Sedikit bermain-main dengan gadis itu, Devan lantas turun dari motornya. Tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya, tetapi Anjani menjadi was-was. Takut saja Devan nekat meminta izin kepada Papanya.

"Ayolah Dev, hari ini aja lo turutin kata gue. Lo pergi. Lagian Papa gue serem tau, gak mungkin ngizinin."

"Jadi semakin pengen gue ketemu sama bokap lo."

Ah sial! Ternyata berbicara dengan Devan jauh lebih melelahkan daripada berbicara pada anak bandel sekalipun. Anjani tidak tahu lagi bagaimana nasibnya kali ini. Wajahnya yang cemberut itu membuktikan betapa lelahnya sudah menghadapi Devan sekarang ini. Membuat Devan sontak merasa sedikit kasihan.

"Oke. Gue pergi, tapi ada syaratnya."

"Apa? Cepetan bilang!"

"Pulangnya bareng gue. Gue tunggu di parkiran. Kalau lo kabur, besok gue ke sini lagi. Nekat ketemu sama bokap lo."

Lelaki itu benar-benar pergi. Meninggalkan Anjani, juga ancaman yang baru saja terlontar itu. Astaga, begini kah nasibnya sekarang? Tercekat dengan lelaki menyebalkan itu!

"Anjani, sedang apa kamu diluar?"

Anjani terperanjat. Suara Papa membuyarkan lamunannya seketika. Tidak ingin Papa menaruh curiga padanya. Dengan sedikit berbohong ia menjawab, "Itu Pa, nunggu bubur ayam lewat. Anjani mendadak pengen makan bubur ayam."

***

Tak ada tempat yang paling berisik selain kantin ketika jam istirahat berbunyi. Aroma-aroma sedap dari berbagai makanan menusuk masing-masing indra penciuman mereka di sana. Bukan cuman untuk tempat makan bersama, di sana juga menampung manusia-manusia yang hampir semua bergosip ria. Topik mengenai Anjani masih belum meredup, bahkan tatapan sinis pun masih terlempar pada Anjani––yang sekarang sialnya berada di kantin juga.

"Gak usah didengerin Anjani, mereka iri sama lo," kata Gea. Tangan gadis itu sempat menutup telinga Anjani, membuat Anjani terkekeh merespon. Selama ada ketiga temannya, Anjani tidak mempedulikan cibiran terhadapnya itu.

Alesya yang sebelumnya fokus menjilat es krimnya sontak angkat suara juga mendengar ucapan Gea barusan. "Ya jelas iri lah. Seorang Devan loh, ketua geng motor, sekarang pacarnya Anjani. Kalau gue jadi Anjani sih bakal pamer ke semua orang. Biar yang panas makin panas."

Gea tertawa renyah mendengar penuturan Alesya barusan. Namun tidak dengan Anjani, gadis itu kurang senang mendengar kata pacar tertuju untuknya.

"Apa yang perlu dipamerin sih? Gue sama Devan gak pacaran. Devan aja yang ngaku-ngaku gak jelas. Hidup gue jadi gak tenang sekarang gara-gara dia," gerutu Anjani. Tangan kanannya menghempas pelan garpu yang sempat digenggamnya itu. Emosinya sedikit meluap mengingat itu.

"Tapi ya, ini fenomena langka. Seorang Devan ngejar-ngejar Anjani," sahut Alesya. Ia menunjuk-nunjuk Anjani dengan stik es krimnya yang sudah habis itu. Wajahnya terkesan antusias membuat Anjani memutar bola mata malas melihatnya.

"Bukan ngejar-ngejar. Emang ada maksud. Si anggota Black Moon gangguin gue itu gara-gara Devan, gue gak tau juga gimana ceritanya. Tapi yang jelas, kata Devan, dia mau ngelindungin gue, dengan cara yang gak masuk akal ini, jadi pacar dia," jelas Anjani sedikit terperinci.

Amanda yang sejak tadi hanya menyimak pembicaraan ketiga temannya sontak ikut bergabung pada topik kali ini. "Tapi, dengan lo jadi pacar Devan, posisi lo semakin terancam gak sih? Mereka semakin ngincar cewek musuhnya. Ibaratnya kan gitu."

Anjani menjentikkan jarinya mendengar ucapan Amanda itu. "Nah itu maksud gue. Dia tuh gak mikir sampai ke situ."

"Kalau niatnya Devan ngejadiin Anjani pacarnya buat ngelindungin, gue pikir gak papa deh. Niat dia baik kan?" Pemikiran Gea jauh lebih positif. Beranggapan bahwa apa yang dilakukan Devan pada Anjani sekarang ini adalah pilihan yang tepat.

EVANDER || BTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang