First Reason

22.5K 787 20
                                    

Biarkan jiwa memisah
Raga terpisah
Namun Allah meridhai

Biarkan cinta terputus
Tak kumiliki
Namun Allah meridhai

Di atas sajadah ini kutulis kenangan
Kumemilih cinta yang sejati
Di atas sajadah ini kuucapkan salam
Perpisahan untukmu di sana

Tap ... tap ... tap ....

Sabiya mengetukkan jarinya di layar ponsel. Mematikan aplikasi musik.

"Sabiya!"

Sabiya tahu suara ini. Memanggilnya agar keluar kamar untuk makan.

Beranjak keluar, Sabiya melempar ponselnya ke tempat tidur.

Sudah tahu badannya model sapu lidi, tetap saja dia punya selera makan yang kurang. Sampai saat ini gadis itu belum bisa mengubah pola makannya.

Terkadang. Sesekali saja, kalau ingat.

"Iya, Bude?"

Muncul di balik pintu, Sabiya menilik suasana di ruang tengah.

Sabiya selalu suka suasana pagi hari. Namun, tidak untuk hari ini.

Past memory-nya tiba-tiba datang tanpa diundang. Bahkan disambut oleh lagu yang membuat mood-nya semakin turun.

Sabiya tidak membenci lagu itu. Dia hanya tidak ingin mendengarkannya lagi sekarang.

Bukan waktu yang tepat.

▲▽▲

Yassar membenarkan letak buku di rak perpustakaan. Dia tidak suka melihat jajarannya yang tidak rapi.

Satu buku terjatuh.

"Yassar!"

Yassar tahu suara ini. Dia sering menghabiskan waktunya di perpustakaan.

Yassar suka membaca. Dia betah berlama-lama di ruangan penuh buku. Sampai penjaga perpustakaan mengenalnya dengan jelas

"Maaf, Bu."

Yassar segera mengambilnya. Dia tidak langsung menyimpannya ketika melihat kover dengan dominasi warna merah.

Quinsha Wedding Story.

Potongan kisah seolah memberontak masuk ke dalam pikirannya. Menyeruak, memenuhi setiap sudut ingatan.

Yassar menyimpan novel itu asal. Menjauh dari rak nomor sembilan untuk sementara waktu.

Yassar tidak membenci novel itu. Dia hanya tidak ingin melihatnya lagi sekarang.

Bukan waktu yang tepat.

▲▽▲

Cukup pagi, tapi Sabiya sudah duduk manis di atas karpet merah. Ditemani lembaran-lembaran kertas.

Matanya masih mengantuk. Tidur larut malam seolah tak bisa lagi terelakkan, setelah semua kegiatan yang menyita waktunya.

Sabiya benci tidur larut malam. Kesal saat matanya terpejam, tapi hati dan pikirannya terus mengoceh.

Lelah.

Kata yang akhir-akhir ini sering dirasakan. Berangkat pagi, pulang sore, bahkan ketika matahari sudah bersembunyi. Hal itu seolah lazim bagi mahasiswa semester dua seperti dirinya.

Sepertinya tidak.

Tidak semua mahasiswa sesibuk itu. Tapi, ada juga yang jauh lebih sibuk darinya. Tentunya itu kembali pada pribadi masing-masing. Dan, Sabiya memilih dirinya yang sibuk.

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang