Chapter 3 : [ Luka Pertama ]

19 11 1
                                    

               Bulan kedua Bee bersekolah di SMA Sebastian, gadis itu sudah merasa betah. Sekolahannya benar-benar terasa rumah kedua untuknya, setiap kelas memiliki empat kipas angin, banyak wifi gratis di mana-mana, lingkungan bersih, hijau dan rindang banyak pepohonan, sampah plastik yang sangat sedikit, dan yang paling penting.. kamar mandinya bersih sekali. Bahkan bisa untuk mirror selfie aesthetic seperti di mall-mall.

Betapa betahnya murid-murid yang bersekolah di sana dengan fasilitas yang seperti itu, walaupun biaya uang gedung juga tidak bisa dianggap enteng. Namun hal itu sepadan..

Bee dan Sunny, untuk keberapakalinya mereka menginjakkan kaki di tempat ramai bernama kantin sekolah. Ini karena Sunny ingin membeli lebih banyak lauk untuk barter dengan Bee, gara-gara ayahnya yang memintanya untuk menjaga bentuk tubuh ideal.. para maid di rumahnya enggan membuatkannya lebih banyak makanan untuk bekal karena larangan dari ayahnya itu.

Padahal Sunny sudah mengatakan lauk-lauk itu untuk sahabatnya juga, bukan hanya dirinya. Namun tetap saja, ucapan tuan besar tidak dapat dibantah hanya untuk putri kecilnya.

Sunny menghampiri Bee yang duduk bersama beberapa teman sekelas mereka, tentunya dengan satu kursi yang masih kosong karena terdapat kotak bekalnya dan Bee. Ide sahabatnya itu memang yang terbaik..

"I'm back, gilak antrinya lama banget.." Sunny menaruh kotak jajanannya di meja, mengambil bekalnya dari kursi dan segera duduk.

"Seribu murid lebih lagi istirahat, kamu harus inget itu.." Cibir Bee sembari membuka kotak bekalnya.

"Padal yang ngelayani juga banyak, tapi tetep rame.."

"Aku tidak peduli, aku mau makan. Aku lapar.."

"Jahat kalik kamo Bee.." Sunny mewek di tempatnya mendengar Bee berkata tidak peduli karena lamanya ia mengantre.

"Tapi nggak sampai lima menit kan antrinya Sun? Masih bisalah makan dengan tenang.." Reyna menimpali.

"Kalo kata Bu Cintya di grub, y cilik titik.." Balas Sunny.

Manda hampir saja tersedak mendengar ucapan Sunny, "Anjir bawa-bawa BuCin.."

"Nggak ada otak lah tuu guru, ngasih tugas bejibun kek gunung merapi. Berasap nii pala otak.."

"Pala otak, pala otak. Mulut kau yaa.." Reyna menatap Sunny memperingati, biasanya jika diobrolkan.. guru tersebut pasti datang.

"Biasanya nihh, kalo diobrolin tuu guru bakalan dateng. Tiba-tiba mak petungul mak jegagik kek jalangkung.." Rosalie ikut mengingatkan.

"Bisa denger suara infrasonik sama ultrasonik tuu guru.." Ucap Bee sambil memotong ayam bakarnya, "Keknya juga bisa ngobrol sama bayi di perut gara-gara bisa denger suara ultrasonik.."

"Anjirr, becanda lu bawa pelajaran.." Cibir Manda.

"Pelajaran IPA lagi.." Sahut Sunny.

"Anak Bahasa apa anak IPA sihh kamu itu Bee?" Reyna menatap datar Bee.

"Anak orang.." Jawab Bee sekenanya sembari kembali memakan bekalnya.

"Kamo kira kamu anak hewan hahh? Abis kebentur apa gimana sih pala anak satu ini.." Rosalie mengelus dadanya bersabar, jika bukan Bee.. sudah pasti isi kotak bekal di hadapannya berpindah tempat menjadi di wajah gadis itu. "Untung nama kamu Sayang, jadi sayang kan.."

Bee menatap Rosaline sembari tersenyum, panggilan itu lagi. Bee tidak menyukainya, "Untung mulut aku masih ngunyah, nggak baik ngomong kasar pas lagi makan🙂"

Rosaline tertawa mendengarnya, "Jan ngomong kasar Bee, nanti nggak jadi sayang lagi🤣"

"Au ah, males." Bee kembali melanjutkan acara memakan bekalnya, berusaha mengabaikan teman-temannya yang ikut tertawa menertawakannya.

BONDINGWhere stories live. Discover now