Fourth Reason

6K 427 7
                                    

Pagi hari, Sabiya terlihat sedang duduk di halaman belakang rumah. Ditemani laptop dan secangkir cokelat panas. Membuka youtube dan mencari saluran kesukaannya.

Sabiya mendengarkan video dengan judul "Sejarah itu Penting". Pembahasan kali ini tentang runtuhnya Turki Utsmani.

Sabiya mendengarkan dengan saksama. Sesekali menyeruput cokelatnya.

"Biya, iki lho pisang gorengnya."

Teriakan yang berasal dari lantai atas membuat Sabiya mem-pause videonya.

"Iya, Bude. Nanti lagi aja," teriak Sabiya.

Sabiya tidak ingin diganggu kalau sedang serius. Dia masih sibuk mendengarkan video di laptopnya. Headphone terpasang di kepalanya yang tertutup khimar berwarna merah muda.

"Para mujahid perang itu tidak gentar sama sekali melawan musuh. Kenapa? Karena mereka yakin bahwa Allah akan menjaga mereka. Lantas apa yang harus mereka takutkan? Para mujhid itu berperang di jalan Allah, tentu saja Allah akan membantunya. Maka tidak ada sedikit pun keraguan."

Video berdurasi satu jam itu terhenti ketika seseorang mengejutkannya dari belakang.

"Astagfirullah." Sabiya membulatkan mata, hampir saja laptopnya tersenggol dan jatuh. "Mas, apa-apaan, sih. Kaget tau," kesalnya.

"Ya, sori. Nih, pisang gorengnya." Ia menaruh piring berisi pisang goreng ke atas meja. "Kamu dipanggil Ibu dari tadi juga," ujarnya.

"Kan tadi aku bilang nanti aja." Sabiya mengerucutkan bibirnya.

"Lagi apa, sih? Serius amat kayaknya." Ia mengintip laptop yang menghadap ke belakang. "Jangan-jangan kamu nonton ...." lelaki itu menunjukkan telunjuknya tepat di depan hidung Sabiya.

"Apa sih, Mas. Orang aku lagi dengerin kajian di youtube," sergahnya. "Mas ini, pikirannya negatif mulu."

"Kajian siapa sih? Ya, habisnya kamu nonton kok laptopnya kebalik gitu." Ia menarik kursi kosong di samping Sabiya.

"DM," jawabnya singkat. Sabiya mencomot pisang goreng di hadapannya.

"DM apaan? Direct Message?" ia ikut mencomot pisang goreng.

"Dhabith Muyassar, Mas, youtuber dakwah. Isi kajiannya keren-keren. Makannya kalau youtube-an itu cari yang bermanfaat, jangan yang ro—"

"Iya deh, iya. Udah jangan diterusin ceramahnya. Masih pagi juga," potongnya. "Terus itu kenapa laptopnya ngadep ke belakang?"

"Ya, karena youtuber-nya itu cowok. Jadi, cuma dengerin kajiannya aja. Lagian aku juga niatnya dengerin, bukan mau lihat wajahnya." Sabiya mematikan laptopnya. Kalau kakak sepupunya sudah mengganggu, dia tak bisa meneruskan kegiatannya dengan tenang.

"Lah, kok gitu?" tanyanya menatap heran pada Sabiya.

"Gadhul bashar dong, Mas," jawabnya santai. "Terus, kata teman-teman aku dia ganteng. Udah ganteng, shalih, pendakwah, ah pokoknya calon yang potensial–katanya. Tapi, aku belum lihat. Gak niat lihat juga, sih."

"Menjaga pandangan? Lah itu kan cuma di video, Dek? Dan itu tuh kata teman-temn kamu, boleh juga tuh. Kayaknya kamu harus sama dia aja deh. Kamu mau gak Dek kalau sama dia?"

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang