26

2.5K 191 71
                                    

Pintu UGD terbuka, sosok yang ditunggu akhirnya keluar dari ruang tersebut––dokter, bersama satu perawat di sampingnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pintu UGD terbuka, sosok yang ditunggu akhirnya keluar dari ruang tersebut––dokter, bersama satu perawat di sampingnya. Dari arah kursi tunggu, wanita setengah baya yang diketahui Mama dari Alesya lantas bangkit berdiri untuk sekedar mendekati sang dokter, dibantu sang suami. Raut wajahnya kentara khawatir. Mengetahui anak tunggalnya masuk rumah sakit, hatinya tidak tenang sampai detik ini.

Karena bibirnya yang masih bergetar, lantaran tangis yang belum mereda, sang suami lah yang lantas mewakili untuk bertanya pada dokter di depan mereka kali ini. "Dok, gimana dengan putri saya? Dia baik-baik aja kan?"

"Untunglah putri Bapak cepat dibawa ke rumah sakit ini. Jika saja terlambat, racun itu bisa menyebar kemana-mana, itu berdampak sangat berbahaya. Sekarang putri Bapak baik-baik saja. Dia juga sudah siuman," jelas sang dokter itu. Pria itu menarik senyum simpul, menyiratkan bahwa keadaan sudah baik-baik saja.

"Apakah boleh kami menjenguknya?" tanya Mama Aleysa. Wanita itu mengusap pipinya yang basah itu. Ada perasaan lega darinya mengetahui sang anak sudah baik-baik saja sekarang.

Sebelum menjawab, dokter itu menatap satu persatu orang-orang yang berdiri sekarang ini. Cukup banyak, membuat pria itu berkata, "Gantian ya. Pasien juga butuh istirahat, badannya juga belum fit."

Mendengar itu, mereka semua mengangguk mengerti. Karena sudah begitu penasaran dengan keadaan sang anak, kedua orang tua itu lebih dulu menjenguk ke dalam––meninggalkan kelima anak remaja yang mereka tahu teman dari anaknya.

Sedang di kursi tunggu, Anjani mengusap wajahnya––menghapus jejak air matanya di sana. Ketakutan gadis itu terhadap Alesya sudah mulai mereda, namun tidak bisa dipungkiri juga, ketakutan dalam hal lain masih merenggut dirinya. Mengenai si pengganggu itu, yang masih abu-abu untuk ia tebak siapa orangnya.

Sekarang bukan hanya dirinya yang mendapat teror itu, tapi orang terdekatnya pun ikut terseret. Anjani sempat angkat pandang sesaat, melihat orang yang ada disekitarnya. Berikutnya siapa lagi yang akan kena? Tidak! Anjani menggeleng kepala cepat atas pemikirannya itu.

"Anjani, lo baik-baik aja kan?"

Pertanyaan itu melayang dari Gea. Gadis itu sejak tadi duduk di samping Anjani, sesekali juga ia melirik Anjani yang hanya terdiam––wajahnya terlihat sedikit pucat. Membuat Gea menebak bahwa Anjani sedang tidak baik-baik saja.

"Iya, gue baik-baik aja kok," jawab Anjani menarik senyum canggung. Ia menyembunyikan helaian rambutnya yang sedikit berantakan ke belakang telinga.

Mendengar jawaban itu, Gea mengangguk perlahan. Tak sampai satu detik, dari Anjani kembali angkat bicara, membuat yang lain sesaat menoleh ke arahnya. "Gue ke toilet dulu ya."

"Gue temenin," ujar Gea cepat. Ia ikut bangkit berdiri. Sedang Anjani tidak banyak bicara, ia membiarkan langkah Gea mengikutinya.

Sementara Amanda memilih ke kantin, membeli teh hangat untuk menenangkan Anjani sekarang––juga sempat berpesan pada Anjani, setelah ke toilet langsung menemuinya ke kantin rumah sakit ini. Sepertinya Anjani masih trauma dengan kejadian yang menimpa Alesya di sekolah tadi, pikir Amanda.

EVANDER || BTSWhere stories live. Discover now