¹⁴. empatbelas

25.3K 3.2K 404
                                    

Aku Shella, bukan Thor...

Jangan ada yang manggil author lagi ya. Usia aku sekarang 17 tahun, jadi kalian bisa panggil Ka Shell, Teh Shell, Mba Shell, Dek Shell, dll. Intinya jangan Thor yah, plis banget😄

Jangan lupa vote dan komennya ya🌻💛

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~




Sinar matahari dari luar menembus tirai putih yang tipis, membuat Hana mengerjap-ngerjapkan matanya. Dia masih berada di posisi semula, berbaring, sambil menatap langit-langit kamar yang berwarna kelabu.

Jam weakernya di atas nakas kembali berbunyi, sebelah tangannya terjulur mematikan alarm tersebut, dia merubah posisi menjadi duduk dengan kaki terjuntai ke bawah. Sejenak Hana membetulkan kuncirannya yang berantakan, lalu dia mengenakan sandal berbulunya dan bergegas ke kamar mandi.

Keluarga Hana cukup sederhana, tidak miskin juga tidak terlalu kaya. Segala kebutuhan dapat terpenuhi. Namun keluarga itu pernah mengalami situasi yang sulit empat tahun lalu saat Hana masih SMP, Papanya bangkrut sedangkan Mamanya sedang menjalani operasi usus buntu, Hana dan Yeonjun sempat bekerja paruh waktu saat itu untuk menutupi pembiayaan rumah sakit Bitna.

Atas segala kerja keras mereka, Bitna dapat keluar dari rumah sakit dengan kesehatan yang pulih total. Situasi itu menjadi situasi yang begitu berat mereka lewati, bayangkan Hana masih menginjak kelas delapan dan Yeonjun kelas sebelas. Mereka mencari uang di usia yang jelas-jelas masih terlalu muda.

Kurun waktu dua bulan, Papanya mendapat sebuah dana dari perusahaan lain, keluarga mereka tertolong, keadaan akhirnya kembali seperti semula, mereka dapat mencakupi kehidupan sehari-hari yang dua bulan belakangan sangat sulit dipenuhi. Mereka tidak akan pernah melupakannya.

Tapi karena kejadian itu juga, keluarga mereka menjadi lebih hemat. Contohnya Yeonjun, dia rela tidak jajan selama seminggu untuk menabung uangnya, sampai-sampai saat Hana berulang tahun dia hanya memberikan boneka bekasnya yang sudah usang. Bukan hemat lagi namanya, tapi pelit!

Limabelas menit bersiap-siap Hana sudah rapi dengan seragam dan ransel di pundaknya. Dia juga sudah memompa asinya sehingga tidak perlu merasa khawatir bila merembas, setidaknya dapat bertahan tiga jam ke depan. Setelah memastikan membawa pompa asi dan botol-botolnya di ransel, dia keluar dari kamar, menuruni tangga menghampiri Mamanya yang memasak di dapur.

"Kak Ojun belum bangun?" Hana meneguk susu yang telah dipersiapkan.

"Belum, masih ngebo di atas sama Riki," jawab Bitna selagi menghidangkan nasi goreng.

"Loh? Emangnya Riki gak sekolah?"

"Katanya sih sekolahnya lagi ngadain turnamen, dianya males dipaksa ikut, jadinya bolos sehari, deh."

"Loh? Kok Mama gak ngelarang? Kalau Riki ketagihan bolos, gimana?"

"Udah Mama larang tau! Rikinya aja yang kurang ajar godain Mama pake makeup edition impor Papanya dari Jepang. Gimana Mama gak tergiur? Barang mehong gitu dikasih gratis."

"Mama," tegur Hana. "Ini tentang kebiasaan Riki, kalau Mama biarin sekali, dia bakal keterusan."

Bitna menyengir lebar. "Udah lah sayang, gak papa, bolos sehari gak buat Riki bodoh."

Emang iya, tapi jika sudah kebiasaan akan sulit dihilangkan. Mama nya itu memang mata duitan, liat yang mahal dikit langsung jelalatan. Disogok dikit langsung nurut. Sama seperti Yeonjun. Mungkin Hana mengikut Papanya yang kalem, tenang dan tidak ribet.

Usai melahap lima sendok nasi goreng, Hana meneguk air lalu bergegas pergi.

"Gimana kamu gak kurus ceking coba, porsi makan aja disamain kaya semut!" sindir Bitna, jengah melihat porsi makan putrinya.

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang