Chapter 23 : POV Rissa

279 49 10
                                    

Seminggu kemudian..

Sudah seminggu berlalu. Bukannya aku berhasil menenangkan diri malah sebaliknya. Disinilah aku, berada di ruang rawat inap kelas VIP karena Ansel mengalami kecelakaan dan menyebabkan patah tulang.

Adzab suami dzolim itu ya gini. Pas lagi Seneng-senengnya aja lupa. Giliran dapat musibah ingat anak istri. Kalau kalian pikir aku kasihan sama dia. Jawabannya enggak. Sekalipun dia itu suami.

Mengingat apa yang sudah dia lakukan sama aku selama ini memang fatal dan keterlaluan. Bayangin aja, selama ini dia sudah nggak bertanggung jawab. Sudah gitu ngekang aku nggak boleh kerja.

Aku nggak habis pikir kenapa dia begitu. Ntah karena melihat aku kerja sama mantan atau gimana, jujur, aku marah banget waktu di larang bekerja.

"Riss.."

Tatapanku langsung beralih ke wajahnya. Dia menatapku sendu dengan rasa bersalah. Wajahnya memang pucat meskipun kadar ketampanannya tidak berkurang. Tapi percuma juga ganteng kalau taunya nyakitin. Aku mah udah bodo amat dan mentah di buatnya.

"Kamu mau makan? Aku suapin." tanyaku padanya. Masih bersikap baik mau nawarin dia makan meskipun rasanya berat.

"Enggak. Aku cuma mau ngobrol sama kamu."

Sesaat, aku menatapnya. Tapi lama-lama malah terasa menjengkelkan karena teringat semua perbuatannya.

"Maaf ya, selama ini aku sudah jahat sama kamu."

"Kamu begini karena lagi sakit. Nanti kalau sudah sembuh, jahatnya bakal balik lagi."

"Kok gitu?"

"Kamu masih nanya juga? Giliran sakit hubungin anak istri. Kemarin-kemarin kemana aja?"

Tiba-tiba Ansel memegang tanganku. Kalau nggak di infus, mau aku potong aja tangan dia. Di kira aku masih sudi apa dipegang kayak gini sedangkan tangannya itu nggak pernah bisa setia memegang tanganku sampai mati?

Tangannya itu tangan-tangan gatal. Punya tangan bukannya di pakai buat yang baik-baik malah di pakai nge grepe-grepe yang haram.

"Kerja dan selingkuh."

Dengan cepat aku langsung menarik tanganku. Bahkan aku tidak perduli walaupun wajahnya mengernyit kesakitan karena tanpa sengaja aku menyenggol infus di tangannya.

"Kenapa sih kamu ngekang aku? Harus ya aku bertahan sama orang yang sudah jelas-jelasnya nyakitin aku?"

"Aku nggak suka kamu kerja sama mantan kamu."

"Kamu boleh nggak suka sama si boss itu. Ralat, maksudnya mantan bossku itu. Tetapi kamu nggak berhak melarang aku yang ingin mandiri. Kamu sadar nggak sih, apa yang kamu lakuin selama ini menyiksa banget? Kamu nggak nafkain keluargamu, kamu kasar sama aku. Kamu biarin aku lontang lantung tanpa uang. Sekarang giliran aku kerja, kamu larang aku. Aku minta izin buat nenangin diri di kota ini, kamu malah ngasih syarat dengan cara nikah lagi."
Kamu sengaja kan, bikin aku dan Azhar mati secara perlahan?"

"Mungkin kata maaf tidak akan bisa mengembalikan semuanya. Tapi kesempatan kedua selalu ada buat aku yang ingin berusaha melakukannya."

"Terus aja usaha sampai kamu capek. Tapi sorry ya, hati aku udah mentah sama kamu. Jadi apapun yang kamu lakuin untuk aku, jangan terlalu banyak berekpetasi yang tinggi."

"Usaha tidak akan menghianati hasil. Aku percaya bisa melakukannya dan berubah dengan baik."

Tiba-tiba pintu terketuk pelan. Begitu Ansel bersuara boleh masuk, seorang pria berstelan formal seperti asisten para atasan yang sering aku lihat di film drama-drama itu kini berada di depan mataku sambil membawa goodybag.

"Ibu Rissa. Ini buat anda."

Aku tidak bereksi apapun. Aku hanya menatap anak buah Ansel dengan tatapan malas.

"Sorry, nggak nerima sogokan."

Aku yakin saat ini dia dan Ansel langsung berkomunikasi lewat tatapan mata. Aku sih enggak perduli ya. Orang kalau sudah sakit hati sekalipun di kasih emas sekarung bakalan nggak perduli. Harga diri aku nggak bisa di beli dengan harta apalagi di sogokan. Kalau sebagian orang mungkin senang, tapi maaf, pengecualian buat aku.

"Oke kalau kamu nggak suka. Jadi kamu maunya apa?"

"Kalau aku minta, yakin bakal mau ngasih?"

"Pokoknya jangan yang aneh-aneh. Apalagi pernyataan atau alasan."

"Aku mintanya kertas."

"Kertas?"

Aku langsung bersedekap dan menaikan daguku.

"Kertas berisi surat perceraian kita. Aku mau itu."

*****

Mintanya langsung kena mental nggak tuh si Ansel 😌

Makasihh ya udah baca. Jgn lupa buat cek spolier bab berikutnya melalui instagram story aku ya..

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Kembalinya MasalaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang