"Akhirnya lo bisa sekolah lagi! Aaaa, kangen!!"

Tak perlu dipertanyakan, suara melengking itu tidak lain adalah Alesya, bersama Amanda yang berdiri tepat dihadapan Anjani. Keduanya menyambut kedatangan gadis itu cukup gembira. Pasalnya satu Minggu terasa begitu berat tanpa adanya Anjani dan Gea.

"Baru kemarin ketemu, masa kangen?" ujar Anjani. Gadis itu sedikit terkekeh, sambil membalas peluk singkat dari Alesya.

"Maksud gue, gue kangen lo jadi temen sebangku gue. Gak ada lo, gue sendirian tau!"

"Kenapa gak duduk di tempat Gea? Kan Amanda sendirian juga."

Mendengar itu, lantas dari Amanda menjawab, "Dia gak mau duduk di depan, lo tau sendiri Alesya suka ngemil. Kalau duduk di depan bareng gue, yang ada keciduk terus sama guru."

Anjani terkekeh mendengar itu. Lalu ketiganya melangkah bersama menuju kelas di lantai dua. Selama di perjalanan pula, banyak percakapan yang dilontarkan Alesya. Seputarannya sedikit membahas kondisi Gea. Tak bisa dipungkiri, mereka terus khawatir dengan kondisi Gea yang belum bisa dikatakan baik-baik saja.

"Selama lo di rumah sakit, lo gak mengalami hal janggal kan?"

Pertanyaan dari Amanda terlontar, kala ketiganya sudah duduk di kursi kelas mereka. Kelas cukup sepi, membuat Amanda merasa aman membicarakan hal penting itu.

"Maksud lo?" Anjani mengangkat sebelah alisnya. Sedikit tidak paham dengan maksud pertanyaan Amanda barusan.

"Peneror itu, masih gangguin lo gak? Atau ngirim kotak aneh itu."

Sedikit berpikir sejenak baru Anjani menjawab, "Gak ada. Tapi gue yakin peneror itu masih tetap ngawasin gue. Dan entah sampai kapan teror itu berakhir. Gue bener-bener pusing mikirinnya."

"Tapi peneror itu bener-bener senekat itu mau mencelakai lo. Sekarang gue makin takut lo kenapa-napa," kata Alesya. Sorot matanya yang sedikit teduh itu membuat hati Anjani sedikit tersentuh.

"Berarti benar dugaan kita, Sya, kalau peneror itu berhenti sebentar ngasih kotak aneh itu ke Anjani selama Anjani di rawat. Mungkin dia merasa menang sudah bisa mencelakai Anjani."

Perkataan Amanda itu sontak memasang raut wajah terkejut dari Anjani. Gadis itu lantas berkata, "Maksudnya? Kenapa kalian tau kalau peneror itu gak ngasih kotak merah itu lagi ke gue?"

"Selama satu Minggu lo gak sekolah, gue sama Amanda selalu cek lemari loker lo, buat meriksa peneror itu kasih kotak merah itu lagi ke lo apa enggak," jawab Alesya.

"Sebentar, gimana caranya kalian bisa buka lemari loker gue, padahal itu gue kunci."

"Kita pinjam kunci cadangan. Maaf kami terkesan lancang asal buka lemari loker lo, kami ngelakuin itu cuman memastiin kalau lo di teror lagi atau enggak."

Mendengar itu, Anjani hanya mampu menarik senyum tipis. Lalu bangkit berdiri yang membuat kedua temannya menatap tanda tanya padanya.

"Gue mau ke toilet sebentar."

Alih-alih menunggu jawaban dari keduanya, Anjani langsung angkat kaki keluar dari kelas. Bukan toilet tujuannya, melainkan ruang ganti. Berbicara tentang lemari loker itu Anjani kembali penasaran apakah kotak merah itu masih dikirimkan untuknya.

Sesampai di sana, dengan suasana yang sepi, Anjani langsung bergegas membuka pintu lokernya. Hal pertama yang dilihatnya setangkai bunga mawar hitam juga secarik kertas. Anjani mengambilnya. Lalu membaca isi surat itu dengan perlahan.

Selamat datang di sekolah ini lagi.

Tangannya tanpa sadar meremas secarik kertas itu dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan lagi. Namun ada satu yang menjadi patokan dibenak Anjani, seberapa banyak kunci cadangan itu, sampai-sampai orang lain bisa memilikinya untuk membuka dengan lancang lemari loker miliknya.

EVANDER || BTSWhere stories live. Discover now