Tenth Reason

3.9K 323 4
                                    

Sabiya sudah bangun sejak subuh tadi. Menyalin beberapa tulisan yang masih acak-acakkan. Jadwal kuliah jam tujuh pagi, membuatnya merasa seperti anak sekolah. Dulu saat SMA, Sabiya diantar Bapak pukul setengah tujuh. Sekarang, Sabiya diantar oleh Mamang angkot.

Ketika berpaspasan dengan teman-temannya saat turun dari angkot, mereka akan berkata,

"Sabiya cowoknya banyak, gonta-ganti terus yang nganternya. Mana bermobil semua."

Setelah ucapan itu mereka akan tertawa, sedang Sabiya hanya tersenyum simpul dan menepuk bahu mereka.

Seperti yang sudah-sudah, Sabiya menunggu kendaraan umum di tepian trotoar jalan.

Jalanan sudah cukup ramai. Berangkat pukul setengah tujuh pagi akan terkena macet, meski tidak lama. Banyak anak sekolah yang duduk di kursi penumpang di depannya, juga ada satu yang duduk di sampingnya. Ada juga seorang ibu yang memangku anaknya, membuat Sabiya tersenyum simpul saat melihatnya.

Kemacetan biasa terjadi di depan UNPAS dan saat melewati SMPN 12 Bandung. Selebihnya cukup lancar hingga tempat tujuan.

"Kiri," ujar Sabiya ketika lokasinya terlihat.

Sabiya memberikan selembar uang dua ribuan. Dia berjalan melewati patung yang berada di tengah-tengah pintu gerbang, Sabiya merasa disambut setiap kali datang. Berjalan ke dalam, pemandangan di seberangnya terdapat kolam dengan air mancur di tengahnya. Kolam yang terletak di depan Museum Pendidikan.

Sabiya harus naik ke lantai tiga untuk sampai di kelasnya. Mahasiswa diperbolehkan menggunakan lift di lantai dua, dan Sabiya tidak menggunakannya. Dia perlu naik tangga untuk sampai di lantai dua. Dan naik lift untuk sampai ke lantai tiga menurutnya sangat tanggung, belum lagi antrean yang lumayan panjang. Lebih baik melanjutkan naik tangga lagi untuk sampai ke lantai tiga.

Ruang 25, kelas paling ujung dekat selasar. Terlihat sepi, membuat Sabiya mempercepat langkah. Ketika sampai, dia melongokkan kepalanya sedikit. Membuang napas lega ketika kursi dosen di depan masih kosong.

Sabiya menaruh tasnya di kursi barisan kedua. Baru saja dia duduk dan hendak membuka buku bacaannya sambil menunggu dosen datang. Suara seseorang membuatnya menengok.

Namanya Romi. Dia datang dari Aceh untuk menimba ilmu di Kota Kembang, suaranya menggelegar saat memanggil Sabiya.

"Woi Sabiya, tadi kamu kemana gak kumpul?" teriaknya di ambang pintu.

Sabiya mengernyit, "Kumpul apa?" tanyanya.

"Kumpul Jam'iyyah," ujar Romi yang masih berdiri di depan pintu.

Matanya membulat sempurna.

Tadi Sabiya melihat Amara dan Desha di luar, dia merasa heran kenapa mereka berdua ada di sini. Katanya kelas sebelah libur karena dosennya sedang keluar negeri, tapi sepagi ini mereka ada di sini. Tidak terlalu mengacuhkan hal itu, Sabiya melanjutkan aktivitasnya. Sampai Romi memanggil dan berkata seperti itu.

Jam'iyyah adalah salah satu bidang dalam BEM Himpunan. Sabiya memang mendaftar di Jam'iyyah dan Muwashalah, ternyata dia diterima di bidang Jam'iyyah, bersama Romi dan dua belas teman lainnya.

"Kapan, Rom?" tanya Sabiya mulai panik.

"Ya tadi," jawabnya.

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang