³⁹. tigapuluh sembilan

10.2K 2.1K 322
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~





Dari siang sampai sore Hana masih mengurus semuanya bersama para pengurus lainnya dan guru pembimbing. Tak ayal dia terlalu fokus sampai tidak mengingat apapun seperti makan siang serta memompa asinya.

Merasa dadanya sudah begitu nyeri, Hana meminta tolong pada Heeseung di sebelahnya untuk mempermisikannya pada guru bahwa dia butuh ke toilet selama setengah jam.

Dia buru-buru berlari ke tenda, mengambil ransel kecil berisi pompa asi dan botol-botol kosong. Dia beranjak ke toilet yang sialnya penuh, bahkan antriannya lumayan panjang. Hana tidak yakin dia kuat menahan karena sebentar lagi dadanya akan basah. Dia segera berlari mencari tempat yang kiranya aman dan tidak ada orang.

Lokasi perkemahan mereka adalah Daegu Arboretum yang dipenuhi pohon Pinus dan pohon lainnya.

Secepat mungkin Hana memisahkan diri dari komplotan sekolahnya, berjalan tanpa arah memasuki hutan lebih dalam. Setelah memastikan tidak ada siapa pun dan situasi benar-benar sepi, Hana bersembunyi di balik pohon lalu mulai membuka hoodienya. Dia mengenakan pakaian lebih simpel yaitu tanktop dibalut hoodie. Sehingga dia hanya membuka hoodie lalu menurunkan tanktopnya.

Hana duduk ke salah satu batang pohon besar yang tumbang, dia memompa asinya agar cepat selesai.

Butuh lima belas menit, Hana kembali membenarkan penampilannya kemudian mengunci rapat-rapat tiga botol asi berukuran kecil di lengannya, dia menyimpan pompa dan asi tersebut ke ransel.

Senyumnya terbit karena dadanya terasa lebih ringan sepuluh lipat dari sebelumnya. Dia menenteng ransel itu ke pundak, berdiri, dan beranjak dari sana. Baru beberapa langkah, senyumnya memudar digantikan kecekatan. Di matanya sekarang hanya diisi oleh ratusan pohon rimbun menjulang tinggi, Hana tidak ingat dia berjalan dari mana.

Dia menerka-nerka dan berusaha mengingat, tapi dia sama sekali tidak menemukan jawaban. Berusaha tenang, Hana merogoh sakunya mencari ponsel. Seketika napasnya tercekat. Tadi ponselnya dipinjam Rona dan belum dikembalikan. Otomatis dia tidak punya alat untuk menghubungi seseorang.

Mata Hana memanas, meski dia berusaha keras berpikir positif, dia sangat takut sekarang. Rumput-rumput liar ada dimana-mana, tidak memungkinkan ada hewan berbahaya di sana.

Suara gemuruh petir tiba-tiba mengagetkannya. Sontak dia mendongak ke atas, menatap langit yang sekarang mendung dan mulai gelap. Sehingga suasana hutan jadi lebih menyeramkan.

Walau Hana gadis yang tangguh, di situasi sekarang dia sangat takut, dia celingukan kesana-kemari penuh rasa waswas.

Bunyi dahan membuatnya memekik dan refleks berlari tanpa arah. Tak sengaja kakinya tersandung akar hingga terjatuh menubruk tanah. Air matanya menetes tanpa sadar, apalagi merasakan telapak tangannya mengeluarkan darah akibat tergores ranting.

"Mama," isaknya, mengamati sekitar dengan gemetar. "Papa, Kak Ojun."

Suara petir lagi-lagi mengagetkannya, air matanya menetes lagi. Dia kembali bangkit, berusaha mencari jalan keluar yang berujung semakin tersesat.


°°°


Gemuruh petir menyadarkan Jay dari aktivitasnya menemani Jieun makan, dia menoleh ke luar tenda yang terbuka, sepertinya hampir gelap. Tanpa mengatakan apapun Jay keluar dari tenda. Suasana begitu ramai karena murid-murid sibuk memindahkan kayu bakar ke tempat lebih aman, juga beberapa murid perempuan yang heboh berfoto di tengah cuaca mendung dan angin kencang.

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang