Tidak ada lagi topik selain itu. Gea yang sebagai lawan bicara asik bagi Alesya pun sekarang mendadak menjadi pendiam––menikmati makanannya tanpa berminat untuk menimbrung obrolan.

Beberapa detik berlalu, salah satu ponsel dari mereka tiba-tiba bergetar. Yang mendengar angkat pandang, melihat bahwa ponsel itu milik Gea. Gerak-gerik yang gegabah dari Gea itu membuat Anjani mengerutkan kening sesaat.

"G-gue..., ke toilet sebentar ya."

Gea berlalu meninggalkan. Membuat Alesya yang melihat sontak mendekati Anjani. Berbicara pelan yang terdengar langsung pada Amanda yang saat ini duduk di depan mereka. "Kalian nyadar gak sih, kalau dari tadi pagi sikap Gea beda."

"Beda gimana maksudnya?" tanya Amanda. Jujur saja gadis itu tidak terlalu memperhatikan sikap teman-temannya ini.

"Mendadak pendiam gini, kan aneh. Biasanya dia paling nyerecos. Tadi aja ada yang nelepon dia langsung ke toilet, kaya gak mau banget kita tau."

Ternyata bukan Anjani saja yang menyadari, Alesya pun sama demikian, hanya saja Alesya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar semua penuturan Alesya itu, Anjani hanya mengangguk singkat untuk sekedar menanggapi, lalu bangkit berdiri berniat ingin mengikuti Gea kali ini.

"Lo mau kemana juga?" Alesya langsung menyadari gerak-gerik Anjani yang berniat ikut pergi dari kantin ini.

"Ke toilet bentar, udah kebelet hehe."

Sedikit terburu Anjani membawa langkah kakinya keluar dari kantin. Menurut Anjani, Gea tidak mungkin ke toilet. Entah terlintas darimana pula benaknya berkata bahwa Gea ada di ruang ganti perempuan.

Di jam istirahat memang ruang ganti tidak pernah ada orangnya membuat Anjani sedikit lebih tenang melangkah ke sana. Namun belum juga sampai, sesuatu menghentikan niatnya––kala sosok lelaki dengan lancang masuk ke ruang ganti perempuan.

"Bentar, itu kan kak Saga? Temannya Devan. Ngapain dia masuk ke dalam ruang ganti perempuan juga."

Anjani tidak ingin terlalu gegabah dalam tindakannya. Ia lebih memilih diam di tempatnya sembari menunggu siapa yang akan keluar dari ruang ganti itu. Hingga terhitung lima menit berlalu, perkiraan yang Anjani rangkai ternyata benar. Gea keluar dari ruang ganti itu, disusul Saga di belakang.

Seperti orang yang takut terciduk, keduanya berpisah dari sana entah kemana. Lantas setelah kepergian dua orang itu baru Anjani perlahan masuk ke dalam ruang ganti tersebut, yang sebelumnya menoleh ke kanan kiri untuk sekedar memastikan tidak ada orang yang mengikutinya.

Ruang ganti benar-benar sepi. Tujuannya kemarin hanya untuk melihat isi lemari lokernya. Kala pintu kecil itu terbuka, hal paling familiar akhir-akhir ini kembali ia lihat––kotak merah.

"Jadi benar, Gea peneror itu?"

Sedikit tidak percaya, namun ia juga sendiri yang melihatnya Gea masuk ke ruang ganti ini, dan kotak merah itu lagi-lagi ada di lemari lokernya. Ada rasa kecewa yang melintas di dalam dirinya. Rasanya seperti ditipu. Orang terdekat bahkan bisa berkhianat di belakangnya.

Perlahan ia mengambil kotak itu. Kali ini kotak merah itu ukurannya cukup besar. Anjani yang sudah mulai terbiasa dengan semua kiriman-kiriman ini tanpa rasa takut lagi langsung membukanya. Di dalamnya terdapat jaket hitam juga topi hitam. Tidak ada surat lagi di sana membuat Anjani semakin bingung dengan isi kotak merah kali ini.

Hingga tidak ada pilihan membuatnya langsung mengabari hal ini kepada Devan. Entahlah rasanya hanya Devan yang bisa Anjani percayai untuk saat ini.

 Entahlah rasanya hanya Devan yang bisa Anjani percayai untuk saat ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
EVANDER || BTSWhere stories live. Discover now