⁴⁷. empatpuluh tujuh

7.1K 1.4K 241
                                    

Karna double update, liat dulu part sebelumnya udah divote belum💚💙💜

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~



Satu tahun sebelumnya...

Jay mengepalkan tangannya, buku-buku jarinya memutih mendengar pernyataan dari sambungan telepon yang baru dia dengar. Rahangnya mengeras setajam pisau, giginya bergemeletuk menunjukkan kemarahan yang berada di puncak. Napasnya memburu dengan suhu tubuh meningkat. Dengan sangat marah, dia berbalik pergi.

Matanya memanas, seberusaha kuat mengendarai mobil kebut-kebutan membelah jalan raya. Dia tidak bisa mempercayai hal yang selama ini tidak dia duga. Hal yang paling tidak dia sangka.

Sesampai di gedung pencakar langit, dia disambut oleh Jieun dan teman-temannya yang lain.

"Gimana, J—" Belum menyelesaikan ucapan, Jay lebih dulu menerobos masuk dengan kemarahan meledak-ledak.

"Kenapa Papa lakuin ini?" Air mata Jay menitik dengan helaan napas berat setelah menerobos pintu kerja Papanya.

Pria paruh baya yang duduk di kursi kerjanya menengadah kepala, menatap Putranya sendiri. Wajahnya yang sudah menua tidak mengurangi ketegasan dan kedogmatisannya. Dia meletakkan bolpoin yang dia pegang.

"Kenapa, Jay?"

"Papa, kan?" Suara Jay bergetar. Wajahnya kembali mengeras marah. "Kenapa Papa nipu Jay? Kenapa Papa ngelakuin ini?"

Papa Jay—Jams—menghela napas gusar, dia menggulung lengan kemejanya ke siku. "Dari mana kamu tahu?"

Jay langsung menendang kursi di depannya hingga terbanting ke tembok, menciptakan suara yang nyaring. "Kenapa? Jay salah apa? Jay salah apa sampe Papa ngelakuin ini?!" bentaknya. Seluruh wajahnya memerah dengan keringat bercucuran.

Jieun dan teman-temannya yang lain datang, berusaha menenangkan Jay tetapi cowok itu menghancurkan apa saja yang ada di sekitarnya. Barang-barang atau berkas-berkas penting, tidak dia pikirkan.

Setelah menghancurkan semuanya, cowok itu menghadap sang Papa, menatapnya tajam. Hanya beberapa detik kemudian dia jatuh meluruh ke lantai sambil menangis menutupi wajahnya. Dia berguncang hebat, tidak bisa melawan sang Papa lebih dari itu. Teman-temannya tidak berdaya menenangkannya.

"Kenapa kalian bodohin gue?" Maniknya tak sengaja bertemu dengan Jieun yang juga menangis. "Gue gak nyangka lo manfaatin gue segini besar, Jina. Lo pura-pura bodoh, tapi lo tahu semua, kan? Gue berusaha baik ke lo, karena lo pernah nyelametin Hana. Gue turutin semua kemauan lo, tapi lo ngelakuin ini semua."

"J-Jay, itu karena ... aku gak punya cara lain untuk dekat sama kamu." Jieun menangis sesenggukan. "Aku gak punya pilihan. Aku nyembunyiin semuanya dari kamu. Itu permintaan Papa dan Mama kamu. Aku pura-pura gak tahu dan diminta deketin kamu, untuk mata-matain kamu. Hanya dengan itu, aku bisa dekat kamu."

Jay kembali menendang kursi di dekatnya. "Sialan!"

"Jay, stop!" Suara barithon dari Papanya terdengar. Gurat tegas darinya tampak jelas. "Jangan seperti anak kecil!"

"Papa yang kayak anak kecil!" Dia balas membentak, bangkit berdiri menghadap Papanya dengan tatapan tajam nan berapi-api. "Maksudnya apa? Maksudnya apa nyekap Jay selama sebulan terus pura-pura gak tahu?!" Cowok itu meneguk salivanya kasar lalu mengimbuhkan. "Selama ini kalian nyuruh Jay cari pelaku penculikannya, kayak orang bodoh, padahal Papa sendiri yang ngelakuin itu!"

"Jangan berteriak lagi, Jay!" bentak Jams, tegas dan tak terbantah. Kilatan matanya sama seperti Jay, mampu membungkam siapa saja yang mendengar, termasuk Jay yang menatap Papanya dengan mata berkaca-kaca. "Papa ngelakuin itu untuk diri kamu sendiri!"

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang