"Di lemari loker gue, di ruang ganti. Sebenarnya gue juga masih bingung, kenapa orang itu bisa buka lemari loker gue yang padahal jelas-jelas itu di kunci, dan kuncinya juga di tangan gue," beritahu Anjani. Gadis itu sempat memutar otak, mencari titik jawaban oleh kebingungannya itu.

"Artinya dia orang dalam. Jelas mudah bagi dia dapat kunci cadangan semua lemari loker," jawab Devan.

Ah, Anjani tidak kepikiran sampai ke sana. Oleh anggukan singkat dari Anjani itu, Devan sontak menoleh ke arahnya. "Kalau lo ngizinin, gue mau liat lemari loker lo sekarang."

Dengan kikuk Anjani mengangguk. Entah apa tujuan lelaki itu melihat lemari lokernya, namun ia tetap mengizinkannya. Ia rasa, pasti ada sesuatu penting yang akan dilakukan Devan. Hingga sampai langkah mereka di ruang ganti perempuan, dengan sedikit waspada, keduanya masuk ke dalam. Beruntung ruang ganti masih kosong, membuat kedatangan mereka di sana tidak menjadi bahan bicara siapa-siapa.

Anjani lekas membuka lemari lokernya. Tak berselang beberapa detik, sepasang mata itu melotot sempurna kala melihat kembali kotak merah itu. Kali ini ukurannya cukup kecil. Perlahan ia mengambilnya, lalu menyerahkan langsung kepada Devan, yang lekas disambut oleh lelaki itu.

"Benar tebakan gue, kalau orang itu ngirim beginian lagi di lemari loker lo," ujar Devan. Memang sejak awal ia sudah punya feeling bahwa orang tersebut mengirim sesuatu lagi di dalam lemari loker Anjani.

Tanpa ragu Devan langsung membuka kotak merah itu. Di dalamnya ada secarik kertas, juga satu foto yang sudah dirobek. Anjani yang melihat itu sempat menaikkan sebelah alisnya bingung, sedang Devan mengambil secarik kertas itu untuk ia baca segera.

Satu tahun yang lalu, dimana tahun itu ada satu nyawa yang sudah melayang, tetapi kasusnya sudah ditutup oleh pelaku yang punya kuasa.

"Kenapa peneror itu selalu menyangkutpautkan tentang kematian? Sebenarnya apa yang terjadi, Dev?"

Kali ini Anjani benar-benar penasaran dengan maksud dari si peneror itu. Tidak mungkin jika ini semua hanyalah iseng untuk membuatnya takut. Ia yakin, pasti ada hal yang terjadi di tahun itu. Anjani tidak menuduh, hanya saja ia merasa Devan mungkin juga terseret pada kejadian yang dimaksud itu.

"Satu tahun yang lalu? Gue ingat, gue gak ngelakuin apapun di tahun itu, apalagi sampai ngebunuh orang. Gue gak segila itu buat ngelakuin hal sebodoh itu," jelas Devan. Lelaki itu sempat meyakini Anjani dengan tatapannya. Karena memang ia tidak berbohong, tak ada yang ia tutupi di tahun. Apalagi sampai melayangkan nyawa seseorang.

Semua terlalu rumit, Anjani juga tidak bisa memihak kepada siapapun jika tidak ada bukti kuat untuk meyakininya. Namun untuk sekarang, biarlah ia mengikuti Devan untuk memecahkan semuanya. Semakin ke sini, Anjani semakin penasaran siapa orang itu, dan apa maksud dari kiriman yang diberikan padanya.

Selain secarik kertas itu, ada satu foto yang sudah dirobek. Devan mengambilnya, cukup susah untuk menyatukan kembali foto yang sudah dirobek kecil itu. "Kotak ini gue bawa ya? Gue minta bantuan teman-teman gue buat nyatuin kembali foto ini. Gue rada pusing liatnya."

"Kalau fotonya udah jelas, kasih tau gue ya? Gue jadi ikut penasaran jadinya," pinta Anjani.

Devan mengangguk. Tanpa aba-aba lelaki itu mendekatkan diri untuk sekedar berbisik tepat di telinga Anjani. "Kalau ada yang mencurigakan, jauhin, dan kasih tau gue siapa orangnya. Gue yakin, orang itu ada di sini, lagi ngawasin lo."

***

"Ngapain lo ngajakin kita ngumpul begini?"

Pertanyaan itu lolos dari mulut Jefri, raut wajahnya sedikit ditekuk lantaran jam tidurnya di kelas harus terganggu sebab Devan tiba-tiba mengajak mereka semua berkumpul di rooftop. Sedang Devan tidak menanggapi itu, ia lebih memilih mengeluarkan kotak merah dalam tasnya itu, membuat sebagian mereka sempat menatap bingung.

EVANDER || BTSWhere stories live. Discover now