¹³. tigabelas

24.2K 3.1K 399
                                    

Jangan lupa vote dan komennya ya🌻💛

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~


Butuh waktu sepuluh menit bagi Hana untuk memantapkan diri melakukan sesuatu yang begitu jauh dari pikirannya. Meski belum dapat dipungkiri, dia akan meminta maaf pada cowok yang sudah dua kali menyentuh bibirnya, bahkan memperlakukannya kasar. Itu semua Hana lakukan demi Aera, entah mengapa rasanya Hana tidak tega membiarkan seseorang kecewa padanya.

Usai menarik-menghembus napas berulang kali, Hana membiarkan Aera mengetok pintu kamar itu.

"Sayang, ini Mama."

Hana bersikeras mengendalikan kegugupan dalam hatinya. Bukan gugup karena malu-malu, melainkan gugup harus meminta maaf pada cowok yang telah berbuat kurang ajar padanya. Biar bagaimana pun dia sudah memutuskannya, tidak mungkin kan tiba-tiba dia membatalkannya dan langsung kabur ke rumah? Meski rasa enggan serta amarah masih ada, dia berusaha menimbunnya agar tak menambah kesulitan sekarang.

Ceklek

Pintu kamar dibuka, seiring degub jantungnya yang berdetak cepat. Ketegangan di wajahnya semakin jelas ketika pintu telah terbuka lebar menampilkan sesosok cowok bertubuh tinggi dengan wajah datar.

Hana menetralkan deru napas agar tak dikira macam-macam. Dia ke sini hanya untuk meminta maaf, tidak lebih dan tidak kurang.

"Liat Jay, siapa yang Mama bawa? Hana!" seru Aera tersenyum manis sambil memeluk pinggang Hana dari samping.

Hana cuma memasang wajah tanpa ekspresi. Malu mengingat kejadian kemarin dimana dia berteriak melampiaskan kekesalannya. Lalu sekarang tatapan tajam cowok itu terus menelisiknya.

"Ayo kita duduk dulu." Aera membawa Hana masuk ke dalam kamar. Mereka duduk di sofa, sedangkan Jay yang duduk di tepi kasur.

"Ngapain bawa dia?" Suara Jay yang berat melantun di ruangan persegi panjang berwarna putih itu, meremangkan bulu kuduk Hana mengingat kejadian kemarin yang sulit dilupakannya.

"Ngapain lagi? Biar kamu seneng, dong." Aera mengelus-elus rambut Hana sambil mengembangkan senyum.

Jay tidak menjawab, malah memainkan ponselnya sambil menyandarkan punggung ke sandaran kasur, Hana menghela napas melihat tingkah cowok itu. Jika saja cowok itu tidak berkelit pasal tidak mau makan, Hana tidak akan berada di sana. Kekanak-kanakan. Bayangkan saja bagaimana kekanakannya Jay saat ini. Rasa jijik dalam hati Hana menguak lebar, hanya karena Jay anak Tante Aera dia sedikit memakluminya.

"Gue minta maaf." Tanpa basa-basi Hana melontarkannya.

Namun sayangnya tidak ada jawaban dari Jay. Dia terus memainkan ponsel menganggap tidak ada yang bicara.

Lima menit Hana habiskan untuk berpikir, mencari kata-kata yang sesuai untuk diucapkan.

"Maafin gue," katanya lagi.

Hening.

Hana memandang Aera meminta pendapat, Aera mengusap rambutnya lagi.

"Jay emang gitu, tapi dia pasti maafin kamu. Tante ambil minum dulu, ya?"

Hana ingin mencegat, terlambat karena Aera sudah lebih dulu keluar. Napas Hana tertahan, menatap pintu dimana Aera baru keluar dari sana. Bagaimana bisa dia meninggalkan Hana dan Jay berdua di satu ruangan dalam situasi yang jelas-jelas tidak baik? Apa sebaiknya Hana keluar juga?

Hana melirik cowok itu lagi, dia masih memainkan ponselnya. Rautnya yang datar bercampur tegas tampak menyeramkan. Suasana akan jadi lebih buruk bila Hana keluar juga. Perlahan Hana bangkit, berjalan menuju meja belajar yang tertata rapi. Dia menarik kursinya menciptakan decit yang lumayan nyaring, Hana memandang Jay lagi, dia masih belum bergerak, Hana pun duduk di kursi itu, mengambil salah satu buku tulis di antara tumpukan buku.

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang