²⁹. duapuluh sembilan

13.7K 2.8K 543
                                    

Buat yang uda follow dan selalu mendukung, terimakasih♥ cuma karna kalian aku lanjut storynya♥♥

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~





Dua anak remaja berseragam sekolah dengan masing-masing air yang menetes dari rambut mereka berusaha membuka pagar rumah, raut wajah perempuan tampak berkerut awalnya karena sulit membuka, saat seorang satpam menyadari keberadaan mereka dan mulai membuka pagar itu, dia menghembuskan napas lega.

"Kok basah-basahan gini, Tuan?" tanya Satpam itu, gesit membantu Hana memapah Jay.

"Pak, Tante Aera ada di rumah?"

"Waduh, Nyonya lagi pergi, Non."

"Ya udah Pak, kita bawa dulu dia ke kamar, ya."

"Tuan demam, Non," katanya begitu merasakan suhu tubuh Jay.

"Iya saya tahu, Pak. Makanya bantuin saya."

Mereka membawa Jay yang kesadarannya sudah diambang batas masuk ke dalam rumah. Hana menyuruh Pak Satpam membawanya ke kamar, sedangkan ia buru-buru mengambil kompres, minyak kayu putih, dan air hangat di dapur.

"Sepatunya dibuka dulu, Pak." Hana menghentikan kegiatan Pak Satpam yang hendak mengeringkan rambut Jay menggunakan hair dryer.

"Walah, saya nggak jago ngurus orang sakit, Non."

"Ya udah Bapak siapin bubur aja ya."

"Tuan nggak bisa makan itu."

Hana meringis, dia melupakannya. Dia meletakkan kompres yang dia bawa ke atas nakas. Membenarkan posisi tidur Jay, juga mengganti bantal kepala yang lebih rendah, lalu membuka sepatu Jay yang basah tapi tidak berbau sama sekali. Kemudian mulai mengompres keningnya.

Cowok itu masih memejamkan mata, suhu tubuhnya masih naik drastis, Hana tidak tahu hujan bisa membuat kondisinya drop. Tadi mereka menunggu 'teman' yang kata Jay sudah dia panggil, nyatanya hampir dua jam tak ada yang datang bahkan sampai hujan telah berhenti. Ingin memesan taksi online, ternyata ponsel Hana juga habis baterai. Alhasil mereka berjalan kaki menyusuri jalanan sepi menuju halte bus. Di depan perumahan, mereka pun harus berjalan menerjang gerimis.

"Bapak bisa gantiin bajunya, kan?"

"Oh tentu Non, bisa. Non juga ganti baju, pakai punya Tuan dulu." Pak Satpam membuka lemari terdekat, mengambil hoodie dan celana training panjang. Sekali lihat saja Hana sudah tahu akan kebesaran padanya. Tapi dia menerimanya.

"Jangan lama-lama ya, Pak. Nanti demamnya bisa naik lagi."

"Baik, Non. Dalam lima menit pasti selesai."

Hana keluar dari kamar, mencari kamar mandi yang salah satunya terletak di sebelah dapur. Dia pun mengganti pakaiannya. Beberapa menit setelahnya dia merasakan dadanya mulai berat. Dia lupa kalau belum memompanya sepulang sekolah.

Buru-buru dia keluar, menghampiri pantri ingin mencari wadah karena ranselnya tertinggal di kamar. Saat membuka laci, ternyata ada banyak botol kosong. Dia mengambil beberapa lalu kembali ke kamar mandi.

Sebelum merembas, Hana kembali membuka hoodie kebesaran yang sudah dia pasang di tubuhnya, lagi-lagi dia melupakan pompa asi. Jika manual, akan memakan waktu dua puluh menit sampai setengah jam. Tidak mau menunggu, dia memasang hoodienya lagi lalu berlari menaiki tangga. Sesampai di depan pintu putih itu, dia mengetuknya.

"Pak? Udah selesai, belum?" tanyanya berintonasi rendah.

"Sebentar, Non."

Dia meringis, takut cairan putih itu keluar lebih banyak memenuhi baju depannya. "Pak?" Dia mengetuk lagi saat pintu tak kunjung dibuka.

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang