[44; ending chapter] Kamu Suka Bintang?

2.6K 351 98
                                    

Setelah keduanya berbaikan, Minho ngajak yang lebih muda buat pergi ke suatu tempat. Tentu saja setelah Jisung mendapat izin dari mama Jane, karena gak mungkin Minho berani ngajak dia pergi kalau belum dapat izin dari orangtua si manis.

Kata Minho, mereka bakal ke tempat yang bisa dibilang biasa aja, karena emang niatnya mereka cuman mau makan malam sekalian ngedate dadakan, tapi bagi Jisung restauran kali ini tuh special banget.

Temanya semacam rooftop gitu, belum lagi si tampan yang pintar memilih tempat; membuatnya dapat dengan mudah melihat pemandangan terbaik.

"Kak Iyannn~"

Minho menumpu-kan kepalanya dengan tangan demi bisa menaruh atensi penuh pada kekasih mungilnya.

"Kenapa sayang?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kenapa sayang?"

Jisung cemberut, "Jidan maluu, kak Lian mah nggak bilang-bilang mau ajak aku ke resto, aku kan lagi jelekk."

Mendengar itu Minho terkekeh, tangan satunya mencubit kecil pipi tembam dihadapannya, meski pada akhirnya pipi itu kembali ia usap lembut, khawatir kalau cubitan tadi membuat si manis kesakitan.

"Kamu mah mau gimana juga bakal selalu cantik buat aku Ji. Nggak ada yang perlu kamu maluin."

"Kak Iyan ih seriusss, tuh lihat yang lain bajunya bagus-bagus. Kan Jidan minderrr!"

Minho menangkup wajah mungil kekasihnya, lalu si tampan mengecup pucuk hidung Jisung dengan cepat. "Nggak perlu minder, apalagi sampai bandingin diri kamu sendiri sama orang lain. Atensi ku nggak bakal pindah sedikitpun dari kamu cuman karena penampilan Ji."

Jisung ngedorong wajah Minho pelan. Dia salting, tapi dia harus tetep act cool, alias gengsi kalau Minho sampai tau dia lagi salting.

"Nggak sopan, kata mama nggak boleh cium-cium ditempat umum!"

"Oh berarti kalau ciumnya nggak ditempat umum sopan dong?"

"Ih! Ya tetap enggak sopan!"

Yang lebih tua ketawa gemes dalam hati. Dia benar-benar rindu ngejahilin kekasih manisnya, belum lagi wajah Jisung kalau lagi kesal itu gemesinnya enggak ada obat; pipinya yang udah tembam makin dia gembungin, belum lagi bibirnya ngepout lucu. Pengen dia telen rasanya.

"Terus sopannya gimana dong cantik?"

"Nggak tahu! Nggak ada yang sopan kali."

Tuhkan, bocahnya nggak bisa ngeles.

"Oh berarti kak Lian nggak boleh cium-cium Jidannya lagi dong?"

Mendengar itu, Jisung langsung cemberut dan masang muka jutek. Kan dia enggak maksud ngomong gitu.

"Ihhh kak Iyan mah! Nggak tahu ah, Jidan mau angy aja sama kakak!"

"Kok ang—"

"Ssst! Agy angy, jangan ajak Jidan ngomong lima menit."

Minho cemberut, merajuk ceritanya.

"Ck! Iya-iya dua menit."

- Going Dumb -

Kini keduanya telah menghabiskan menu utama mereka, paling tinggal sisa dessert pudding punya Jisung yang lagi dihabisin Minho karena Jisung ngerengek kalau dia udah terlalu kenyang buat ngabisin pesanannya.

"Jidan baru tau kalau langit malam bisa sebagus ini. Biasanya kalau dibalkon rumah nggak pernah ada bintang-bintang."

"Emang tergantung amal sih Ji."

"Mau Jidan getok apa Jidan gebuk?"

Yang lebih tua tertawa. Dasar anak kecil galak. Nggak salah dulu dia manggil Jisung tupai rabies.

"Kamu suka lihat bintang?"

"Lebih suka lihat kak Lian sih."

"Astaga anak kecil belajar dari mana."

Kini Jisung yang tertawa. Minho ini nggak nyadar apa gimana sih, dia kan selama ini otodidak dari buaya berpengalaman.

"Dari pacarku sih kak, dia kan buaya berpengalaman."

"Yeee enak aja, aku bukan buaya."

"Dih, emang kakak pacar aku?"

Si tampan mengernyit, "loh emang bukan?"

"Bukan, kak Iyan mah calon imamnya Jidan."

"Cil kamu keracunan pudding ya?"

Jisung senyum nyebelin, berniat ngeledek Minho yang lagi salting. "Dua-satu, Jidan unggul."

Minho mengedikkan bahunya, pura-pura gak peduli, padahal mah gengsi aja. "Kamu suka bintang?"

"Suka dong. Bagus, bisa kelap-kelip bercahaya."

"Kalau kamu disamain sama bintang, mau nggak?"

Jisung natap bingung ke arah Minho, kenapa pertanyaannya tiba-tiba sangat random. "Heum? Mau aja sih."

"Kenapa? Padahal kamu gak cocok disamain sama bintang."

"Kok nggak cocok?"

"Kamu lebih cocok disamain sama bulan. Lihat deh, bintang indah, tapi dia bukan satu-satunya. Sedangkan bulan, meski nggak selamanya bulat sempurna, tapi dia cuman satu-satunya, dan tetap punya pesonanya sendiri mau gimanapun bentuknya."

Jisung geleng-geleng, Minho ini pinter banget bikin detak jantungnya bekerja dua kali lebih cepat.

"Berarti kalau Jidan bulan, kak Lian apa? Matahari?"

Minho tersenyum lalu mengalihkan pandangannya pada langit malam. "Nggak ah, matahari sama bulan susah buat ketemunya. Aku bumi aja, bumi sama bulan selalu bersama kan? Bahkan kalau sampai bulan keluar dari porosnya, itu bisa jadi akhir dari dunia. Well, itu sama kayak kalau kamu pergi dari aku. Hataka Liano bisa kehilangan keseimbangannya kalau sampai Jidan Alaricnya pergi."

Minho ngeraih pundak yang lebih muda; membawa tubuh mungil itu agar masuk kedalam rangkulannya.

"Dua sama. Kita seri, sayang."

THE END

Jangan kaget, ini beneran ending 😁

Kesan pesan buat LianJidan, atau tokoh lain di cerita going dumb bisa kalian sampein di kolom komen sini.

Nanti abis aku PAS bakal aku kasih bonchap kok, sabar yh bestie 😘😘

Makasih banyak ya yang udah ngikutin cerita ini, baik dari awal ataupun pertengahan cerita, aku bener bener berterimakasih buat dukungan-dukungan kalian. Berkat kalian aku jadi bisa selesain satu judul cerita lagi.

Love banyak banyak buat kalian semua.

-051221, Going Dumb resmi tamat.

Going Dumb ; Minsung (end)Where stories live. Discover now