Lamunannya mendadak terpecahkan oleh suara telepon dari ponselnya. Devan menoleh, melihat layar ponsel itu menampilkan nama Juna di sana. Dengan sedikit rasa malas, Devan mengambil kembali benda pipih itu. Mengangkatnya, lalu membiarkan Juna disebrang sana lebih dulu berbicara.

"Van, lo bisa bantu gue?"

"Bantu apa?"

"Gue dikejar sama anak Black Moon."

"Dimana lokasi lo sekarang?!" Devan langsung bangkit berdiri, mengambil kunci motornya, lalu berjalan keluar dari unit huniannya.

"Pokoknya gak jauh dari apartemen lo."

Devan langsung memutuskan panggilan sepihak. Berlari kencang membawa kunci motornya, dalam hati ia terus berharap agar tidak terlambat menyelamatkan temannya dari rombongan anak Black Moon. "Kalian ngajak perang lagi rupanya!"

***

Sebelum jam delapan harus pulang ke rumah, itu kata Mama ketika mengizinkan Anjani keluar sebentar untuk membeli cemilan di minimarket yang tidak terlalu jauh dari rumahnya––menggunakan transportasi ojek online seperti biasanya. Sebenarnya bisa saja ia membeli cemilan besok-besok, namun mengingat dirinya malam ini belajar bersama guru lesnya, ia butuh energi seperti makanan ringan. Karena hari ini ia harus belajar lagi seperti biasanya, Mamanya Anjani terpaksa mengizinkan sebentar saja putrinya itu keluar rumah––takut guru les gadis itu datang lebih dulu untuk menunggu.

Langkah Anjani sudah masuk ke dalam minimarket––pengunjungnya cukup banyak, dari arah kasir seseorang menyambut kedatangan Anjani ramah, itu sontak menggerakkan kepala gadis itu ke arah sana. "Hana?"

Rupanya, kasir yang baru saja berbicara itu Hana. Anjani sempat terkejut, ia lekas berjalan mendekati, dengan mimik wajah khawatir yang mendominasi. "Lo kerja di sini?"

"Iya, udah lama, kak." Fyi, Hana––korban bully Ziva itu adik kelas Anjani. Karena itulah, Hana lebih sopan berbicara––mengingat lagi Anjani baru saja membantunya dari Ziva di sekolah.

"Kepala lo apa nggak sakit? Kenapa nggak istirahat aja dulu?" tanya Anjani. Dilihatnya kening gadis itu masih ada perban yang menutupi lukanya.

"Udah mendingan kok," jawab Hana dengan senyumnya yang masih merekah.

Anjani mengangguk perlahan––dalam hati berharap jika Hana sungguh sudah baik-baik saja. Sedang gadis di depannya itu kembali berkata, "Kak Anjani, makasih ya? Makasih untuk hari ini. Rasanya masih gak percaya, kalau masih ada orang baik buat aku, yang mau ngebantuin aku dari kak Ziva."

"Lo tenang aja, kalau si Ziva itu masih gangguin lo, teriak aja nama gue, gue bakal samperin dan ngelindungin lo."

Hana tersenyum hangat, lalu membiarkan Anjani mengambil makanan ringan di dalam sana. Tak butuh waktu lama––Anjani tipikal manusia yang asal pilih saja makanan, yang penting kenyang. Sekarang ia sudah berada lagi di depan Hana, menunggu gadis itu memberitahu total belanjaannya.

"Tiga puluh lima ribu, kak."

Anjani menyerahkan uang pas––selepas itu mengangkat tas belajaan berniat untuk keluar dari minimarket ini, namun sebelum itu Hana berkata, "Hati-hati di jalan, kak."

Anjani mengangguk sembarinya tersenyum. Kini langkahnya sudah berada diluar, dilihatnya sudah ada ojek online yang dipesannya barusan, cepat Anjani melangkah menghampiri––naik ke atas motor itu tanpa banyak bicara. Di perjalanan, Anjani diam saja menoleh ke samping kiri melihat tiap tempat yang ia lalu. Semulanya baik-baik saja, sebelum datang dua orang pengendara yang menghentikan jalan mereka. Motor ojek itu berhenti, dalam hati Anjani sudah mulai was-was, tetapi mencoba sebisa mungkin untuk tetap terlihat tenang.

EVANDER || BTSWhere stories live. Discover now