Chapter 20 : POV Keenan

267 48 5
                                    

Aku cukup terkejut begitu mendengar semua ucapan mantan calon adek iparku itu yang bernama Irfan. Katanya "dia adekmu bocil"

Adek? Apa maksudnya?

Tanpa bisa menahan diri aku langsung mencegah kepergian Rissa dengan menarik ujung tas selempang yang dia pakai. Aku menatapnya serius. Kali ini aku sedang tidak ingin bercanda seperti biasanya.

"Apa maksud Irfan tadi?"

"Bukan apa-apa. Maaf saya harus buru-buru."

"Riss-"

"Eh anda jangan cari masalah ya!"

Tiba-tiba Irfan datang dan langsung meninju bahuku. Bahkan aku sempat terdorong beberapa langkah. Aku tidak perlu melawan. Karena biar bagaimana pun aku mewajarkan tindakan Irfan yang sedang berusaha membela kakaknya.

"Maaf ya. Aku ada urusan penting sama kakakmu. Kamu bisa tunggu di parkiran luar."

"Nggak bisa gitu dong! Urusan anda sama kakak saya tetap menjadi urusan saya. Masih mau cari masalah lagi? Lu lakik baik-baik atau bukan sih? Hobi banget nyakitin cewek sebaik kakak gue!"

"Ir udah. Jangan-"

"Jangan apa kak? Jangan cari masalah? Lah sekarang dia ini lagi cari apa sama kita kalau bukan cari masalah?"

"Aku tahu. Tapi ir-"

"Please deh Kak. Jangan ngeladenin cowok bejat kayak dia! Nggak capek apa dari dulu di sakitin mulu?"

"IRFAN!"

"Cowok brengsek kayak gini nggak usah di kasih kesempatan kedua! Cukup yang pertama dan itu berhasil nyakitin kita semua. Termasuk anak kalian yang nggak berdosa itu dan sekarang ada di gundukan sana!"

Setelah mengatakan semua itu, aku melihat Irfan langsung pergi menarik Kakaknya menuju gerbang luar. Sedangkan aku, langsung kenal ulti saat ini juga.

Seperti pukulan yang menyakitkan. Aku sampai lupa kalau sekarang masih berdiri dengan baik padahal sebenarnya hati dan pikiranku lagi keluar dari tempatnya.

Sesaat, otakku langsung buntu. Bibirku kelu seperti tidak bisa berbicara. Aku benar-benar syok setelah mendengar  semua amarah Irfan.

"Ayah.. Apa benar aku punya adik? Kenapa adikku ikutan pergi seperti Ibu?"

"Tante! Kenapa tante pergi?"

"Tante!"

Aku memejamkan kedua mataku rapat-rapat. Sekarang aku baru merasakan kedua kakiku melemah seperti mencair. Perlahan, aku merosot berlutut di tanah yang aku pijak. Aku mengusap buliran keringat yang mengalir di dahiku. Bahkan aku yakin saat ini wajahku begitu pucat seperti habis melihat sesuatu yang menakutkan.

"Ayah?"

"Ayah?"

Aku langsung menoleh ke putriku. Astaga.. Bahkan aku sendiri hampir melupakan keberadaannya.

"Iya sayang. Maaf ya.. "

"Kok wajah Ayah pucat? Ayah sakit?"

Akhirnya aku tersenyum walaupun sedikit di paksa. "Ayah baik-baik aja. Em, ayo kita ke kuburan Ibu dan kirim doa."

"Tapi sekarang bukan cuma buat Ibu. Buat adekku juga."

Ntah dorongan darimana secara refleks aku malah mengangguk pelan. Padahal aku belum mengetahui semuanya secara detail dari Rissa setelah kami berpisah di hotel itu. Karena saat semua itu terjadi, aku dan Rissa benar-benar tidak bertemu lagi.

Dan di masa-masa itu. Aku tidak menyangka kalau Rissa melalui hal yang menyakitkan itu sendirian. Dia menopang rasa pahit bersama hatinya yang terluka.

Sampai akhirnya dia kembali bertemu denganku. Bahkan dengan lempengnya aku becandain dia dengan banyak gombalan yang tentunya terasa mentah buat dia.

"Ayah.. Kita kirim doa dulu buat adekku gimana?"

"Baik."

Perlahan, aku kembali berdiri. Melangkah menuju gundukan tangah berukuran kecil tepat di sebelah malam istriku.

Aku benar-benar tidak semangat dan baru merasakan kehancuran yang sebenarnya. Seperti kehabisan tenaga karena apa yang terjadi barusan berhasil menguras pikiran sekaligus menjadikanku pria terbodoh dan tolol di dunia.

Citra Falissa. Itu nama anak ini.

Aku melihat tanggal lahir dan wafatnya. Meninggal ketika usia nya baru 3 bulan di lahirkan. Kalau di hitung-hitung, anak ini meninggal tepat saat aku baru saja menikah dengan istriku.

Hatiku langsung sakit. Aku menikah dengan wanita lain. Sedangkan di saat itu anak ini telah pergi selama-lamanya ntah karena sebab apa.

Ya Allah..

Air mata kini menetes di pipiku. Tanpa rasa malu lagi di hadapan Shafira aku terisak menangis. Aku mengusap pelan batu nisan kecil ini.

Putriku.. Dia putriku..

"Kenapa Riss.. Kenapa kamu nggak bilang dari dulu?" ucapku dalam hati agar tidak di ketahui Fira.

"Kenapa kamu nggak pernah kasih tahu kalau ada anak diantara kita?"

Tangisanku semakin kencang dan terasa penyesalan yang tiada artinya.

"Maaf Riss.. Maaf. Aku benar-benar jahat sama kamu. Kamu bersikap seolah-olah lagi baik-baik aja setelah kita kembali bertemu. Tapi tanpa aku ketahui, ternyata selama ini kamu menyembunyikan semua rasa sakit ini dengan rapat sendirian."

"Brengsek kamu Keenan.. Brengsek!"

****

🥺 luka dihati emang paling suka datang  dadakan dan gak bs di prediksi

Makasiiih ya udah baca.
Sehat selalu 🤍

Instagram : lia_rezaa_Vahlefii

Kembalinya MasalaluWhere stories live. Discover now