Chapter 34 : POV Keenan

246 35 13
                                    

Aku masih terdiam mencerna semua penjelasan Rissa. Sekarang aku tahu kenapa Rissa tidak pernah memberitahu kehamilannya padaku. Alasannya adalah Bunda. Rupanya Bunda dulu membayar Rissa dengan uang yang tidak sedikit sebagai bentuk pertanggung jawaban atas ulahku dengan syarat kalau dia tidak boleh lagi berhubungan denganku semata-mata untuk menjaga nama baik keluarga dan jangan sampai aib memalukan itu terbongkar. Khususnya di hadapan keluarga almarhumah istriku. Kalian jangan lupa, hubunganku berakhir karena Bunda melarang aku pacaran dan berakhir dijodohkan.

Mau marah tapi rasanya tidak mungkin. Apalagi aku sadar diri karena sudah berbuat salah, merusak masa depan seorang wanita yang jelas-jelasnya pernah aku cintai.

Ibarat kata, dulu kamu itu salah. Tidak bertanggung jawab. Masa iya kamu masih mau berani protes ke Bunda kamu kenapa dia menyogok Rissa sampai akhirnya kamu tidak tahu kalau Rissa sampai hamil?

Begitu maksudnya..

Aku menghela napas. Jujur, terlepas dari caraku yang tidak bertanggung jawab. Aku juga di hantui rasa bersalah. Sekarang, hening pun terjeda di antara kami. Aku melihat Rissa yang berusaha untuk tenang setelah emosional dan rasa kecewanya yang ia pendam selama bertahun-tahun berhasil tumpahkan ke diriku karena akulah penyebab dari semua lukanya.

"Aku minta maaf. Mungkin kata aja nggak pernah bisa mengembalikan semuanya. Tapi setidaknya, aku akan menepati janjiku. Aku penyebab lukamu, jadi supaya kamu nggak terluka, aku akan menjauh. Biar kamu nggak sakit lagi."

Aku melihat Rissa berdiri. Aku pun mendekatinya sambil menyodorkan tisu. Tidak sedikit pun Rissa menghiraukan diriku apalagi mengambil selembar tisu pemberian dariku.

"Sekarang kita impas dan berakhir disini. Aku sudah tidak berhutang penjelasan padamu dan aku memaafkanmu. Jadi jangan pernah cari aku lagi."

"Tapi kamu nggak anggap aku musuh lagi kan?"

Rissa sedikit menarik sudut bibirnya. Sekarang kami berada di mode perdamaian masalalu. Rissa sudah bisa ikhlas menerima semuanya dan aku pun sudah meminta maaf padanya.

Rissa menggeleng. "Tidak."

"Kalau begitu Terima kasih. Aku-"

"Aku hanya menganggapmu masalalu seperti buku yang sudah selesai di baca dan aku simpan tanpa harus membacanya lagi." potongnya lebih cepat.

Setelah mengatakan itu, Rissa langsung pergi menuju pintu. Baru saja ia hendak memegang pegangan pintu, Tiba-tiba pintunya terbuka. Angga datang dengan penampilannya yang kini sudah memakai pakaian seragam sekolah. Alhamdulillah, anak itu sudah bersekolah dengan aku yang membiayainya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Sudah pulang sekolah, Angga?"

"Sudah."

Angga pun masuk melewati posisi Rissa dan tak lupa mencium punggung tanganku. Setelah itu aku merangkul pundaknya sambil tersenyum puas.

"Kamu baru saja mencium punggung tanganku. Memangnya kamu tidak ingin mencium punggung tangan mama kamu?" tanyaku pada Angga.

Saat itu juga waktu seolah-olah terhenti. Rissa langsung bungkam dan mematung sambil bergantian memandang kami berdua. Kedua kakinya yang tadinya siap berpindah tempat seketika diam tanpa bergerak. Lebih tepatnya terkejut.

"Apakah boleh Angga melakukannya pada Mama?"

"Tentu saja boleh."

Aku memberi isyarat pada Angga untuk mendekati Rissa. Tanpa ragu Angga pun mendekati Rissa yang tingginya hampir mendekati Rissa.

"Angga tidak tahu kenapa dulunya kita pernah terpisahkan, Ma. Tapi apapun yang sudah berlalu, sekarang Angga mengerti karna satu hal."

Tiba-tiba Angga memeluk Rissa.
"Sejauh apapun kita terpisahkan, pada akhirnya hubungan antara anak dan Ibu tidak akan pernah bisa putus sampai kapanpun." ujar Angga dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Kita memang pernah kehilangan Citra, Rissa. Tapi sebenarnya, kita tidak pernah kehilangan Angga. Saudara kembar Citra."

Detik itu juga Rissa pun menangis sambil memeluk Angga. Aku sampai ikut mengusap kedua mataku karena tidak bisa membendung air mata ini. Mereka terlihat sama-sama pernah saling kehilangan dan kembali bertemu setelah bertahun-tahun kemudian.

Angga, dia putraku. Setelah aku menugaskan salah satu orang kepercayaanku. Akhirnya aku mendapatkan semua bukti nyata kalau Rissa melahirkan anak kembar laki-laki dan perempuan.

Citra dan Angga pernah mengalami insiden penculikan. Rissa hanya mendapatkan hasil laporan dari kepolisian kalau Citra telah meninggal dunia setelah jenazahnya di temukan di sungai. Sedangkan Angga tidak bisa di temukan sampai akhirnya kasus itu di tutup dengan sendirinya.

Rissa pikir ia tidak akan pernah lagi bertemu dengan anaknya. Tapi dia salah. Justru Angga menjadi salah satu korban perdagangan anak hingga takdir kembali menuntun pertemuan mereka.

Angga masih terdiam memeluk Rissa dan mengusap punggung badannya.
"Mama, sudah, Angga tidak apa-apa. Sekarang Angga baik-baik aja. Angga sudah sama Papa. Meskipun Mama tidak bersama kami."

"Itu hak Mama kamu, Angga." sela ku lagi. "Bukankah aku harus menepati janjiku supaya tidak bertemu dengannya lagi?"

Aku tersenyum penuh kemenangan. Seolah-olah aku mempermainkan akal pikiran Rissa yang pastinya akan dilema. Namanya seorang Ibu, aku yakin tidak akan pernah bisa semudah itu  melepaskan anak kandungnya apalagi Rissa baru saja kembali bertemu dengan Angga setelah berpuluh-puluh tahun lamanya.

Mungkin tadi dia berkata sungguhan untuk tidak bertemu denganku lagi. Tetapi setelah melihat Angga dalam keadaan sehat wal'afiat, apa iya dia masih bisa melakukan hal itu?

Aku menatap layar ponselku. Kejadian tadi baru saja aku rekam pakai voice recoder tanpa siapapun sadari sebagai bukti yang akan aku persiapan kedepannya.

Lalu setelah itu, Seketika senyumanku menjadi penuh kemenangan. Mungkin ini terdengar licik, tapi begitulah cara aku mengikat Rissa.

****

😌 Keenan...

Makasiih sudah baca. Lagi usaha buat lanjutin meskipun up nya lambat 😊🙏

Sehat selalu ya🥰

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Kembalinya MasalaluWhere stories live. Discover now