangannya pada tangan Meri. Seketika tubuhnya terangkat dengan kecepatan luar biasa dan berakhir mengapung sepersekian menit kemudian. Meri mendengus lalu mendorong tubuh Rita menuju daratan.

"Wah, wah! Tenang saja, dua dari temanmu sedang dalam bahaya bersama dengan orang Adele yang tentu saja ada hubungannya denganku!" Ucap Anemone yang ternyata telah menunggu di depan bibir pantai.

Amarah Meri tidak bisa lagi dibendung. Dengan wajahnya yang merah padam, gadis itu berjalan menghampiri wujud manusia Anemone Dan mencengkram kerahnya. Anemone hanya diam saja dan tersenyum licik. Rita hanya bisa diam, namun ia tetap mengawasi— memastikan sahabatnya dalam keadaan baik-baik saja.

"Kembalikan ayahku! Apa yang kau inginkan akan berusaha kupenuhi! Kau sudah membunuh ibuku dan sekarang apa lagi maumu ... Hiks... Hiks!" Meri malah menangis membuat Rita menarik bahu lemah itu dengan mudah lalu memeluknya. Ia memang tidak tahu apa masalah gadis itu, tetapi dari pengakuannya, cukup membuat Rita terkejut bukan main. Ia berusaha menatap Anemone dengan tenang tanpa menyolot, walau hal itu sedikit terlihat gagal.

"Aku ulangi, tiga laki-laki anak manusia dalam bahaya sekarang! Kau bisa memilih, tetap tutup mulutmu atau aku akan membunuh mereka satu persatu di ambang matamu!"

Rita yang merasa diancam hanya menaikkan alisnya, "Dasar budak ratu, dasar penghasut!"

°°°°°

"Kita sudah sampai dan untuk melihat Oceana dan duyung itu, kita harus pakai mutiara dari kerang raksasa ...," Crystal Lalu menatap ke bawah, "cuma Mutiaranya sangat-sangat langka dan terbatas. Bisa jadi hanya ada satu atau dua. Aku tidak tahu," suara Crystal mencicit.

"Tidak apa-apa. Jika hanya satu, kamu aja yang jadi penunjuk atau kita pakai mutiaranya bergilir. Bagaimana?" Tanya Carolina memberi usul yang ditanggapi senyuman oleh yang lain kecuali Ascher yang hanya fokus dengan tatapannya seperti biasa.

"Oke, kita coba ya!" Jawaban Crystal terlihat meyakinkan. Gadis itu menukik ke bawah menuju beberapa batu karang raksasa hingga menemukan warna putih berkerak. Iapun mendekati sasarannya.

Dia mengetuk kerang itu dan tiba-tiba terbuka dengan cara yang cukup mengerikan. Sepertinya kerang itu sudah hidup cukup lama hingga bagian dekat mulutnya tampak berkerak oleh lumut. Kerang raksasa dalam menghasilkan mutiara biasanya tidak memandang umur, hanya saja kualitasnya yang berkurang.

"Yah, warnanya udah hitam!" Serunya kecewa lalu berpindah ke balik terumbu karang yang cukup membeludak. Di sana ada kerak besar berwarna hijau dan lagi-lagi ketika terbuka mutiaranya berwarna hitam.

Hal yang sama dilakukan hingga tak sadar sudah sepuluh kerang. Ada juga penemuan bangkai kerang, ada juga yang masih muda dan belum bisa memproduksi, ada juga yang baru saja diambil. Crystal yakin itu Meri.

"Huh! Tidak ada!" Crystal hampir menyerah ketika ia tidak sengaja menemukan sebuah kerang yang letaknya cukup jauh. Tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi, ia berenang dengan terburu-buru.

Tujuh orang di belakangnya masih setia mengikuti hingga tiba-tiba saja laut bergoncang cukup keras. Cornelius terdiam dan beberapa yang lain terutama perempuan berusaha mencari keseimbangan dari orang terdekatnya.

Crystal berhasil mendapatkan mutiara sebesar bola basket dan melafalkan mantra hingga akhirnya mengecil seperti kelereng. Semuanya mempercepat berenang juga Motty dan Yasmin yang langsung menarik gadis itu dan membawanya kabur menjauh dari ombak besar yang tiba-tiba mengejar mereka.

"Kita berpencar!" Teriak Jihan dan seketika menjadi empat kelompok. Satunya ke kanan dan satunya ke kiri. Pusaran itu ikut membelah.

"Apa sih ini?" Crystal sadar diri kecepatan berenangnya sangat lambat dan ia selalu gagal mengimbangi kecepatan dua pengawalnya.

"Motty kita ke kanan, ke kiri terus ke atas. Kita harus berusaha mempertemukan dua gelombang itu agar tabrakan dan segera hancur! Yasmin, pegang tanganku yang erat!" Keduanya mengangguk. Crystal berusaha mempertahankan pegangannya terhadap Carolina.

....

"Aaaaa! Paman! Gimana ini? Itu siapa sih yang ngirim? Kayaknya perlu Jihan kuadratin terus eliminasi terus substitusi dia biar jadi tahu bulat Mang Otong!" Jihan terus melesat bersama Christopher, Ascher dan Cornelius.

"Bacot lu!" Ascher merengut kemudian menarik gadis itu semakin cepat ketika gelombang itu mulai mendekati gelombang pasukan Crystal.

"Semuanya! Kita ke atas!" Teriak Jihan dan Crystal yang diikuti oleh semua orang.

Blarrr!!! Duar!

"Kita harus cepat!" Crystal masih memimpin berenang menuju salah satu tempat yang cukup bersinar terang seperti fatamorgana. Benar-benar asing dan para vampir Rezz untuk pertama kalinya mengunjungi tempat ini.

"Ketika kita memakai mutiara ini di pusar, maka kita bisa melihat laut dunia lain alias dunianya para Pari dan kita bisa melihat apa yang dilihat oleh duyung beberapanya,"

"Gue gak ngerti ...," Jihan menatap orang-orang di dekatnya, "ya, nanti akan aku jelaskan! Sekarang ayo kita—berenang lagiiii!" Crystal ditarik oleh Motty dan Yasmin kala sebuah tornado penghisap kembali datang.

"FOKUS! KITA AKAN MENUJU KE SEBUAH GUA SAJA LANGSUNG! AKU LAGIAN UDAH TAHU JALANNYA!" Teriak Crystal.

"Waaaa!!"

°°°°°

Markson malah tersungkur membuat Piko dan Amerio kebingungan. Ecrin malah tersenyum puas, "Jangan bungkuk gitu—" Gadis itu terkejut lalu yang terjadi pria itu justru memeluknya.

"Jangan, jangan pergi. Bantu gue selamatin Putri gue. Dia bisa bantu kalian buat selamatin cowok yang lagi ditahan ratu—arghhh! Cepat ikat... Aku... Lagi... Dengan... Rantai! Nanti... Aku akan.. kelepasan!"

Amerio dan Piko segera melakukan sesuai perintah. Benar saja, netra laki-laki itu berubah merah padam seperti dikendalikan. Ecrin menatap cemas-cemas pada dua temannya. Lalu menoleh ke belakang bermaksud hendak memeluk Farel.

"Ko, Ri, lihat Farel sama Bo gak?" Ecrin melihat pintu masuk kayu terbuka sedikit.

"Ke mana mereka? Tanyanya lagi tanpa diberi jawaban oleh dua cowok itu.

"Ayo kejar!" Ecrin hendak pergi, namun lengannya ditahan. Amerio menggeleng sedangkan Piko menatap khawatir.

"Kaliam awasi dia! Biar gue yang nyusul!" Amerio berlari keluar lalu menutup pintu itu cukup rapat.

....

"Farel! Jangan! Gue gak tahu lapor apa sama tuan kalo lo kenapa-napa!" Teriak Bo sambil terus menapaki tempat-tempat yang butuh kelincahan.

"Gue bilang jangan ikuti! Lo gak perlu pulang sama yang lain sampai kita semua lengkap!" Balas Farel yang lalu memanggil taksi. Bo sedikit terkejut ketika mendapati taksi pukul empat subuh.

"Farel!" Bo memanggil namun tak berhasil menggapai karena hanya ada satu taksi.

Ia menggeram disusul tiga orang di belakangnya.

"Farel ke mana?" Ecrin panik.

"Gak tahu! Kita udah tertinggal jauh!" Bo malah pasrah membuat Ecrin marah.

"Astaga! Masalah apa lagi ini?!"

°°°°°

ILY.

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now