³³. tigapuluh tiga

12.9K 2.5K 1K
                                    

Makasih pokoknya buat yang udah kasih dukungan, bahkan ada yang ngetik panjang-lebar, terharu banget  huaa makasi banget ya /jambak jay/

Btw, kayaknya ini chap kepanjangan, siapin kresek:")

Selamat malam minggu 📍

500 komen next besok?

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻


~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~






Degub jantung Hana berpacu lebih cepat, keringat muncul di pelipisnya, untungnya tidak memudarkan makeup waterproof di wajahnya. Dia hampir lupa cara bernapas jika Jay tidak mengeratkan genggaman mereka.

"Lo panik?" Jay melirik Hana sekilas karena telapak tangan itu berkeringat.

Mereka sama-sama menghentikan langkah saat Hana terdiam mematung. Tadinya Hana biasa-biasa saja tentang istilah 'pertemuan keluarga', tapi ketika memasuki lobi, pemandangan yang dia dapatkan membuatnya melongo, ramai dipenuhi orang-orang elegan dan berkelas. Pakaian yang sebelumnya Bitna sarankan padanya ternyata banyak yang mengenakan, bahkan ada yang lebih mewah dari itu.

Apa tajuk undangannya salah? Pertemuan keluarga kata mereka?

"Kita nggak salah tempat, kan?" gumamnya spontan saking terpukau melihat keramaian. Tidak hanya wanita atau pria paruh baya, anak remaja seusia mereka juga ada di sana, baik cowok maupun cewek.

"Semua orang di sini kerabat jauh keluarga gue," jawab Jay bernada rendah.

Kerabat katanya? Tapi sungguh ramai, bukan seperti pertemuan antar kerabat, melainkan antar investor terkenal, melihat pakaian serta aksesoris yang dikenakan, mewah dan menakjubkan.

"Kenapa gue dateng ke sini?" keluh Hana dalam hati, merasa frustasi melihat sekeliling, terasa asing baginya karena tidak mengenal siapa pun.

"Lo punya tujuan dateng ke sini," jawab Jay seolah tahu isi hati Hana. "Gak usah takut. Gue selalu di samping lo." Dia melepas genggamannya, berganti membuka sikunya, mempersilakan Hana merangkulnya.

Dengan gerakan lambat Hana melingkarkan lengannya di siku Jay. Usai memastikan rangkulan itu erat, Jay membawa Hana memasuki lobi lebih jauh.

Selama berjalan, wajah Jay masih serupa, datar namun tajam, auranya yang mengintimidasi tidak pernah memudar. Tubuhnya tegap dan tinggi, kakinya jenjang melangkah menyusuri lobi. Dia paham Hana mengenakan high heels, oleh sebab itu derap kakinya cukup lambat untuk mengimbangi derap kaki Hana. Pesona itu mencuri perhatian khalayak sekitar untuk memandangnya, membuat Hana kikuk diperhatikan juga.

Berusaha keras menetralkan degub jantung, Hana tidak mau merasa lebih kecil, sekarang dia cukup kecil berada di antara orang-orang elegan. Jangan sampai kepercayaan dirinya menciut lebih banyak.

Kenyataannya kepercayaan diri itu lebih dulu menyusut ketika pintu utama dibuka oleh seorang penjaga saat langkah mereka hampir dekat. Pemandangan di depan mata sungguh mengagumkan. Hiasan permata dan berlian di tiap sisi dinding, riasan juga dekorasi yang sesuai dan tidak terlihat berlebihan, justru tampak luwah. Tatanan meja dengan beragam kue serta gelas yang tertata rapi, belum lagi lampu gantung yang mewahnya tidak terkira, dan juga para pengunjung dengan penampilannya yang luar biasa.

Jika Jay tidak terus berjalan membawanya, bisa dipastikan dia akan mematung di pijakan.

"Akhirnya lo dateng juga." Teman Jay berkulit putih tinggi bernama Sunghoon menyapa saat menemukan Jay dan Hana berjalan di tengah ruangan. Senyum miringnya tercetak jelas, melirik Hana sekilas, lalu menatap Jay lagi. "Yah, untung lo belum telat. Opa juga belum keluar. Tuh, dari tadi Oma nungguin lo." Dia menunjuk bagian podium menggunakan dagu.

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang