16

3.2K 258 93
                                    

Secarik kertas putih juga satu kertas berisi soal-soal yang belum terjawab menjadi titik fokus murid-murid di kelas 11 MIPA 1

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Secarik kertas putih juga satu kertas berisi soal-soal yang belum terjawab menjadi titik fokus murid-murid di kelas 11 MIPA 1. Hari ini kabarnya mereka semua tengah melaksanakan ulangan harian pelajaran Fisika. Berbekal persiapan kemarin malam, nampaknya Anjani cukup bisa mengerjakan satu demi persatu soal tersebut.

Namun resiko yang didapat gadis itu juga, kantung matanya yang menghitam akibat belajar tak kenal waktu tadi malam. Kepalanya bahkan sesekali pening, tetapi gadis itu biarkan––tetap larut dalam keheningan mengerjakan soal ulangan kali ini, dengan saksama.

"Kamu tidak perlu memberikan apapun kepada Papa agar Papa bahagia, cukup dengan posisi kamu si juara kelas saja, Papa sudah bangga dan bahagia. Pertahankan itu, agar Papa tidak sia-sia menyekolahkan kamu sampai sekarang."

Perkataan Papa itu menjadi titik alasan Anjani memiliki jiwa ambisius dan ingin terlihat unggul dari yang lainnya. Sebenarnya ini bukan kemauannya. Justru dengan seperti itu, ia tersiksa. Hidupnya terlalu monoton. Belajar, belajar, dan belajar. Sepertinya tidak ada kegiatan lain selain belajar dalam hidupnya.

Kebebasan? Mustahil itu bisa terjadi! Papa terlalu mengekang dirinya. Membatasi pergaulannya. Andai bisa memilih, Anjani tidak ingin dilahirkan dari keluarga itu.

Satu soal lagi, namun gadis itu mendadak berhenti. Ia menahan kepalanya yang mulai terasa berat. Tahan Anjani, bentar lagi selesai, benaknya terus berbicara.

Sepertinya ini efek samping karena tadi malam kurang tidur. Sambil mengerjakan satu soal terakhir, tangan kiri Anjani tak henti-henti memijat pelan keningnya. Berharap itu bisa mengurasi rasa sakit di kepalanya itu.

"Anjani..."

Suara pelan itu sontak bisa menarik atensi Anjani sekarang. Gadis itu menoleh ke samping, mendapati sosok Alesya yang memanggilnya barusan. Hari ini mereka semua yang duduk sebangku harus berjaga jarak sementara, selama ulangan berlangsung. Tujuannya agar tidak saling contekan. Sayangnya, otak Aleysa yang dikatakan jauh dari otak Anjani terpaksa meminta bantuan. Menatap Anjani dengan raut wajah menyedihkan, sambil mengacungkan tiga jarinya.

"Nomor tiga Anjani, gue gak ngerti..."

Melihat itu, Anjani beralih pada soal yang dimaksud, lalu berganti melihat jawabannya sekarang. Anjani bukan tipikal si juara kelas yang pelit kasih jawaban. Jika itu teman dekatnya, Anjani tidak keberatan membantunya.

"Nomor tiga itu––"

"––bentar, Anjani, hidung lo..., keluar darah..."

"Hah?" Anjani melotot terkejut. Lantas tangannya ia datarkan ke bagian hidung. Lalu menariknya kembali, melihat dengan jelas di jemarinya ada darah segar yang berasal dari hidungnya barusan.

Astaga, kenapa harus mimisan lagi?

Sialnya, Anjani tidak punya tisu, terpaksa gadis itu menutup hidungnya dengan telapak tangan kirinya. Beruntung semua soal ulangan sudah selesai ia kerjakan. Tanpa banyak berpikir lagi, Anjani lekas bangkit berdiri membawa kertas ulangannya ke meja guru. Setelahnya meminta izin ke toilet tanpa memberitahu keadaannya.

EVANDER || BTSWhere stories live. Discover now