Third Reason

7.9K 452 11
                                    

Kelas satu, dua dan tiga terletak di lantai bawah. Letaknya bersisian, kelas dua berada di tengah. Masing-masing kelas di hijab dengan papan setinggi seratus senti meter.

Sabiya menaruh sepatunya di rak dekat pintu. Kedatangannya disambut beberapa anak yang berlari dan memeluknya.

"Assalamualaikum," sapa Sabiya mengusap kepala anak-anak itu satu per satu.

Mereka membalas salam Sabiya serentak. Berlari ke kelasnya yang terletak di tengah setelah mendapat perintah dari Sabiya.

Sabiya berjalan melewati kelas tiga yang belum ada pengajarnya.

"Kak Salman belum ada, ya?" tanyanya pada salah satu anak di kelas tiga.

"Udah, Teh. Lagi ambil buku absen di atas," jawabnya.

Sabiya mengangguk. Dia lantas kembali berjalan untuk sampai di kelasnya. Kelas dua.

Terlihat anak-anak sudah menantinya di sana. Duduk rapi dengan meja panjang yang menjadi sandaran tangan mereka. Ada enam siswa di kelasnya, dengan dua anak laki-laki.

"Teh Iya, cerita ya sekarang," ujar Humaira bersemangat.

Tersenyum, Sabiya menaruh tasnya di samping. "Iya, Neng Humaira udah sembuh?" tanyanya.

Anak itu dikabarkan sakit beberapa hari yang lalu, saat dia tidak masuk. Humaira mengangguk. Sabiya senang melihat semangatnya.

"Aku mau duduk dekat Teh Iya," ujar Haura yang langsung mengambil tempat di samping Sabiya.

Haura dan Sabiya cukup dekat. Anak itu yang selalu menyambutnya saat datang ke masjid tempatnya mengajar.

"Ayo, duduk yang rapi," instruksi Sabiya.

Tanpa berlama-lama mereka sudah duduk melingkar. Sabiya berada di depan, diapit oleh Haura dan Ihsan. Di samping Ihsan ada Fikri yang sudah siap memerhatikan.

Setelah berdoa untuk memulai kegiatan belajar, mereka terfokus pada Sabiya.

"Siap mendengarkan cerita?" tanya Sabiya.

Mereka menjawab serentak dengan satu suara, "Siap!"

"Siapa yang udah tahu kisah Nabi Ismail 'alayhi salam?" tanyanya. Mereka menggeleng, kecuali satu anak.

Melihat tatapan polos dari mereka membuat Sabiya menarik sudut bibirnya.

"Nabi Ismail itu dikenal dengan Nabi yang mengeluarkan air dari jarinya. Tapi, sebagian ada yang bilang kalau air itu muncul di dekatnya. Ayahnya bernama Nabi Ibrahim 'alayhi salam. Nabi Ibrahim adalah Nabi ke berapa?" sela Sabiya sebelum melanjutkan.

Terlihat dari mereka menghitung jarinya. Terdengar pula gumaman nyanyian nama-nama Nabi yang pernah diajarkan pada saat kelas satu.

"Ketujuh," celetuk Reika yang duduk di hadapannya.

"Bukan, keenam tahu," ujar Humaira.

"Coba Fikri, Nabi Ibrahim Nabi ke berapa?" tanya Sabiya menatapnya.

Fikri terlihat berbisik dan menyenggol lengan Ihsan untuk meminta jawaban.

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang