Twelfth Reason

4K 304 14
                                    

Selesai jadwal kuliah, Sabiya masih duduk di bangkunya saat orang-orang bergegas keluar kelas untuk pulang. Kelelahan masih mendominasi dirinya. Rasanya dia enggan bergerak sedikit pun, apalagi berjalan keluar. Rasanya ingin tetap duduk dengan nyaman, tanpa ada suara-suara yang mengganggunya.

"Bi, gak akan pulang?" tanya Rida yang sudah siap dengan tas di tangan kanannya, berdiri menatap Sabiya yang masih melihat ke luar jendela.

"Nanti," jawabnya singkat.

Rida menggeser kursi di samping Sabiya, menatap teman seperkelahiannya. Bagaimana tidak, masih ingat kalau mereka sering berdebat meskipun tentang hal-hal kecil. Namun, keduanya tetap saja berteman di antara perbedaan yang sering memunculkan perdebatan.

"Ada masalah ya, Bi? Cerita dong," ujarnya.

Rida menatap Sabiya yang terlihat lesu. "Sabiya Syauqina Kaffa," panggilnya.

"Apa sih, ah!" elaknya.

Sabiya menelungkup wajahnya di atas meja, menutupinya dengan buku.

Tak lama kemudian, Sabiya membelalakkan matanya dan segera menatap Rida.

"Maaf, maaf," ujarnya ketika sadar sudah meninggikan suara pada temannya.

Rida tersenyum dan mengangguk, "Gak apa-apa, Bi."

Rida Mengusap punggung telapak tangan Sabiya pelan. Dia bisa merasakan betapa lelahnya Sabiya saat ini. "Pulang, yuk. Biar kamu istirahat, Bi. Gak apa-apa, hari ini gak usah ngajar dulu."

"Tap—"

"Nanti biar aku yang bilangin, Bi," potong Rida sebelum Sabiya melanjutkan ucapannya.

Mengembuskan napas pelan, Sabiya akhirnya mengangguk. Namun, belum juga dia beranjak dari tempat duduknya, ponselnya menyala dengan sebuah panggilan masuk atas nama Ustazah Fatimah.

"Waalaikimsalam, Ustazah," jawabnya setelah mendengar ucapan salam dari ujung telepon.

"Sa, hari ini kamu kosongin jadwal ya. Saya butuh banget bantuan kamu," ujarnya di tempat lain.

Sabiya bergeming. Baru saja dia ingin istirahat, ada hal yang menghalangi niatnya. Sabiya mengembuskan napasnya lagi, dengan sangat pelan agar tak terdengar ustazah Fatimah. Menenangkan diri, Sabiya tersenyum dan itu berhasil membuatnya merasa lebih baik.

"Ada apa, Ustazah?" tanyanya perlahan.

Terdengar krasak-krusuk di tempat ustazah Fatimah berada, juga suara gemericik hujan. "Hari ini ada kajian muslimah di masjid komplek. Saya masih di Ciwalk, hujan luamayan deras, dan gak bisa kemana-mana."

"Terus?" perasaannya mulai tidak enak, Sabiya menggeser posisi duduknya.

"Kamu gantiin Saya, bisa ya. Cuma hari ini aja. Yang datang juga paling anak-anak SMP, SMA sekitaran komplek."

Astagfirullah.

Benar apa yang Sabiya duga.

"Tapi, Ustazah—"

"Acaranya biasa bakda Asar, kok. Jadi kamu bisa siap-siap. Materinya tentang Cinta yang Sesungguhnya, ya."

Kerutan di keningnya membuat Rida menatap dan membuat isyarat dengan gerakan bibir, "Siapa?" tanyanya.

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang