¹¹. sebelas

26K 3.4K 547
                                    

Haii, adakah yang nunggu ceritanya? Coba absen di sini😄

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~


Ke taman sekarang.

Pesan yang baru Hana terima beberapa detik lalu.

Tanpa dibalas, dia memadamkan daya ponselnya. Kembali mengarahkan pandangan ke papan tulis dimana guru sedang mengajar.

Lima belas menit berlalu, kumpulan cowok melewati kelasnya. Siapa lagi jika bukan cowok-cowok kemarin? Jay, cowok itu terang-terangan mengamati Hana dari jendela, membuat Hana harus menahan malu karena seisi kelas heboh mengetahui dia lah yang terus dipandang Jay.

"Lo yakin nggak pacaran sama dia?" bisik Rona dari belakang. Hana mendelik sejenak lalu menenggelamkan wajah ke dalam tas, begitu malu dan jijik melihat Jay.

Sepuluh menit kemudian Jeslyn membisikkan sesuatu. "Udah pergi, Na. Aman."

Hana menengadah kepala, benar saja, mereka telah menghilang dari pandangan. Fiuh. Untung saja.

Dua jam mendengar penjelasan guru tentang Aritmatika, bel istirahat akhirnya berbunyi nyaring, guru itu berpamitan seusai memberi tugas.

"Hah, lama-lama gue meninggal kalau nugas mulu," celetuk Rona, tepar di kursi.

"Kantin yuk, Na?" Jeslyn menyenggol lengan Hana yang sedang mencatat.

"Enggak, deh."

"Ayo, dong? Masa lo tega biarin gue ke kantin sendirian? Kita kan lagi end sama Rona."

"Gue aja yang end sama Rona. Lo nggak, Jes."

"Gue juga kali, ayo dong?"

Karena tidak ingin dipaksa, Hana menghela napas jengah. "Ya udah, bentar." Dia menyelesaikan catatan, lantas berdiri menemani Jeslyn ke kantin.

"Lo bilang apa ke nyokap gue?"

Hardikan tidak diundang itu berhasil mencuri perhatian khalayak ramai, termasuk Hana dan Jeslyn yang baru mendudukkan bokong di salah satu kursi kantin. Salah satu alasan Hana menolak ke kantin, baru 30 detik berada di sana, kesialan langsung mendatangi.

Berusaha sopan agar tidak merusak citra, Hana menatap cowok yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. "Maksudnya apa ya, Kak?"

Wajah Jay yang datar mengintimidasi semua orang, termasuk Hana. Cowok beriris silver itu berdiri menjulang di hadapan Hana, menghujaninya dengan tatapan ancaman, bahkan ketika Hana tidak kunjung menjawab, delikan tajam itu sanggup membuat bulu kuduk Hana meremang.

"Lo bilang apa ke nyokap gue?" tukasnya ulang.

Kebingungan menjalar dalam hati Hana.

"Kalau lo keberatan sama gue, bilang ke gue jangan nyokap gue!"

"Mohon maaf, tapi saya ngelakuin apa ke nyokap Kakak?"

"Masih nanya?" Dia mendekat, mencengkeram lengan Hana seperti hari-hari lalu.

Hana berulangkali menghempaskan cengkraman tersebut, sorot wajahnya menandakan kejijikan lantaran disentuh. "Saya nggak ngerti maksud Kakak."

Mereka tidak sadar menjadi pusat perhatian, para murid diam-diam menyaksikan pertengkaran mereka.

Lagi dan lagi, tatapan tajam Jay berikan sebagai sasaran empuknya kepada Hana. "Gue udah bilang ke lo, gue nggak suka cewek yang gak nurut!"

Api kemarahan dalam hati Hana membara melihat tingkah laku semena-mena Jay, perasaan jijik menguasai hatinya, terlebih mengingat kejadian di rumah sakit, dia juga berani merebut first kissnya. Hana benar-benar marah namun tidak bisa melampiaskannya.

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang