"Lha, sebelum lo sekamar sama kakak gue, lo harus lulus lisensi dulu dari gue, apa lo layak apa ga bareng kakak gue!" Jihan menjawab dengan heboh lalu tiba-tiba melempar kemasan utuh itu tepat di muka Amerio. "Dan kenyataannya emang bener ada maksud dibalik kebaikan!" Tutur Jihan dengan cara bicara yang sangat-sangat menyebalkan. Amerio ingin menendang anak itu hingga ia berada di ardomeda dan tidak perlu balik-balik lagi. Terkadang ia tidak habis pikir, bagaimana seorang kakak yang kalem bisa mempunyai adik yang rese. Dengan gaya-gaya ratu drama yang gadis itu buat-buat lagi, ia lantas menolehkan kepalanya ke samping.

"Gak Sudi punya kakak ipar mesum! Padahal belum apa-apa. Hiks!" Jihan memegangi pipinya. Sumpah demi apa Rita ingin sekali mencoreng nama Jihan dari akta kelahiran. Urat malunya putus untuk sesaat di hadapan Amerio dan Piko.

"PIKO! Bawa dia keluar segera atau gue copotin lengan Lo!" Rita berucap dengan nada datar namun terkesan horor. Tanpa diperintah dua kali Piko segera mengangkat tubuh Jihan yang masih mempertahankan posisinya seperti orang kolot yang tengah terkena kutukan. Sungguh absurd.

Setelah keduanya keluar, kini tatapan Rita beralih ke Amerio dan kondom secara bergilir mengode agar Amerio memberi penjelasan. Amerio menundukkan kepala namun matanya menatap Rita penuh permohonan. Jika saja ini anime, mungkin matanya sudah sejenis dengan hitam legam penuh percikan air yang berkilauan. Bisa juga dibilang puppy eyes.

Bangsat lo, tukang colok! Bentar sampe rumah gue bobrokin muka lo! ~ batin Amerio luar biasa kesal pada kakaknya yang kelewat jahil namun tak tahu situasi. Namanya Vivian, umurnya 26 tahun namun belum menikah. Rasa kesalnya bertambah ketika tiba-tiba wajah Vivian yang menyebalkan menuai di pikirannya.

"Apa?" Tanya Rita masih meminta jawaban. Ia sendiri tak menyangka bahwa Amerio itu lelaki buaya. Ya, walau itu hanya pemikiran spontan karena terpengaruh sebuah benda yang membuat siapapun pasti akan berpikiran negatif.

"Gak apa-apa. Jangan usir gue ya?" Amerio memelas kembali. Rita masih terdiam tanpa menatap lelaki itu.

°•°•°•°•°•

"Bo, tampung darah makhluk itu. Profesor mau meneliti bagaimana perkembangan vampir jaman sekarang. Apakah ia hasil dari campuran manusia atau masih murni!" Titah Ecrin yang langsung mendapat anggukan dari Bo.

Lelaki itu segera menuju sudut ruangan untuk mengambil sebuah ember berukuran kecil dan belati. Berbeda dengan darah manusia yang akan membeku jika tidak segera ditampung dalam plastik kedap udara ataupun berisi cairan pencegah bekunya darah. Darah vampir sangat berbeda. Tidak berbau amis alias tidak memiliki aroma.

Bo menoreh lengan vampir itu tepat pada arteri. Perlahan darah merembes dan menetes pada ember yang tersedia. Vampir itu tak bergerak sama sekali namun sempat berjingkat waktu torehan pertama. Bo memperdalam tusukannya lagi untuk mempercepat pengaliran darah. Perlahan tapi pasti vampir itu menutup mata dan kulitnya berkerut seperti buah Jeruk hingga akhirnya mengeras seperti batu. Dirasa darah sudah berhenti menetes, Bo segera mengangkat ember yang berhasil terisi setengah itu menuju Ecrin.

"Ini yang nona minta." Setelah menyodorkan ember tersebut, lelaki itu segera keluar kala majikan kecilnya ingin melakukan sesuatu yang bukan urusannya.

Begitu sendirian, Ecrin melepas seluruh pakaian pelindung pelurunya, kemudian berjalan menuju ke sebuah dinding. Jika dilihat sekilas, mungkin itu sama saja seperti tembok-tembok pada umumnya. Tak ada yang berbeda. Gadis itu lalu mengangkat kakinya dan mengarahkannya pada tembok tersebut. Tak perlu waktu lama, tembok itu bergerak mundur dan terbuka menampilkan besi kokoh. Itu masih lapis satu. Kali ini caranya berbeda, yaitu melalui pengecekan Hb darah. Gadis itu lantas meletakkan ujung jarinya di atas sebuah alat yang berisi jarum dan dalam beberapa detik pintu besi itu terbuka. Yang terakhir ada lapisan yang terbuat dari baja. Ecrin mendekati sebuah mesin scan lalu menyejajarkan matanya. Dan, lapis terakhirpun terbuka.

Ecrin melangkah dengan anggun menyusuri ruangan kesayangannya itu di mana koleksi-koleksi senjata dari yang lawas hingga kekinian terpajang dengan rapi. Lantas ia berlari kecil ketika sebuah pistol berukuran sedang terpajang di meja kacanya.

"Bos emang pengertian." Gumamnya sembari mengangkat benda itu. Pistol berukuran sedang dengan kode IOVD-555, yang berarti pistol tersebut merupakan maha karya perusahaan yang ke-55 dan dibuat pada tanggal 5.

Baru saja gadis itu hendak duduk, tiba-tiba ponselnya berdering- mengumandangkan lagu Running Low milik Shawn Mendes yang saat ini merupakan salah satu idol kesukaannya. Cepat-cepat ia merogoh saku celananya dan mendapati anak Bosnya pada layar ponsel. Tanpa pikir dua kali, gadis itu langsung menekan tombol merah. Baru saja menikmati betapa cantik pistol barunya, netranya harus ternodai oleh buaya darat.

Dengan bibir yang cemberut, gadis itu menarik kursi lalu meletakkan Hpnya di atas nakas yang terletak tepat di sebelah meja kacanya. Jemarinya mencoba meraih sesuatu yang berada di tengah meja. Ya, itu sepucuk surat yang dibungkus oleh amplop. Ecrin melihat-lihat sisi surat tersebut karena dari luar tampak sedikit gembung dan terasa lembut (satisfy). Surat juga tidak memiliki nama pengirim resmi ataupun sebuah cap. Tanpa curiga sedikitpun, iapun menyobek bagian pinggirannya. Belum saja semuanya terbuka tiba-tiba sebuah tabung kecil mencuat begitu saja. Ecrin terkejut hingga spontan melempar amplop tersebut.

"Ih!" Umpatnya sembari terus memperhatikan surat aneh itu yang justru mengeluarkan pasir kinetik sekarang. Oh, kini Ecrin tahu mengapa ketika ia meremas terasa sangat empuk.

"Tapi siapa yang ngasih? Bos gak pernah ngirim surat cem giniin apalagi ke markas rahasia gue." Ecrin terus berkutat mencoba mengumpulkan fakta.

"Masa Farel? Gue gak pernah ngasih tahu buaya darat itu tentang ruangan ini." Ia malah mondar-mandir dan berakhir jongkok untuk memunguti pasir-pasir yang berantakan dan terkejut ketika merasakan sepucuk surat.

Ecrin, itu sampel bubuk darah vampir seribu tahun yang lalu. Ditemukan oleh pekerja kita di hutan Pinus. Maaf jika bungkusnya sedikit aneh. Mungkin aku tidak pandai mengemasnya. Nanti tolong kau bersama putraku, Farel cari tuan Christopher dan minta bantuan dia untuk meneliti.

Tuan Melvin.

Sesudah menelisik isi surat tersebut, Ecrin buru-buru mengucek matanya. Rasanya perih dan ia ingin sekali membakar kertas itu andai tidak penting. Tulisan bosnya? Jangan ditanya bagaimana indah nian. Ini bagaikan tulisan profesor yang bahkan Ecrin harus mempelajarinya dulu supaya bisa memahaminya. Pernah suatu kali, Ecrin menghampiri bosnya hanya untuk meminta pria itu menuliskan abjad dari a-z. Gunanya sebagai referensi atau membantu dirinya membaca tulisan tuannya kelak.

Tiba-tiba ia menyadari sesuatu di Baris terakhir, dan ia menghentakkan tumitnya keras-keras hingga ubin itu mengirim sinyal suara ke luar-petanda Ecrin sangat kesal. Namun, beberapa detik kemudian ia tersenyum misterius.

"Farel." Ucapnya sembari mematri senyum.

°•°•°•°•°

The Most Wanted Vampire In HighschoolWhere stories live. Discover now