Chapter 29 : Rissa

252 40 7
                                    

Dunia serasa terhenti begitu tiba-tiba ada seorang anak kecil yang memeluk seputaran pinggulku dengan erat. Yang tadinya aku fokus menatap adu mulut antara Ansel dan Keenan, seketika langsung terbungkam.

Astaga...

Apalagi ini?

"Ibu?"

Aku menghela napas. "Maaf, mungkin kamu salah orang tua."

Pelan-pelan aku menjauh. Berharap kali ini berhasil. Masalahnya..

"Aku mau ikut Ibu! Aku mau ikut Ibu! Jangan pisahkan aku dari Ibu lagi!"

Mendadak kepalaku langsung pening. Problem yang ada didepan mata aja berhasil membuat hidupku rumit. Kupikir rambutku aja yang sering berantakan, ternyata isi kepala juga ikut berantakan

"Rissa?"

"Rissa?"

Tiba-tiba mereka mendekatiku secara bersamaan dan pastinya meminta penjelasan padaku.

"Siapa anak ini?"

"Kalian saling kenal?"

"Kok dia manggil kamu ibu?"

"Kamu punya anak lain dari mantan kamu?"

"Kamu-"

"ADUH ADUH STOP! STOOOPPP!" ucapku kesal!

"Please deh ya. Please! Kalian pada kenapa sih nanya nanya gini seolah-olah aku kenal sama anak ini?!"

"Ibu... "

"Nak.. " Aku menoleh ke arah anak kecil ini lagi. "Maaf ya, mungkin kamu salah orang. Saya bukan ibu kamu."

"Tapi Bu-"

Tanpa banyak bicara aku pun langsung pergi meninggalkan semuanya. Tapi siapa sangka, yang ada aku malah tidak bisa mencegah air mata ini. Beribu maaf aku lontarkan pada anak itu. Dia nggak salah. Tapi aku yang salah dan bodoh. Bahkan dia tidak tahu apa-apa.

Sesampainya didepan mobil Ansel, aku langsung diam sambil menyenderkan tubuhku di mobilnya. Masalah sebelumnya belum selesai. Niatku yang tadinya ingin bertemu dengan Keenan secara empat mata malah gagal setelah Ansel bersikeras ingin ikut.

Katanya dia janji tidak mau ikut campur urusanku. Faktanya, malah sebaliknya. Omongan laki-laki memang gak bisa di pegang walaupun nggak semua. Sebuah notifikasi pesan nomor tak di kenal masuk. Ternyata Keenan.

+6281xxx : Kamu berhutang penjelasan padaku Rissa. Bahkan terlalu banyak menyimpan rahasia penting yang tidak aku ketahui setelah kita tidak bersama.

+6281xxx : Pokoknya aku bakal kejar kamu sampai kamu mau kasih penjelasan itu! Nggak perduli sebenci apapun kamu sama aku. Toh juga sejak dulu kamu udah benci aku kan?

Nih orang kenapa sih? pakai spam segala! Sok iye banget ngintimidasi aku.

+6281xxx : Sekalipun ada dia, nggak ngaruh buat aku.

Tanpa banyak mikir aku memblokir nomor nggak guna ini. Hidup aku emang bener-bener sial banget. Ya Allah, kenapa cobaan aku gini banget? Di keliling cowok brengsek yang bener-bener bikin mumet.

Ku pikir setelah menikah hidupku bakal mendingan. Minimal ada yang nafkahi maksudnya. Dan ternyata, ekspetasi itu gak sesuai karena laki-lakinya yang salah.

Yang tadinya bakal memiliki pundak untuk bersandar, malah bantal yang jadi saksi bisu tempat aku menangis.

"Emang paling bener nggak usah ketemu mantan."

Aku langsung menoleh ke samping. Ansel datang dengan pembawaannya yang tenang. Tidak ada emosi seperti sebelumnya yang terlihat cemburu. Aku udah capek. Jujur aja!

"Aku mau pulang."

"Rissa..."

"Apalagi?"

"Aku cuma mau bilang, serumit apapun masalah yang kamu punya dengan orang masalalumu, kamu jangan lupa ya, aku suamimu. Aku cemburu lihatnya.."

"Kamu itu ngomong apa sih?"

"Apapun yang terjadi, aku nggak bakal lepasin kamu."

"Ansel-"

"Dia mantanmu. Aku suamimu. Yang ngasih kenangan bakal kebanting sama yang ngasih kamu kepastian. Sampai sini paham kan?"

Lagi-lagi ponsel aku bergetar. Aku lagi malas ngecek ponsel karena sudah capek sama keadaan yang tidak ada habisnya kecuali aku mati.

"Ayo kita pulang."

Bahkan ketika Ansel merangkul pundaku dengan lembut pun, aku hanya bisa pasrah dan akhirnya kami memasuki mobil.

Ansel sudah duduk di balik kemudi. Tiba-tiba dia memberiku sebuah tasbih digital. Aku langsung terdiam menatapnya.

"Berdzikirlah biar hatimu tenang."

Lalu detik itu juga dia tersenyum. Dia bersikap seolah-olah seperti suami baik spek soleh yang perhatian sama istrinya. Dia mengelus pelan pipiku.

"Mulai sekarang, aku mau kamu fokus sama hubungan kita. Masih banyak kesempatan yang harus kita jalani kedepannya."

"Ansel, jujur aku-"

"Sayang.."

Tiba-tiba Ansel mencium keningku. Perasaanku langsung campur aduk. Aku nggak tahu harus senang atau sedih karena sudah capek di sakitin cinta dan laki-laki

"Kali ini kamu nggak punya tugas selain ada di samping aku sampai umur aku habis."

"Kenapa kamu ngomong seolah-olah kayak ngasih tanda mau meninggal sih?"

"Umur itu nggak berbau. Mumpung masih di beri kesempatan, aku hanya ingin kamu bisa menerima aku. Bahkan aku rela sekalipun kamu hanya berpura-pura karena kasian sama aku."

Ansel tersenyum miris setelah mengatakan itu. Seperti sosok suami yang pasrah karena mendapati kenyataan bahwa istrinya itu sudah kehilangan kepercayaan. Tapi kenyataannya emang gitu kan?

"Tidak apa-apa Riss, aku nggak pesimis kok. Tapi kalau sudah waktunya tiba kamu lelah, ngomong aja. Aku akan terima semuanya. Karena aku nggak ingin maksain kamu soal aku.. "

****

Rissa mulai oleng dikit 😌

Tapi di satu sisi, ada mantan yang ngerecokin soal desakan yang sampai sekarang belum diketahui sama dia 😅

Kamu tim Keenan atau Ansel?

Terima kasih sudah baca ✨

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Kembalinya MasalaluWhere stories live. Discover now