Epilog

1.7K 103 34
                                    

Happy Reading!


Sinar matahari memasuki celah-celah gorden kamar minimalis yang berada di salah satu pegunungan yang ada di Yunani, membuat seorang wanita terbangun dari tidurnya.

"Sudah bangun?" ucap seorang wanita memasuki kamar minimalis itu.

"Kau siapa? Di mana aku?" tanya wanita yang berusaha untuk duduk.

"Aku Maura, kau berada di Yunani," jawab wanita itu yang bernama Maura.

"Yunani? Tapi aku?"

•••

"APA?!" ucap Barra terkejut mendengar berita bahwa perusahaan keluarganya berpindah tangan.

"Iya Bar, perusahaan bokap lo pindah tangan," kata Angga yang entah dari mana mendapatkan berita itu.

"Siapa? Siapa yang pindahin?" tanya Barra dengan wajah yang masih sama seperti tadi.

"Dari yang gue tau dia perempuan, Inisialnya IMF, nih lo baca aja sendiri," ucap Angga memberikan iPadnya kepada Barra.

Tanpa banyak bicara Barra mengambil iPad itu dan membaca berita yang tertulis di sana. "Terus sekarang keluarga gue pada tinggal di mana?" celetuk Barra menatap kosong ke depan.

Ting

Bunyi notif dari iPad Angga membuat kedua remaja laki-laki itu mendekat. "Apa? Lily?" celetuk keduanya saat membaca judul berita tersebut.

Karena penasaran keduanya membuka berita tersebut, keduanya tampak serius membaca hingga keduanya menunjukkan wajah terkejut mereka.

"Ini serius? Vikri udah tau belum?" celetuk Angga bertanya.

"Kok Vikri?" tanya Barra menatap heran sahabatnya.

"Lo gak tau? Vikri, dia perkosa Lily anjir!" jawab Angga dengan sedikit bernada.

"Gila!"

Ting

"Apa lagi ini," ucap Barra saat mendengar notif dari iPad Angga.

"Bar! Liat!" seru Angga membuat Barra menatap layar iPad itu.

Lagi dan lagi keduanya dibuat terkejut saat melihat berita itu. "Bar," panggil Angga lirih.

"Gak! Ini gak mungkin kan Ngga?" tanya Barra menatap Angga penuh tanya, berharap berita yang tadi ia baca hanyalah bohongan.

"G-gue gak tau, kita cek aja Bar. Ayo!" kata Angga menarik Barra keluar dari Apartemen Barra.

Angga mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata, sedangkan Barra menatap cemas ke arah jalanan. Hingga akhirnya mereka tiba di rumah sakit, keduanya berjalan terburu menuju resepsionis rumah sakit.

"Sus, pasien kecelakaan beberapa menit yang lalu ada di mana ya?" tanya Barra.

"Ada diruang UGD mas, akan dimandikan," jawabnya membuat tubuh Barra maupun Angga menengang.

"Di- dimandikan?" tanya Angga.

"Iya mas, mereka semua meninggal akibat ledakkan mobil tadi," jawab suster.

Tanpa sepatah kata kedua remaja itu berlari ke UGD, di sana Barra melihat seorang dokter yang tengah berbicara kepada beberapa suster.

"Permisi dok," ujar Barra membuat dokter itu menoleh, sedangkan para suster langsung pergi entah kemana.

"Iya? Ada yang bisa saya bantu dek?" tanya dokter itu.

"Pasien kecelakaan tadi ada di dalam kan dok?" tanya Barra.

"Owh iya, kami masih menunggu pihak keluarga untuk mengurusi para jenazah. Adek salah satu keluarga mereka?" tanya dokter itu yang dianggukki Barra dengan lemas.

"Baiklah, silahkan tanda tangan dibawah ini ya."

Barra menandatangani kertas itu dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Setelah selesai dokter berpamitan pergi.

"Ayo masuk Bar," ucap Angga menyadarkan Barra dari lamunannya.

Mereka masuk kedalan ruang UGD disambut beberapa suster yang tengah mengurus 3 jenazah itu.

"Pa, bangun, Barra janji bakal nurut sama papa, tapi papa bangun, ayo Paaa!" ujar Barra mengguncang tubuh Ardi yang terbaring kaku, banyak luka yang yang Barra lihat tubuh Ardi.

"Bar," panggil Angga membuat Barra menoleh, "liat, ada bekas tembakan di dada Om Ardi," lanjut Angga menunjuk dada Ardi yang sedikit tertutup oleh kain putih.

Barra menunduk menatap dada milik ayahnya, benar saja di sana ada bekas tembakkan. Ia mendongak, menatap jenazah ibunya dan Priya secara bergantian, lalu matanya menatap Angga yang juga menatapnya.

"Apa? Apa ini kasus pembunuhan?" ucap Angga bertanya. Namun, Barra tak mau mengambil pusing dan memilih untuk mengurus jenazah keluarganya di bantu Angga.

•••

Setelah acara pemakaman Barra, Angga, Vikri dan Dewa berkumpul di apartemen Barra, soal Albrian? Entahlah mereka tidak tau, ponsel pemuda itu juga mati sejak beberapa hari yang lalu, mansion Albarcha juga sepi seperti tidak ada orang.

"Gue tadi sempet tanya sama salah satu suster yang mandiin jenazah tante Nalina sama Priya, bener kalo ada bekas tembakan di dada mereka. Itu artinya ini emang kasus pembunuhan," ucap Angga memulai pembicaraan.

"Siapa? Siapa yang bunuh keluarga gue? Dan apa motifnya?" tanya Barra bingung, ia mencoba mengingat-ingat apakah keluarganya memiliki musuh atau tidak?

"Tapi ada yang aneh, kemarin gue baru aja dapet kabar Lily meninggal dan sekarang? Keluarga lo Bar, gue yakin ini mesti satu pelakunya," ucap Vikri dengan mata yang berapi-api, ia masih tidak terima saat mendapat kabar Lily meninggal.

"Tapi siapa?" tanya Barra bingung, ia mengacak-acak rambutnya.

"Viona bahkan Andrea hilang gitu aja setelah acara anniv keluarga lo, kemana mereka?" tanya Dewa, jujur saat mendengar kabar ini Dewa sangat terpukul, baru beberapa minggu ia menyandang status sebagai kekasih Priya. Namun, gadis itu lebih dulu meninggalkannya.

Tapi Dewa tak boleh sedih, ia harus mengikhlaskan Priya, mau bagaimana pun ini sudah takdir. Tapi saat ia mendengar ada yang janggal dari kabar kematian ini, membuat ia harus mancari siapq pelakunya, ia akan memimta bantuan dengan Ketuanya, walau jika dipikir mungkin akan susah, tapi Dewa tidak akan menyarah begitu saja.

•••

"Aman?"

"Aman miss!"

"Bagus, kalian boleh pergi," ujar Viona kepada lima orang anggota TWD.

"Gimana Vi?" tanya Andrea yang muncul dari belakang. Viona hanya mengacungkan jempolnya pertanda beres.

Tamat!

Terima kasih untuk para pembaca TWD yang sudah vote, komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian

Tanpa kalian aku gak mungkin bisa nyelesain cerita ini

Terima kasih banyak-banyak pokoknya

-Aliffah Echi

The Wolf Devil's (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang