17

3K 238 82
                                    

Keheningan mendadak mendominasi suasana kelas 11 MIPA 1 ketika Ibu Luna datang di jam pelajaran terakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keheningan mendadak mendominasi suasana kelas 11 MIPA 1 ketika Ibu Luna datang di jam pelajaran terakhir. Membawa beberapa tumpukan kertas, yang mereka semua ketahui adalah kertas ulangan harian Fisika kemarin. Tentu saja kertas-kertas tersebut sudah tertulis jelas nilai-nilai mereka semua.

Debaran jantung mulai terasa. Sebagian dari mereka mulai khawatir dengan hasil nilai ulangan kemarin. Ibu Luna terkenal pelit memberi nilai. Jika mendapatkan nilai di bawah KKM, siap-siap Minggu depan harus remedial––membayangkannya saja sudah membuat mereka lelah untuk belajar kembali mata pelajaran Fisika itu.

"Yang Ibu sebut namanya langsung maju ke depan!"

Tanpa banyak bicara lagi, wanita setengah baya dengan julukan guru killer sejagat raya itu mulai memanggil satu persatu nama murid di kelas 11 MIPA 1 ini sesuai urutan kertas yang dibawanya itu. Tak ada yang bergerak lambat, semua patuh, dan tertib maju ke depan hanya untuk mengambil kertas ulangan mereka.

"Anjani Zelinda Atmaja."

Dan Anjani menjadi orang terakhir mengambil kertas ulangannya. Iris legam milik Anjani mulai terfokus pada bulatan besar yang berisi dua angka yang tertera jelas. Ketika melewati meja Amanda, gadis itu bertanya pelan, "Nilai lo berapa Anjani?"

Anjani menoleh. Dengan sedikit percaya diri ia menjawab, "Sembilan puluh. Kalau lo?"

"Sembilan puluh tujuh."

Anjani mengangguk pelan. Sempat gadis itu melirik kertas ulangan milik Amanda yang jawabannya sudah nyaris benar dibanding miliknya. Ia menarik senyum tipis, kemudian berlalu menuju tempat duduknya kembali. Bersama itu, ada ketakutan yang mendadak bersuara.

Kalau Papa tau nilai aku dibalap jauh sama Amanda, Papa pasti marah.

Sejujurnya, bukan Anjani tidak senang dengan hasil nilai ulangan yang didapatnya. Melainkan ketakutan terhadap tanggapan Papa jika tahu masih ada Amanda yang nilainya di atas dirinya.

Ini bukan tentang jiwa ambisius Anjani yang berkoar, namun ini tentang keinginan Papa yang selalu menginginkan putri tunggalnya berada di posisi juara kelas. Jika sampai posisi itu tergeserkan, nasib buruk pada Anjani ada di depan mata.

Seolah tak ada hal yang perlu dibanggakan dengan nilai ulangan kali ini, Anjani lantas memasukkan kertas tersebut ke dalam tasnya. Membuat Alesya yang duduk di sebelah tak sengaja melihat sontak menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Kertasnya kok langsung disimpan aja? Gue kan belum liat nilai lo," ujar Alesya dengan ciri khas gaya bercandanya.

"Gak papa kok. Takut nanti gue kelupaan masukin dalam tas," jawab Anjani. Ada lengkungan senyum yang terbit. Cepat-cepat suasana hati yang tak tenang itu Anjani tepis. Berharap semua akan baik-baik saja nantinya.

Jawaban yang masuk akal itu tidak membuat Alesya menaruh curiga apapun lagi. Lalu dengan rasa penasarannya gadis itu kembali bertanya. "Berapa nilai lo? Pasti tinggi kan?"

EVANDER || BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang