Thirty Ninth

2K 200 26
                                    

Sabiya terlihat sibuk dengan ponselnya, sejak kemarin dia mencari beberapa vendor wedding organizer dan memilih beberapa yang sekiranya cocok.

Setelah malam dimana Daris dan keluarganya datang untuk meng-khitbah, hasil perbincangan malam itu adalah mereka harus segera bersiap, karena mereka hanya punya waktu satu bulan untuk menyiapkan semuanya. Ya, kedua orang tua mereka tidak mau memperlama lagi, sehingga mengusulkan tanggal pernikahan di bulan depan.

"Gimana, udah dapat, Dek?"

Rais datang membawa secangkir teh dan cookies. Dia duduk di samping Sabiya, seraya mengintip isi ponselnya.

"Udah ada beberapa, Mas. Nanti kuseleksi lagi sampai dapat yang benar-benar cocok," jawabnya.

Rais menawarkan salah satu WO yang dikelola oleh temannya, kayaknya ini bakal cocok, katanya. Sabiya langsung mencari di instagram, Azzahra Islamic Wedding. Dia menelurusi setiap postingannya, serta beberapa informasi yang di highlight.

Belum selesai melihat-lihat sampai akhir, satu pesan masuk menyita perhatiannya.

Ashila: Sa, kapan balik. Ketua prodi udah nanyain tuh.

Astagfirullah.

Terlalu banyak yang terjadi beberapa hari terakhir selama Sabiya pulang ke Bandung, hingga dia lupa dengan waktu izin yang diberikan.

Besok hari terakhir tapi dia belum memesan tiket untuk kembali.

"Mas aku keep WO yang Mas saranin, ya. Kirim kontaknya dong, siapa tahu kalau bawa-bawa nama Mas bisa dapat potongan lebih," ujarnya.

Rais mengiyakan, lalu memberikan nomor temannya. Setelanya Sabiya bilang hari dia harus memesan tiket untuk pulang, dia lupa kalau besok hari terakhir izinnya. Benar-benar lupa karena terlalu banyak hal mengejutkan yang terjadi beberapa hari terakhir. Niat pulang ke Bandung hanya untuk menjenguk ibu, justru mengantarkannya pada bagian kisah yang lain.

"Kenapa gak balik bareng calon suamimu aja?" tanyanya.

"Mas, apa deh. Aku tuh mau minta tolong pesankan tiket buat hari ini, saldoku habis."

Rais tertawa, seperti biasa selalu membuatnya kesal. Tapi momen-momen ini yang nantinya akan Sabiya rindukan.

"Nih ada sore ini jam empat. Mau tetap pesan?"

Sabiya mengangguk, "Langsung pesan, Mas. Aku beres-beres dulu sekalian bilang buat pamitan."

Sabiya beranjak dari tempat duduk ke kamar tidurnya. Dia menghela napas memikirkan kembali apa yang terjadi malam kemarin. Ia melihat tangan kirinya, kini ada satu benda berkilau yang menghiasi jari manisnya. Tanpa sadar senyum itu merekah. Inilah salah satu buah penantiannya selama ini.

🍀

Sabiya memasukan tas ke dalam mobil dibantu Rais, ibu dan bapaknya berada di depan pintu bersama bude dan pakde. Sempat tidak diizinkan untuk pergi karena terlalu mendadak, namun dia menjelaskan semuanya, bahwa dirinya sendiri saja lupa. Saat ini Sabiya tidak bisa tetap tinggal, sebab masih ada kewajiban akademik yang harus diselesaikan.

"Jangan lupa pernikahanmu itu bulan depan, harus tetap disiapkan," ujar Ibu ketika Sabiya memeluknya.

Sabiya mengangguk, "insyaAllah, Bu."

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang