28

3K 206 166
                                    

Setelah menghabiskan waktu berjam-jam menemani Mila di ruangannya, akhirnya Anjani berpamitan pulang, dengan Devan yang mengantarkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah menghabiskan waktu berjam-jam menemani Mila di ruangannya, akhirnya Anjani berpamitan pulang, dengan Devan yang mengantarkan. Sikap Mila yang terbilang sangat ramah itu membuat Anjani betah berlama-lama berbincang dengannya. Ini mungkin terbilang cukup aneh, Anjani merasa lebih nyaman bersama Mila, dibanding Mamanya sendiri.

Bahkan setelah melangkah keluar dari ruangan wanita itu pun, Anjani tak henti-hentinya mengkhawatirkannya. Mungkin itu juga karena Anjani tahu lebih dulu penyakit Mila saat ini. Sedang Devan, sesekali melirik Anjani, yang sekarang sudah diam tanpa banyak bicara seperti di ruangan Mamanya tadi.

"Nyokap gue kalau ketemu orang baru, apalagi cewek, seneng banget. Pasti diajak bicara terus, pokoknya gak kelar-kelar topiknya," beritahu Devan. Mendadak lelaki itu ingin menarik pembicaraan dengan Anjani.

Mendengar itu, lantas saja kepala Anjani menoleh ke samping. Ada senyum tipis yang terpatri di sana, sebelum menjawab ucapan Devan barusan, "Tapi nyokap lo seru. Gue yang awalnya canggung tiba-tiba udah gak lagi. Mendadak gue jadi bingung, nyokap lo yang sefriendly itu, kok anaknya sependiam ini."

"Lo lagi ngatain gue?" Nada suara Devan sedikit tidak terima, hal itu membuat Anjani sedikit terkekeh.

"Emang buktinya gitu kan? Lo sama nyokap lo itu berbanding terbalik. Jadi pepatah yang mengatakan buah jatuh gak jauh dari pohonnya itu gak selamanya bener, dan lo salah satunya. Oh, atau mungkin aja sikap lo mirip Papa lo kali ya?"

Mendengar nama Papa yang disebut Anjani barusan membuat Devan terdiam sesaat, itu juga menarik tatapan bingung dari Anjani. Dalam hati gadis itu berkata, apa ia salah bicara?

Akhirnya langkah itu sampai di parkiran, sepanjang langkah itupun keduanya sama-sama bungkam. Membuat Anjani benar-benar canggung sekarang. Ingin bertanya mengapa Devan pun, ia mendadak takut––hingga mempersilahkan hening melanda mereka berdua.

Devan tidak banyak bicara, setelah melihat Anjani sudah duduk di motornya, lelaki itu langsung menjalankannya. Jujur saja, perasaannya kacau jika disangkutkan dengan Papa. Apalagi mengingat pria itu pun tidak ada di saat Mamanya berakhir di rumah sakit lagi. Entahlah, sampai sekarang Devan bingung, apakah pria itu masih pantas untuk ia sebut Papa.

Netra Devan beralih ke arah kaca spion, di sana ia melihat cukup jelas wajah canggung Anjani sekarang. Bukan ia menuduh gadis itu atas keterdiaman dirinya sekarang, hanya saja ia cukup malas jika melibatkan Papa dalam pembicaraannya. Maka dari itulah ia memilih diam sampai sekarang.

Merasa tidak tega pula dengan raut wajah Anjani itu, dari Devan mulai angkat suara lagi. Membuat Anjani yang di belakang samar-samar mendengar. "Lo udah makan siang belum?"

"Hah?" Anjani sedikit memajukan tubuhnya, mendengarkan lebih jelas lagi ucapan Devan padanya itu.

"Lo udah makan siang belum?"

Kali ini Anjani mendengar dengan jelas. Ada tatapan bingung untuk kedua kalinya dari gadis itu. Bingung lantaran sikap Devan yang susah ditebak. Barusan bukan kah lelaki itu mendiamkannya.

EVANDER || BTSWhere stories live. Discover now