51. Secercah Cahaya

Mulai dari awal
                                    

"Emang pinter itu penting banget yah, Pak? Yang penting mah sekarang asal banyak teman kita bisa dapet kerja." Yuu bahkan lupa diri. Jangankan teman, baru dimintai nomor telepon cowok itu malah memberikan nomor sedot wc yang dia copy dari tiang tepi jalan. "Pengalaman nomer satu pak. Sama orang dalem."

"Kamu dibilangin selalu aja ngejawab.  Sekarang kemana tugas proposal bussiness plan kamu?"

"Belum ngerjain Pak." Yuu menguap lagi.

"Kenapa kamu gak ngerjain? Emang waktu luang kamu buat ngapain aja?" Yuu mendengus lagi. Orang di depannya kini benar-benar suka jika mengajaknya mengobrol bersama.

"Yah, abisnya pagi, siang, malem saya narik ojek, Pak."

"Kamu beneran jadi tukang ojek?" Yuu memundurkan wajahnya saat si Dosen justru mendekat nyaris menubruk wajahnya. Yuu melirik ke arah pintu, melihat segerombolan teman sekelasnya yang ternyata ikut menguping sejak saat Yuu tiba. Mereka terlihat berusaha keras menahan tawa.

"Yah, masa saya bohong sama Bapak? Saya sebatang kara Pak. Kalau gak narik gak bisa makan. Istri saya juga lagi kesusahan."

Tidak lama lagi selentingan kabar burung perihal mereka telah menikah akan cepat tersebar. Yuu bahkan memberitahu berita bohong kepada Dosennya sendiri. Benar-benar tidak sayang nyawa seandainya terciduk, Yuu bisa langsung di DO dari kampus swasta favorit ini.

Dosen tersebut manggut-manggut, tidak menyangka hidup si pentolan kampus yang umum dikenal brutal akan terdengar semenyedihkan ini.

Tidak seorang pun tahu perihal siapa sebenarnya Yuu. Darimana dia berasal atau siapa orang tuanya. Cowok itu benar-benar menyebarkan berita bahwa Yuu hidup dan tinggal sebatang kara. Melarat sejak pertama kali dia memijak dunia fana ini. Yuu sendiri lebih senang begini.

"Jadi beneran cowok ganteng kayak kamu jadi tukang ojek?"

"Iya atuh. Terakhir saya kerja di toko sepatu, tapi gak lama setelah itu saya dikeluarin. Ntah kenapa Pak padahal saya karyawan yang rajin."

Semua omongannya berbanding berbalik dengan kenyataan. Padahal yang sebenarnya terjadi Yuu sering sekali menggratiskan orang saat membeli karena terlalu ribet saat mencatat struk belanjaan. Saat ditanya kenapa dia lakukan, Yuu hanya menjawab itung-itung amal harian.

"Kamu balik lagi ke kelas kamu, deh! Nasehatin kamu gak ada bedanya sama nyuruh kucing saya mandi. Sama-sama gak didengerin sama sekali." Dosen itu memijat pelan pelipisnya. Sudah lelah terus-terusan berdebat tapi tidak sekalipun di dengar. "Dan jangan lupa kumpulin tugas kamu. Narik ojek perlu tapi tugas kamu nomer satu."

"Siap, Pak." Yuu memberikan hormat khas pada saat upacara seperti saat masa sekolah menengah dulu. Setelahnya cowok itu berlalu.

"Eh, tunggu!" Yuu berhenti lagi. Cowok itu menoleh. "Bapak baru sadar rambut kamu gak sepanjang dulu. Ada alasannya kamu pangkas rambut?"

Yuu berbalik. Cowok itu menarik napas panjang lalu menghembuskannya berat. Dia bersiap, "Gondrong doang, nyopet kagak."

Yuu buru-buru berlari saat spidol mendekat dibarengi napas putus-putus orang yang melemparnya. Cowok itu terkikik. Yuu keluar saat orang-orang justru panik berhamburan pergi.

Tut. Tut. Tut.

Baru Yuu ingin melanjutkan perjalanan menuju kelas, menemui sang kekasih pujaan hati yang pasti dia yakini saat ini super cemas, dering telepon di kantong jaket Yuu menginterupsi. Yuu memutuskan berhenti, cowok itu menatap layar ponselnya yang menampilkan dua belas digit angka tanpa nama. Yuu bergegas mematikan ponselnya.

Tidak tersimpan dalam kontaknya berarti orang itu tidak penting. Tapi lagi-lagi panggilan yang sama datang dari nomor yang sama pula.

"Melayani jagal kepala sampai mutilasi, dengan saya Yuzuru disini." Yuu menunggu jawaban. Kesal saat tidak mendengar balasan di ujung sana Yuu mulai berteriak lagi, "Ini siapa woi?"

"Dateng ke Rumah Sakit Medika sekarang juga."

Apa maksudnya?

"Donor mata buat Irene udah tersedia."

Yuu mengakhiri panggilan sepihak. Cowok itu memacu ritme langkah kakinya. Berlari menyusuri koridor sampai pada parkiran. Sesekali Yuu tidak sengaja menabrak orang yang hilir mudik. Ketika menemukan pacar keduanya alias motornya, Yuu meng-gas cepat, knalpot yang mengepulkan asap itu mendapat respon sorakan dari orang-orang yang kebetulan lewat.

Tidak ada waktu untuk berpikir. Kalau benar apa yang orang di sudut sana kabarkan, ini bisa menjadi titik terang perubahan positif untuk Irene. Yuu tidak akan membuang waktu.

Secercah cahaya yang Yuu harapkan akhirnya tiba juga.

Vroooooom!!!

***

Jangan lupa tinggalkan feedback.
Komen kalian mood booster bagi saya.

Bagian mana yang kalian suka?

Happy reading.

My Beloved Monster (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang