⁴⁶. empatpuluh enam

6.3K 1.3K 181
                                    

Hai, pertama-tama aku mau ucapin terima kasih atas 100k votesnya💚💛💙 maaf ya baru bisa update sekarang, tapi aku updatenya double. So, votenya jangan lupa ❤️

Ayo yang belum follow aku, silakan difollow ya 💜💜

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~



Kesehari-harian Hana tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Bangun pukul lima pagi, bersiap-siap, sarapan roti, berangkat sekolah diantar Pak Hajoon, belajar, mendekam di kelas, selagi istirahat membaca buku, pergi ke perpustakaan, mengoreksi soal, merawat kelinci kelasnya, pulang dijemput Pak Hajoon, mengerjakan tugas di rumah sekaligus mengajari Riki, membantu Bitna memasak, mandi, makan malam, menonton televisi, tidur. Keesokan harinya mengulang hal yang sama. Tidak ada yang spesial lagi.

Hana juga jadi lebih pendiam dari biasanya, tidak berbicara pada siapa pun. Benar-benar seperti Hana pada saat SMP. Hal itu disebabkan Jeslyn, tiba-tiba pindah sekolah, tidak tahu alasannya, dia menghilang tanpa memberi kabar. Hana menutup diri dari siapa pun yang hendak mendekatinya. Para cowok yang dulu menyukainya mulai berani menunjukkan batang hidung, memberi perhatian, dan menyatakan cinta, walau berakhir diabaikan tanpa digubris. Gadis itu seperti membangun tembok yang sangat kokoh, baik perempuan atau laki-laki, tidak akan bisa meruntuhkannya. Teman-teman sekelas Hana bahkan menyerah mengajaknya berbicara karena dia terus memasang sorot datar, tanpa adanya senyum atau merespons dengan benar.

Di sepanjang perjalanan koridor, murid-murid menatapnya miris, berpikir cowok itu sudah meninggalkannya dan tidak akan kembali. Itu yang membuat Hana hidup tanpa semangat seperti sekarang. Mereka mencerca Hana 'bulol', yang menutup diri hanya karena ditinggalkan cowok. Tapi mereka tahu apa? Diam saja jika tidak mengerti posisi Hana. Lagi pula, Hana tidak merugikan siapa pun, dia tidak menyakiti siapa pun sehingga dianggap bodoh.

Hana hanya ... tidak mau berhubungan dengan siapa pun lagi. Dia tidak mau diterbangkan terlalu tinggi lalu dijatuhkan ke dasar paling dalam. Sangat menyakitkan. Biarkan Hana berteman dengan kesendirian, seperti yang sudah seharusnya saat dia belum bertemu Heeseung atau Jay.

"Hari ini ada film seru, deh, kayaknya." Yeonjun mengetuk telunjuknya ke meja kafe beberapa kali. Satu tangannya menopang dagu. Bibirnya manyun saat berpikir, bola matanya bergerak kesana-kemari. "Horor! Kesukaan aku sama Hana."

Seorang perempuan yang duduk di sebelah Hana, yang merupakan kekasih dari Kakaknya itu berdesis pelan. "Aku gak suka horor, Jun. Kamu mah." Sedetik kemudian perempuan itu melirik Hana. "Ah iya, aku inget belakangan ini Papa sering bawa aku ke bangunan tua. Kayaknya malem ini nonton horor bakal seru."

Hana tidak mendengar pembicaraan mereka, pikirannya kosong mencermati marmer kafe. Cukup lama dia termenung, hingga tersentak merasakan sentuhan di pundak.

"Na, kamu ngelamun lagi?"

"Gimana, Kak?" Dia mengerjap sebentar, menatap Yeonjun dan Yeji bergilir.

Yeonjun berdecak, menyandar ke sandaran sofa sambil menyilangkan tangan di depan dada. "Gak abis-abisnya ya lo, Dek."

"Emangnya kalian ngebahas apa?" Tanpa bersalah Hana bertanya. Membuat Yeonjun menyipitkan mata jengah.

Bola mata Yeji bergerak mencari cara agar Hana mau ikut bersama mereka. "Hana." Dia memanggilnya setelah menemukan satu alasan. Si empu nama menoleh. "Kamu tahu banyak soal anak kecil, gak?"

Tatapan Hana menurun. "Anak kecil?"

"Ngapain bahas anak kecil? Kita nikah aja belom, sayang," sela Yeonjun. Dibalas pelototan oleh Yeji.

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang