"Masih gak denger?" Devan kembali melirik Anjani lewat kaca spion. Kebetulan gadis itu pun melihat ke arah sana, membuat netra keduanya sempat bertemu beberapa saat.

"Denger. Cuman gue bingung aja, sama sikap lo." Kali ini ia sedikit berani berucapnya.

Pura-pura tidak mengerti, lelaki itu malah bertanya, "Sikap gue kenapa?"

"Tadi lo ngediamin gue. Bikin gue kepikiran, gue ada salah ngomong sama lo barusan?"

"Gak ada. Gue cuman malas ngomong aja. Manusia pendiam kaya gue gak bisa kebanyakan ngomong, energinya nanti cepet terkuras." Devan juga tidak tahu, mengapa ia mendadak berbicara ngelantur seperti ini.

Aneh. Devan definisi manusia aneh yang tidak bisa Anjani jabarkan dengan segenap kata-kata. Sikapnya juga cukup tertutup, membuat orang tidak banyak mengerti maksudnya––termasuk Anjani, hingga sekarang memilih diam, tidak ingin lagi terlalu banyak bicara pada lelaki ini.

"Tadi gue gak jadi makan. Makanan di kantin gak ada yang enak. Jadi gue milih minum aja di sana. Kalau lo gak keberatan, gue mau ngajak lo makan siang deket sini," ajak Devan. Ia tidak terlalu banyak berharap, takut saja Anjani menolak ia ajak makan siang bersama.

"Heh, jadi lo ngebohongin nyokap lo tadi?!" Bukannya menjawab ajakan itu, Anjani justru tersadar akan kebohongan lelaki itu pada Mamanya.

"Ssttt!! Ini rahasia kita, jangan lo kasih tau nyokap gue."

"Nyebelin, nyokap lo percaya tau gak?!"

"Jadinya ini mau apa enggak?" Devan mengalihkan topik, membuat Anjani di belakang berpikir sejenak.

"Iya, gue temenin."

"Gue ngajak lo makan siang bareng, bukan minta ditemenin makan," koreksi Devan. Apa Anjani ini salah tangkap maksudnya?

"Kalau lo gak mau makan siang bareng, gak usah. Gue bisa makan sendiri nanti setelah ngater lo pulang." Lagi Devan berbicara. Lelaki itu tidak mau, waktu gadis itu terbuang sia-sia hanya untuk menemaninya makan saja.

"Boleh deh. Gue juga lumayan laper sih."

Fyi, dari pagi sampai siang ini Anjani sama sekali tidak menyentuh makanan sedikitpun. Pikirannya terlalu berisik membuatnya melupakan perutnya yang kosong ini.

***

Anjani tidak menduga jika Devan memilih restoran untuk makan siang mereka kali ini. Ia pikir lelaki itu akan mengajaknya ke warung makan kaki lima, namun siapa sangka justru restoran cukup mahal di Ibu kota menjadi pilihannya. Gadis itu sempat termenung di tempat, membuat Devan yang berniat turun dari motornya sesaat menoleh ke belakang.

"Kenapa lo diem gitu?"

"Seharusnya gue yang nanya, kenapa malah ke restoran ini? Yang bener aja, uang jajan gue mana cukup makan di sini," protes Anjani. Gadis itu mencibirkan bibirnya tanda tidak senang.

"Gue yang bayarin," pungkas Devan.

Lelaki itu lebih dulu turun dari motornya, lalu netranya kembali bergerak melihat Anjani yang masih diam tanpa pergerakan. Namun mulutnya masih bergerak sekedar berkata, "Gue gak mau. Kesannya gue kaya cewek matre. Mending cari tempat lain aja lah."

Ini yang kadang Devan tidak suka deket sama cewek, selalu ribet. Dan lagi, ia tipikal orang yang tidak mau terlalu membuang banyak waktu. Juga bukan tipikal cowok yang punya effort besar buat nyenengin ceweknya.

Hingga karena itulah, oleh keputusannya yang sudah bulat, lelaki itu menjawab, "Gak papa, itung-itung lo lagi ngebantuin gue ngabisin uang gue."

Aishh! Sombong sekali lelaki itu. Anjani sempat memutar bola mata malas mendengarnya, sebelum akhirnya ditarik pelan oleh Devan untuk segera masuk ke dalam restoran itu.

EVANDER || BTSWhere stories live. Discover now